Tidak sulit untuk menemukan Fajar Delapan.
Gedung sekolah berlantai tiga dengan bentuk seperti letter U itu, tepat berada di sisian jalan utama yang sejujurnya tidak jauh dari SMA Andreas sendiri. Malah mungkin bisa dikatakan kalau mereka bertetangga. Tepatnya hanya berjarak beberapa kilo dari supermarket kecil yang pernah menjadi tempat pelarian Sam dan ketiga temannya waktu membolos. Bangunannya dilapisi cat warna krem, tampak sudah kusam. Pagarnya terbuka, besi bewarna hijau lumut yang tampak sudah berkarat.
Sam menelan ludah. Melihat anak-anak yang keluar dari sana, meliriknya sambil berbisik-bisik. Menyadari perbedaan badge pada saku kemeja seragam, Sam paham kalau mereka langsung mengenali asal sekolahnya.
Mata Sam mencari-cari sosok berwajah sangar, atau yang mengenakan seragam sama seperti ketika mengenakan pakaian untuk konser musik punk. Mereka seharusnya tidak cukup sulit untuk dikenali mengingat cukup untuk disebut terlalu mencolok.... Tunggu. Sam menyipitkan mata saat pandangannya berhenti di pinggiran halte, tepat di antara pengamen-pengamen yang berisik menggenjreng gitar bekas dan berhadapan dengan angkot-angkot yang berebut tempat mengetem. Seorang berwajah garang dan mengenakan seragam Fajar Delapan, tampak di antara kerumunan. Cowok itu duduk di tiang pembatas halte dan jalan dengan punggung melengkung sambil tertawa-tawa.
Tangan Sam mengepal. Langkahnya berat, juga cepat mendekati cowok itu. Tanpa perlu bersuara, salah satu dari kerumunan itu menoleh begitu menyadari kehadiran Sam. Membuat si wajah sangar itu ikut menggerakkan lehernya.
"Anak Andreas!" sahutnya yang kemudian menderaikan tawa melecehkan.
Belum selesai cowok itu cengengesan, Sam menarik kerah si cowok lalu meninjukan satu kepalan tangan yang sudah dia simpan sejak detik pertama tiba di sana. Beberapa temannya berusaha maju, tetapi cowok itu menahan. Begitu juga dengan kumpulan pengamen yang seperti samurai yang siap melindungi tuannya.
"Balesan buat temen gue yang lo tonjok sampai babak belur." Sam mendengus. "Kalau lo emang mau bales dendam, jangan main keroyok."
Cowok berwajah sangar itu memaki pelan. "Lo dateng buat nantangin?"
"Gue dan temen gue nggak akan tinggal diam, asal lo tahu." Sam menggeram.
"Yakin lo?" si cowok itu terdengar mengejek. Sepertinya satu tinju pada rahang tidak bisa membungkamnya. "Lo dan anak-anak Andreas duluan yang bikin masalah, sekarang kita bales dendam, lo malah nantangin lagi. Jangan main-main sama kita lo!"
Sam mengetatkan rahang. "Gue nggak pernah bercanda."
Si cowok berwajah sangar itu bergerak dengan langkah santai, mendekati Sam. Tapi, tatapan yang seolah bisa mengirim tinju kapan saja itu, menghunus.
"Sampai ketemu, kalau begitu," sambut si cowok dengan suara rendah, mengancam, sebelum dia mengajak teman-temannya untuk menjauh dari sana.
![](https://img.wattpad.com/cover/87365244-288-k269777.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Extended Goodbye [Sudah Terbit]
Teen FictionExtended Goodbye "Sekeping hati yang pergi sebelum berpisah" a novel by Clara Canceriana Samuel Christian Bailey yakin kalau dia tidak akan bisa melupakan kenangan tentang seorang malaikat kecil bernama Mika Angelique Setiawan . Si penggila...