Part 2.2 ~Because It's You~

9.3K 534 20
                                    

Semua berawal dari kembali ke topik surat cinta.

Jelo berpendapat kalau dia masih memiliki kesempatan untuk menyatakan perasaan langsung pada salah satu cewek yang sering dia lihat di lorong gedung sebelah. Cewek berambut bob dalam seragam putih biru yang dari penyelidikan amatiran ala detektif Bobi diketahui bernama Lisa. Namun, meski bisa mengetahui nama cewek itu, Bobi tetap yakin kalau Jelo tidak akan memiliki peluang untuk bisa mendekatinya. Kata Bobi, nasib Jelo telah ditakdirkan berbeda seratus delapan puluh derajat dengan nasib Remi atau Sam yang sekali tunjuk, cewek mana pun pasti mau antri untuk mereka. Jelo jelas memprotesnya sebagai ketidakadilan.

Dan, begitulah perdebatan keduanya terjadi, menjadi salah satu hal yang membuat Sam masih bersedia melangkah memasuki gerbang SMA Andreas meski niat untuk kabur sudah menggelembung di kepala. Karena hanya rutinitas sarapan beberapa potong bakwan—plus cabai untuk Bobi—dengan siaran live debat Jelo vs Bobi di kantin sekolah inilah yang menjadi satu-satunya kegiatan penghibur bagi Sam.

Kotak susu cokelat di tangan Sam perlahan mengempis. Membuatnya sadar kalau dia sudah menenggak seluruh isinya dalam waktu yang dua kali lebih panjang. Cara Sam untuk menghindari obrolan ketiga temannya yang seperti hilang timbul dalam pendengaran. Isi kepalanya melayang entah kemana, tanpa Sam minta. Seperti baru terbebas dari mantera penjerat, Sam berjengit kaget saat Bobi melempar percikan air dari jari-jarinya.

"Ouch, shit! What the hell, Man?" setitik air masuk ke dalam matanya, membuat Sam terpaksa meletakkan susunya dan mengusap wajah dengan lengan seragam.

"Plis, balik ke bumi dan jangan kelamaan di Mars," sahut Bobi asal.

Kedua tangan Sam membuka lebar, bertanya apa yang salah.

"Lo kenapa, sih, man?" tanya Remi sambil membetulkan posisi kacamatanya. "Cuma lo yang dari tadi nggak bersuara. Bobi khawatir lo kena pelet."

"Gue tahu! Gejalanya persis, nih! Pasti patah hati!" Jelo nyaris melompat saat melontarkan idenya seolah dia baru saja menemukan cara untuk tinggal di bulan. Bobi yang terkejut langsung menoyor kepala Jelo sekaligus mengatakan kalau nasib Jelo dan Sam berbeda layaknya jarak bumi ke bulan. Kalau cewek masih rela antri untuk Sam, belum tentu cewek akan rela antri untuk Jelo meski dalam rangka cuci gudang. Jadi sama sekali tidak mungkin Sam akan menderita penyakit patah hati.

"Gue tahu! Kangen Amrik lo, ya? Boobs cewek sana lebih gede soalnya, kan?" Bobi menambahi dengan ekspresi cengengesan sementara kedua tangannya memperagakan di depan dada. Kedua alis Bobi berkedut-kedut.

"Sorry, Man. Gue bukan pervert," sahut Sam sambil tertawa tipis. Perlahan membuat tatapan dari balik kaca bening berbingkai hitam milik Remi mengendur.

"Man!" Bobi tiba-tiba menepuk dada Jelo. "Cabut!"

Sam dan Remi melongo.

"Waktu itu kan Sam sendirian dan ketahuan. Kali ini kita ber-empat. Ajarin Sam soal gimana indahnya masa SMA ala anak Jakarta biar dia nggak kangen sama kehidupan Amrik melulu! Keren, kan?" Bobi membetulkan kerah seragam OSIS-nya sambil melipat tangan di depan dada. Sorot matanya menunjukkan rasa bangga dengan ide brilian yang tercetus begitu saja.

"Cakep, Bob!" Jelo langsung setuju.

Tidak perlu waktu yang lama bagi kepala Sam untuk memproses apa yang Bobi katakan. Usul itu seperti memberi Sam tiket untuk bisa pulang dan berkumpul kembali dengan sang Ayah. Sam hanya melempar lirikan ke arah Remi yang membalasnya sedetik sebelum kemudian mengangguk setuju.

~

Andai saja Sam bisa terus berlari, dia ingin sekali melakukannya.

Rasanya seperti tahunan lalu kala Sam terakhir kali melakukan hal macam ini. Setidaknya untuk saat ini berlari sedikit membuat dadanya nyeri karena susah payah mencari oksigen, sekaligus lega karena tengah melakukan reuni dengan kebebasan.

Extended Goodbye [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang