Part 7 ~The Devil In Me~

5.7K 290 2
                                    



Dua hari.

Orang yang bahkan dengan berat hati melepas satu jam pelajaran Kimia seolah hanya itulah kesempatannya untuk bisa mengagumi Pak Hari menjabarkan rumus-rumus, kini bahkan sudah dua hari melewatkan bukan saja Kimia. Tapi, nyaris semua mata pelajaran. Bahkan, dengan resminya bel sekolah berdenting nyaring, dan Sam masih melihat bangku di belakangnya tetap kosong, dua hari itu berubah menjadi tiga hari. Sama sekali tidak ada ide di balik absensi berturut-turutnya Remi.

"Gue juga nggak tahu, Sam." Cassie hanya menyahut pelan ketika Sam bertanya. Padahal Sam yakin. Jika membicarakan sebuah hubungan rahasia, Cassie dan Remi perlu menyiapkan waktu untuk menjelaskannya pada Sam. Namun, begitu melihat ekspresi polos Cassie dan kedua mata bening itu berbicara jujur, Sam justru mendapati pertanyaan dalam kepalanya semakin menumpuk.

Sekali lagi Sam menoleh ke belakang meski tahu kalau Remi tidak mungkin muncul di sana dengan tiba-tiba. Tapi, tindakan itu memang tolol. Sam justru menemukan Bobi sedang memandangnya tajam seolah selama ini keduanya sudah memiliki dendam mengakar yang tidak tampak. Bukan masalah bagi Sam, sebenarnya. Hanya saja ketika sepanjang penjelasan zaman Paleolitikum, Sam sama sekali tidak mampu memfokuskan pikirannya.

Sorot mata Bobi seperti ingin memberitahunya sesuatu.

Dugaan yang tidak salah. Kecuali sikap cowok itu yang tidak sesuai harapan Sam—jika Bobi sungguh-sungguh menganggapnya sebagai teman. Bobi justru menyudutkan Sam hingga merapat ke dinding belakang kelas saat istirahat sudah tiba.

"Lo serius, Sam, sama itu cewek?"

Alis panjang Sam terangkat satu. "She's got a name I believe."

"Mika," rahang Bobi mengeras saat berkata demikian. Sementara di sampingnya, Jelo, menyelak hanya untuk menenangkan teman-temannya. Tapi, karena Bobi tidak tuli maupun memiliki kerusakan pada gendang telinga, cowok itu jelas mengabaikan Jelo. "Lo beneran serius soal Mika, Sam?"

Sam masih tidak habis pikir, di mana letak korelasi pertanyaan mengenai Remi yang tidak masuk dengan pertanyaan Bobi soal Mika.

"Lo nggak menjawab pertanyaan gue, Bob."

"Bob, udahan aja, yuk. Diliatin, tuh," Jelo menyelak.

"Je, lo nggak inget apa? Ini orang pas Remi digebukkin kan lagi asik-asiknya sama tuh cewek! Bahkan Remi, Je. Pantes aja kalau sama kita udah nggak mau main lagi. Sibuk dia sama tuh cewek." Urat-urat pada lehernya yang menonjol, menunjukkan kalau Bobi jelas berusaha keras untuk memasang volume suara terendah. Meski satu dua anak, oh..., shit bahkan Cassie, tengah mengamati mereka dengan ekspresi membeku tegang. Bukan salah mereka yang disuguhkan oleh tayangan live adu mulut. Bobi terlalu mencolok dalam memilih tempat untuk bicara. Bahkan terlalu ekstrim untuk memilih tindakan.

"Lo..., serius Remi digebukkin?" Sam menarik pundak Bobi. Suaranya jauh lebih rendah dari normal.

Air muka Bobi yang mengencang, cukup menjadi jawaban.

Namun, dia menambahkan dengan gigi bergemeletuk, sambil mengerahkan sedikit tenaga ke dada bidang Sam dengan jari telunjuknya, "Gara-gara lo."

***

Suara-suara pukulan bat mengenai bola, merayap keluar dari sebuah kamar yang ditunjuk oleh seorang bocah perempuan berkuncir dua. Keira, namanya, mengaku sebagai adik Remi yang bahkan Sam baru tahu soal itu. Dia menemani hingga di depan pintu sebelum berlalu menuju ruang tengah dan sibuk dengan mainan yang berserakan di karpet. Sam bisa melihat sosok itu sedang duduk di atas sebuah couch berbentuk bola basket, tampak sibuk dengan pertandingan Baseball dalam layar komputer. Begitu Sam menyapa, Remi terlihat terkejut saat menoleh.

Extended Goodbye [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang