#13 Cakrawala

775 48 2
                                    

"Kalau lo berpikiran kayak gitu, mulai sekarang jadi pacar gue."

Rasanya, jantungku hampir berhenti berdetak. Aku benar-benar tak percaya. Apa maksudnya mengatakan hal seperti itu? Lelucon apa lagi yang akan dia lakukan?

"Bercandanya gak lucu, Gun." Aku mencoba bergurau, tapi suara itu terdengar parau.

"Apa suara gue kedengaran bercanda? Gue udah gak ada waktu untuk bercanda sekarang ini, Senja."

"Kamu gila."

"Ya. Gue udah lama tergila-gila sama lo. Lo mau kan, jadi pacar gue?"

Aku terdiam. Masih terlalu shock mendengar pengakuannya. Seorang Guntur mencintai seorang Senja? Hanya satu kata yang sejak tadi terlintas. Mustahil.

"Aku gak bisa, Guntur." tolakku sambil menggeleng.

"Apa lo takut dengan Mentari dan cibiran satu sekolah? Senja, gue janji bakal melindungi lo. Please, let me be yours."

"Guntur, aku gak-"

"Please," potongnya.

"Aku gak bisa." lirihku untuk kedua kalinya.

"Apa perjuangan gue masih belum jelas? Apa lo masih gak ngerti sama seluruh permintaan yang gue minta ke lo? Itu karena gue pengen ada di dekat lo terus, Senja. Gue merasa nyaman kalau ada di dekat lo. So..." Guntur menggenggam erat kedua tanganku. Meyakinkanku bahwa ucapannya tadi bukan sebuah kebohongan. Dia ingin menunjukkan keseriusannya. Aku bisa merasakan itu. "Please, Senja."

Aku menghela napas. "Kalau kamu beneran cinta sama aku, tolong penuhin permintaan aku ini."

"Apapun itu, akan gue penuhin."

"Jauhin aku."

Badannya menegang. Perlahan genggamannya melemah. Tak kusia-siakan kesempatan itu untuk melepaskan tanganku. Aku meletakkan kedua tanganku di atas pahaku. Mengepalkan dengan kuat agar Guntur tak bisa menggenggamnya lagi.

"Oke, kalau memang itu mau lo, gue bakal turutin."

Seketika aku tergugu. Kukira dia akan menolaknya mengingat sifat Guntur yang keras kepala. Dia malah menyanggupinya. Aku menggigit bibir dalamku. Sebagian dari diriku seakan tak terima. Apa keputusan yang kubuat ini salah? Aku berperang dengan hatiku. Apa yang harus kulakukan sekarang? Apa aku harus menahannya? Atau melepaskannya pergi?

Dan yang bisa kulakukan hanya duduk terdiam seperti patung yang bernapas.

"Asal lo tau, gue akan selalu nunggu lo. Gue bakal datang lagi, di saat lo udah siap nerima gue."

Pintu kelas tertutup. Aku menghembuskan napasku dengan kencang. Ada apa denganku? Dari dulu aku mengharapkan ini, kan? Tapi kenapa aku membiarkan Guntur pergi? Bahkan menyuruhnya untuk menjauhiku? Bisa saja tadi aku menahan lengannya lalu mengatakan bahwa aku juga mencintainya.

Sebenarnya siapa pemilik hatiku?

***

Bel istirahat kedua sudah berbunyi. Aku memasukkan buku-bukuku ke dalam tas. Semua orang berhambur keluar. Terbukti, tak terdengar suara bising yang biasa mereka buat.

"Hei, Senja."

Oh, ternyata masih ada satu orang. Aku mengenalinya sebagai Feby, gadis yang duduk di sampingku. Tumben sekali dia menyapaku. Aku tersenyum tipis menjawab sapaannya.

"Gue pengen ke perpus nih, mau cari buku buat bahan bacaan ulangan Biologi besok. Tapi gue gak ada temen. Lo mau temenin gue sebentar gak?"

Aku mengangguk. "Ya udah, ayo."

Senja dan FajarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang