#04 Fajar

1.3K 66 11
                                    

"Kamu mau minum apa?" tanya Embun.

"Es teh aja." jawabku. "Masa kamu harus tinggalin aku lagi, sih?"

"Emangnya kamu mau desak-desakan di kantin? Nanti kalau kamu hilang, aku juga yang repot." Aku langsung cemberut. Embun menepuk bahuku. "Gak lama, kok. Aku janji."

Aku terpaksa mengangguk. Aku tak mau Embun pergi karena aku takut Guntur menghampiriku lagi. Aku parnoan, ya? Iya aku sendiripun menyadari hal itu. Kalau Guntur kesini, mau taruh dimana wajahku? Kejadian memalukan itu masih menghantuiku.

"Cie, Senja sendirian aja. Keliatan banget jomblonya."

Oh tidak, om pedofil-eh maksudku Guntur benar-benar disini. Tepat sesuai dengan imajinasiku.

"Ngapain kamu disini?"tanyaku ketus.

"Mau temenin Senja ngejomblo."

"Gak perlu!" Ketus lagi. Tak ada jalan lain lagi, kan?

"Coba deh, sekali-kali lo ngomong baik-baik sama gue kayak gini 'Guntur sayang, ngapain kamu disini???' Nah, gitu kan, enak."

Aku berdesis. "Najis."

"Tuh, cantik-cantik ngomongnya begitu." tutur Guntur.

Apa telingaku berbohong? Apa tadi Guntur bilang aku cantik? Masa sih, aku cantik? Arrghh! Ingat Senja, jangan termakan omongan cowok. Udah banyak contohnya di novel, kan?

"Cie baper dibilang cantik." godanya.

"Aku gak baper. Jangan kegeeran, ya." sahutku acuh tak acuh.

"Siapa?"

"Aku."

"Yang nanya." ejek Guntur. Astaga, anak ini ngeselin juga. Tapi kenapa aku bisa cinta, ya?

Ups!

"Jangan ngambek, dong." sahutnya.

"Kamu bisa diem gak, sih?!" tanyaku kesal.

"Kalau gak bisa gimana? Gue mau bikin lo kesel."

"Selamat kamu udah berhasil. Aku udah kesel dari tadi. Sekarang kamu pergi sana." usirku sambil mengibaskan tanganku layaknya mengusir kucing.

"Gue belum puas. Sekarang gue mau buat lo senyum. Senyum dong. Gue kangen sama senyum lo."

Aku jadi ingat peristiwa memalukan itu. Lebih tepatnya, kalimat terakhirnya sebelum meninggalkanku. Ya jujur, aku merasa bersalah padanya. Niatnya hanya ingin berterima kasih padaku, aku justru berburuk sangka padanya. Sampai mengira dia pedofil lagi.

"Tuh, sekarang malah bengong." sahut Guntur.

"Guntur, aku mau ngomong sesuatu." ucapku.

"Mau ngomong apa? Lo suka sama gue?" tanyanya menggoda.

Aku memukul lengannya. "Ih, aku serius! Dengerin dulu."

Guntur terkekeh. Aku berdeham. "Aku mau minta maaf soal kejadian beberapa hari yang lalu. Maaf, aku udah salah sangka sama kamu."

"Ah, gak usah diambil pusing. Gue ngerti, kok. Lo hanya pengen bersikap hati-hati, kan?"

Aku mengangguk. Ternyata, Guntur mengerti keadaanku. Udara sejuk menyapa kulitku, ditemani Guntur disampingku. Aku tak ingin mengakhiri momen ini. Ini sangat menyenangkan. Aku ingin berlama-lama dengan Guntur. Yang dulu hanya mengganggu pikiranku, kini mengganggu hidup dan hatiku.

"Kalau lo sering ke sini, gue bakal temenin lo, deh. Kasian cewek cantik gak ada yang temenin." tawar Guntur.

Pipiku menghangat. Perlahan aku mulai melunak padanya. "Gak usah, lagian aku kesini sama Embun terus, kok."

Senja dan FajarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang