Part 3 ~I'm Falling For You~

5.7K 436 36
                                    



Pernahkah kamu berada dalam posisi ingin lari dan menghilang ditelan bumi?

Seperti misalnya saat Mika sedang asyik mendengarkan Nana, sahabatnya yang bercerita soal makan malam bersama cowok gebetannya yang ternyata hobi bersin tanpa sapu tangan dan membuat Nana sama sekali tidak berselera makan. Karena terlalu fokus, Mika sama sekali tidak memperhatikan langkah dan justru tersandung anak tangga hingga dia tersungkur. Kumpulan cowok yang hobi menghabiskan waktu di dekat sana, langsung menertawai Mika. Atau ketika Mika menyapa salah satu teman lamanya yang dia temui di jalan, mengobrol panjang soal reuni, ternyata orang itu hanya melongo memandangnya dan kemudian mengaku kalau dia tidak mengenal Mika.

Hal-hal bodoh yang sama sekali luput dari kesadaran Mika, tapi membuatnya ingin memiliki kemampuan menghilang.

Sama seperti saat ini.

Ketika Sam menyodorkan foto dengan sepasang mata lebar yang memandang lurus, penuh keyakinan, lalu memeluk Mika kuat-kuat seakan mampu menenggelamkan Mika ke dalam rasa nyaman, saat itu sejujurnya Mika sangat, sangat ingin menghilang. Bukan karena pelukan hangat yang membuat Mika seperti mampu memasrahkan apa pun di sana. Bukan pula karena ada setruman yang bercampur dengan perasaan asing yang tidak nyaman. Atau, karena aroma manis pada dada bidang Sam yang membawa semua kenangan mereka ke dalam bentuk sequence di kepala Mika. Tapi, justru karena pertanyaan cowok itu,

"Kenapa lo bersikap nggak kenal sama gue, Mika?"

Tatapan lekat Sam membuat Mika justru membuang pandangan ke samping.

"Ngng...," Mika tahu kalau kepalanya yang sekarang terasa begitu penuh. Dan, dia tidak ingin Sam menemukan sesuatu yang berusaha Mika simpan rapat-rapat dalam matanya. "Gue harus ke lapangan atau anak-anak bakalan nyariin gue, Samuel."

"Nggak bisa kita ngobrol sebentar?" Sorot mata Sam memohon, menjelaskan ada begitu banyak pertanyaan yang tidak bisa dijabarkan dalam satu kalimat. Tentu saja. Sepuluh tahun bukanlah waktu yang sempit untuk membangun sebuah kisah baru, yang menimbun segala kisah lama lengkap dengan kata-kata yang belum sempat terucap.

"Gue ada latihan paskib." Satu sisi Mika merasa begitu tertolong. Setidaknya Mika tidak perlu mencari-cari alasan lain yang mampu memberikan jarak diantara keduanya.

"Setelah bertahun-tahun pun lo masih benci gue?" pertanyaan tajam itu menghentikan kaki Mika. "Karena itu lo pura-pura nggak kenal gue?"

Sesuatu dalam kalimat itu membuat Mika merasa gelisah.

"Astaga, lo masih berpikir di masa lalu, Samuel." Mika menepuk lengan cowok itu sambil memasang cengiran paksa. Berharap kalau semua itu akan menetralkan udara di antara mereka. Tapi, mungkin Mika salah. Cowok di hadapannya sama sekali tidak bereaksi santai. "Kita ngobrol lain kali, ok. Gue mau ke toilet! Kebelet banget! Bye."

Secepat yang Mika bisa lakukan, dia berlari menuju salah satu toilet di dalam lorong kelas tiga dan masuk ke dalam bilik. Mika menutup pintu dengan sedikit gebrakan seakan takut Sam akan mengejarnya. Lalu Mika menghela napas kuat-kuat. Tanpa sedikit pun tanda kalau dia sungguh-sungguh berada dalam situasi bernama 'kebelet', Mika pun memberikan kesempatan bagi hening untuk memeluknya. Mika membiarkan seragam OSIS-nya menyerap kelembapan marmer yang melapisi dinding bilik, membuat punggungnya terasa sedingin hatinya.

Bagi Mika, toilet adalah pelarian terbaiknya ketika dia ingin sekali lenyap dari bumi. Karena terkadang ruang tertutup empat sisi itu seperti membantu Mika dalam berdiskusi dengan dirinya sendiri. Setidaknya hal itu membuat dirinya jauh lebih baik dan lebih jernih dalam berpikir, mengambil keputusan.

Extended Goodbye [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang