Pernah satu kali Sam bertanya pada Ayahnya saat menemaninya mengikuti latihan pertama baseball di lapangan yang tidak jauh dari Middleburgh Elementary. "Why do you play baseball?" Saat itu apa yang ada di kepala Sam yang berusia delapan tahun adalah sebuah alasan di balik pertanyaan kenapa-nya, dan dia mengharapkan jawaban dari Ayah. Ketika Peter berkata bahwa dia hanya menyukainya, Sam merasa Ayah seperti tidak bersungguh-sungguh dengan olahraga yang menghadiahkan beberapa foto yang terpajang di ruang tengah rumah mereka.
Begitu juga ketika Sam sedikit lebih besar dan bertanya pada Ayah kenapa dia menikah dengan Ibunya yang adalah orang Indonesia? Kenapa bukan memilih orang Amerika juga? Lagi-lagi Ayah hanya tersenyum sambil menjawab, "karena dia Ibumu."
Saat Sam mengirimkan satu per satu suratnya pada Mika, sejujurnya Sam sedang memupuk sebuah harapan untuk menemukan jawaban dari pertanyaan kenapa yang menumpuk. Hingga kemudian dia memberanikan diri memahat perasaannya dalam deretan huruf-huruf. Yang berujung dengan jawaban yang menghilang tertelan waktu. Sam bahkan tidak percaya pada kata-kata Ibunya bahwa kemungkinan surat itu tidak sampai di Indonesia dengan baik.
"Some things are better left without any explanation of why, Buddy."
Pernah satu kali Ayah mengatakan itu. Mungkin Sam telah melupakannya karena baginya saat itu kalimat Ayah sama sekali tidak masuk akal.
Namun, perlahan kini Sam menyadari bahwa Ayahnya benar.
Ketika pagi itu Sam terbangun lebih dulu dari alarm, bahkan lebih dulu dari ketukan pintu Ibu, sudut bibirnya mengembang. Dia bisa merasakan kedua lengannya seperti dibebani sesuatu dan terasa begitu berat untuk digerakkan. Tapi, sama sekali tidak membuat Sam enggan bangkit dari tempat tidur. Dengan perasaan ringan seperti saat-saat dia bersepeda meluncur, menuruni Cotton Hill, Sam menuju kamar mandi tepat saat Ibunya muncul dan memandang heran.
Kini Sam percaya sungguh-sungguh bahwa memang ada hal tertentu yang tidak membutuhkan alasan. Itulah yang Sam yakini tentang teori sebuah hati. Sam menyadari bahwa alasan-alasan Mika tidak akan menjadi lebih baik daripada kehadiran cewek itu sendiri. Dan, karenanya Mika tidak lagi menjadi alasan Sam untuk tetap berada di Jakarta, bangun pagi-pagi dan menantang kemacetan menuju SMA Andreas.
Tapi, kali ini Mika telah menjadi tempat ke mana kaki Sam melangkah.
~
Sam memijat-mijat lengan bagian atas yang terasa kebas.
Beruntung Sam membawa beberapa pain relieving patch—pemberian Lim. Bukan tanpa alasan Lim memberikan benda yang dia tahu akan sangat dibutuhkan Sam. Lim pernah menyaksikan Sam menjadi pitcher utama dalam sebuah pertandingan liga kecil Middleburgh dan kemudian berakibat istirahat panjang dari latihan mengingat Sam merasakan nyeri yang sangat pada bahu kanannya. Meski begitu Sam harus bersyukur karena hal itu tidak membuat pundaknya cedera fatal. Dia masih tetap bisa memukul dan menjadi pitcher tim, setidaknya sampai hari terakhirnya di Middleburgh.
Tentu saja, rasanya tidak sebanding dengan nyeri hasil liga tiga tahun lalu itu. Terlebih karena Sam melakukannya untuk seorang Mika.
Tanpa sadar, rasa kaku pada lengan Sam mematik memori dalam benaknya hingga memerciklah bayangan akan senyum tipis Mika kala itu. Juga saat bola mata berwarna hitam, bening milik Mika bergulir ke samping, mengunci Sam dalam sebuah kelembutan.
Perlahan, sesuatu seperti melonjak di dalam dada Sam, membuatnya tertunduk hanya untuk menyembunyikan senyum yang tidak bisa dia kendalikan.
Seharusnya tidak ada yang menyadari keanehannya pagi itu. Tapi, ketika Sam mengangkat wajah memasuki gerbang SMA Andreas, dia tahu semua mata tengah memandangnya sambil berbisik-bisik dalam senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Extended Goodbye [Sudah Terbit]
Ficção AdolescenteExtended Goodbye "Sekeping hati yang pergi sebelum berpisah" a novel by Clara Canceriana Samuel Christian Bailey yakin kalau dia tidak akan bisa melupakan kenangan tentang seorang malaikat kecil bernama Mika Angelique Setiawan . Si penggila...