Untuk kesekian kalinya, Sam bersin. Hidungnya terasa basah saat dia mengusap bagian bawahnya. Sial..., padahal baru lima belas menit dia berada di dalam ruang mading yang mengingatkan Sam pada sebuah bangunan kecil berdinding kayu penuh barang tak terpakai di samping rumah Gorge Rd.
Sam tidak paham apa yang biasa dikerjakan tim reporter sekolah di dalam ruangan ini. Namun, setidaknya Sam mengerti kenapa seniornya menunjuk tempat ini sebagai bayaran untuk hilangnya selembar informasi pada papan MADING.
Ruangan berbentuk persegi panjang di lantai dua itu penuh oleh kertas dan juga debu. Kalau bukan tercecer di lantai, maka Sam akan menemukan tumpukannya yang tidak rata berada di kolong meja komputer atau di sudut-sudut meja tulis.
Beberapa artikel yang berasal dari potongan koran atau majalah, juga tulisan tangan seperti puisi atau gambar dengan pensil warna, menempel pada dinding-dinding yang terbuat dari kayu berpelitur cokelat. Sayangnya, ujung-ujungnya sudah melengkung. Entah karena kekurangan perekat, atau karena sudah terlalu lama dipajang hingga daya rekatnya luntur. Di sudut antara meja, sebuah keranjang sampah berbentuk silinder, menjadi sarang bagi karton-karton yang dijejal paksa sehingga terlihat sesak—sebagian bahkan berhamburan di sekitarnya.
Sam sedang berusaha memungut semua kertas dari lantai dan menumpuknya menjadi satu di atas meja tulis, saat dia mendengar suara berderit dari pintu koboi yang didorong oleh seseorang. Yang Sam tahu kalau dia tidak akan pernah menyesali keputusannya untuk merusak mading.
Mata Sam melebar, sedikit membuatnya mematung beberapa detik.
"Hey, you're coming," kedua sudut bibir Sam tertarik ke samping. Karena begitu melihat sosok Mika muncul di sana Sam seperti baru saja dibebaskan dari ruang penuh aroma tinta, lem dan kertas baru. Aroma laut yang dibawa Mika berhasil menembus hidungnya yang bahkan sudah nyaris tersumbat.
Mika menebarkan pandangan ke sisi ruangan. Mika hanya tersenyum sedikit sebelum kemudian ikut memungut kertas-kertas yang berserakan.
"Ng, sejujurnya gue belum pernah ke sini."
"Gue juga nggak pernah ke ruang redaksi sekolah atau perpustakaan—di sekolah yang lama." Sam mengedikkan pundak seraya memutar tubuh dan menempelkan pantatnya pada tepian meja. Sementara pundaknya melengkung saat dia mendekap kedua tangan di depan dada. Memperhatikan gerak-gerik Mika yang memilih menata kertas-kertas di seberang ruangan dalam fokusnya.
"Bukan tempat yang bakal didatengin semua siswa," sahut Mika pelan, membuat ujung matanya sedikit turun saat dia menerawang ke salah satu jendela di dekatnya.
"Gue sempat mengira kalau lo suka membaca."
Mika menolehkan kepala, tapi matanya tetap menghindari Sam. "Nggak. Gue nggak pernah suka baca."
Sam mengusap hidungnya—lagi. "Lo nggak perlu sesungkan itu sama gue."
"Sungkan?" kali ini Mika menatap Sam. Kedua mata bulat itu justru memberi tahu Sam kalau tebakannya adalah tepat. "Delapan tahun nggak ketemu, bahkan dulu pun nggak pernah ada momen di mana gue bisa mengkategorikan lo sebagai sahabat. Dan, gue udah bilang, kita bakalan canggung dan aneh, Samuel."
"Tapi, lo tetap manggil gue Samuel," Sam menyembunyikan senyum.
Mika berhenti bergerak. Dia merangkul tumpukan kertas. "Dulu Pak Agus—lo masih inget, kan, nama sopir jemputan kita?" Sam mengangguk, membayangkan sosok pria paruh baya dengan kulit sewarna cocoa dan rambut hitam yang terdapat beberapa helai warna abu-abu terselip di dalamnya. Pria yang selalu terlihat gesit, juga terlihat seperti sosok Ayah bagi semua anak-anak dalam jemputan. "Dia selalu manggil lo Samuel, jadi gue nggak pernah tahu kalau semua manggil lo Sam."
KAMU SEDANG MEMBACA
Extended Goodbye [Sudah Terbit]
Teen FictionExtended Goodbye "Sekeping hati yang pergi sebelum berpisah" a novel by Clara Canceriana Samuel Christian Bailey yakin kalau dia tidak akan bisa melupakan kenangan tentang seorang malaikat kecil bernama Mika Angelique Setiawan . Si penggila...
![Extended Goodbye [Sudah Terbit]](https://img.wattpad.com/cover/87365244-64-k269777.jpg)