Kakaknya, yang Cassie panggil dengan sebutan Ceceh alias Ceh, pernah berkata bahwa cinta itu memang aneh.
Dalam perbincangan sederhana yang menjadi rutinitas pengisi malam-malam keduanya, di mana Cassie berbaring menatap langit-langit kamar sementara kakaknya yang berada di tempat tidur bawah hanya bisa memandang kasur milik Cassie, pernah mengatakan satu hal; "Percaya, deh, Dek, cinta pertama itu bisa ngubah sifat orang."
Tentu saja Ceceh memiliki sederet alasan untuk berkata demikian.
Hanya saja Cassie bahkan sudah menyadari jauh lebih dulu sebelum Ceceh menjabarkan definisinya mengenai cinta pertama.
Cassie yang dulu tidak menyukai susu cokelat, kini bisa menikmati minuman manis yang kerap membuat mual perutnya. Cassie bahkan menggeser jam-jamnya belajar untuk membuatkan Sam catatan khusus kalau cowok itu tidak hadir di kelas. Yang juga membuat Cassie lebih banyak berpikir dan menerka-nerka tentang reaksi Sam atas catatan itu, ketimbang ketika Cassie membaca Detective Conan. Cassie juga rela bangun lebih pagi hanya untuk memastikan kalau dia tidak melupakan lipgloss dan bedaknya sebelum berangkat sekolah. Cassie hanya tidak pernah mengantisipasi kalau pada akhirnya dia semakin ingin melakukan lebih banyak hal untuk Sam.
Apa pun.
Termasuk ide membelikan makan siang yang muncul saat melihat Sam menuju ruang mading selepas pelajaran terakhir. Sam hanya berpesan kalau tidak bisa pulang bersama Cassie hari itu berkat tugas tambahan dari senior—seperti yang Cassie dan seluruh siswa SMA Andreas tahu saat menyaksikan Sam di panggung mental.
Alasan sederhana itu berhasil menggiring kaki Cassie melangkah cepat menuju kantin sebelum dia bergerak ke lantai dua. Namun, entah kenapa kakinya justru melambat saat berada di antara lantai lorong, hingga nyaris tidak menimbulkan suara ketukan. Seolah sekotak nasi goreng dan susu full cream dalam kantong plastik di jinjingannya, ikut membuat kedua sepatu pantofel hitam Cassie menjadi berat. Kaki Cassie kemudian memaku di depan ruangan berpintu koboi. Huruf-huruf warna putih yang mengukir kata Ruang Mading dalam sebuah papan persegi berbahan akrilik, tergantung di bagian kanan engsel pintu.
Ruang tanpa penghalang itu memperjelas suara yang Cassie kenal—Mika.
Meski Cassie tahu bahwa Mika bukanlah anggota klub Mading, kehadiran seniornya itu sama sekali tidak membuat Cassie heran. Hubungan keduanya semakin terlihat akrab sejak adegan Sam menudungkan Mika dengan tasnya. Sam melindungi Mika, dan Mika membantu Sam, adalah hal normal bagi pasangan di mana pun. Cassie bisa memaklumi itu. Hanya saja dia tidak bisa membantu dirinya sendiri yang terjun lepas ke dalam rasa kecewa. Yang kemudian menariknya kuat ke dalam pusaran awal keragu-raguannya.
Mungkin, seharusnya memang Cassie tidak perlu ada di sana.... Mungkin sebaiknya Cassie mengabaikan ruang mading dan menuju gerbang SMA Andreas. Mungkin....
"Cassie?"
Suara bernada ramah itu membuat Cassie tersentak, hingga kantong plastiknya nyaris tergelincir dari jemari yang sudah basah karena gugup dan jantungnya nyaris senasib dengan jinjingannya. Panik, entah bagaimana menguasai Cassie yang menemukan sosok Remi bergerak mendekat. Ada sesuatu yang aneh dalam sorot mata di balik frame itu. Tatapan yang sama persis ketika mendapati wajah Cassie memerah.
"Lo ngapain di sini?" Mata sendu Remi melirik ruang mading sekilas.
"Ngng..., nggak. Cuma...." Cassie buru-buru menyembunyikan kantong plastik yang jelas-jelas sudah tertangkap basah Remi. "Lo sendiri ngapain, Rem?" Cassie menjilati bibir tipisnya yang kering sambil berusaha menyisir poni dengan jarinya yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Extended Goodbye [Sudah Terbit]
Teen FictionExtended Goodbye "Sekeping hati yang pergi sebelum berpisah" a novel by Clara Canceriana Samuel Christian Bailey yakin kalau dia tidak akan bisa melupakan kenangan tentang seorang malaikat kecil bernama Mika Angelique Setiawan . Si penggila...