"Makasih, ya. Kamu udah anterin aku pulang." Aku tersenyum pada Fajar. Sore ini menjadi sore paling menyenangkan selama hidupku. Ya, aku harus berterima kasih padanya, kan?
Fajar mengacak rambutku. "Ya, sama-sama. Kamu masuk gih. Orang tua kamu pasti cariin."
"Eh, kamu mau masuk dulu?" tawarku.
"Gak usah, deh, udah malem. Kapan-kapan aja, ya?"
"Alhamdulillah, akhirnya non Senja pulang juga!" seru seseorang yang kuketahui sebagai Pak Usman. "Makasih udah bawa non Senja pulang, Fajar."
"Ah, gak masalah, Pak." Fajar beralih padaku. "Aku pulang dulu."
Aku mengangguk. Setelah Fajar pergi, Pak Usman mengajakku masuk. Saat aku bertanya kenapa Pak Usman begitu akrab dengan Fajar, Pak Usman tertawa kecil. Dia bilang, dia sudah lama mengenal Fajar.
Saat aku masuk rumah, kudengar seseorang berlari dan memelukku erat. Dia bersorak panik.
"Ya ampun, kamu kemana aja, sayang? Dari tadi kami telpon, ponsel kamu malah gak aktif. Kami cari ke perpustakaan kota kamu gak ada. Kamu gak apa-apa, kan?" tanya Bunda cemas.
"Tadi aku ke taman sama temen aku." jawabku. "Aku gak apa-apa, kok. Maaf tadi aku gak bisa hubungin Bunda. Ponsel aku tadi mati. Fajar bilang, baterainya habis."
Seketika Bunda melepaskan pelukannya. "Fajar?"
"Fajar itu temannya non Senja di perpustakaan kota. Ibu tenang aja, dia anak yang baik."
"Beneran kamu gak apa-apa? Dia gak macem-macem sama kamu, kan?" tanya Bunda selidik.
"Aku beneran gak apa-apa, Bun. Gak usah khawatir." Aku tertawa kecil. "Aku mau mandi dulu."
"Ya udah, habis itu kamu makan malam, ya."
Aku mengangguk kuat. Aku dituntun Bunda sampai ke depan kamarku. Aku kaget saat mendengar suara tepat saat aku sudah menutup pintu.
"Bagus, ya. Lo baru pulang. Enak pacarannya?"
Dan suara itu bernada sinis. Berasal dari kakakku.
"Kak Surya? Bukannya kakak-"
"Gue udah balik ke Bandung? Oh, please, tadinya gitu. Tapi, di tengah jalan gue ditelpon bunda, kalo lo hilang. Ponsel lo gak bisa dihubungin. Gue balik lagi kesini dan ikut cariin lo."
Kak Surya rela kembali demi mencariku? Betapa aku ingin mencari kalender dan menandai hari ini. Hari ini hari bersejarah. Ini kali pertama dia mencemaskanku. Senyumku semakin lebar saat mengetahui itu.
"Asal lo tau, gue balik bukan karena lo, gue balik karena bunda. Karena gue tau Bunda pasti nangis karena lo hilang tiba-tiba."
Kedua sudut bibirku menurun begitu saja. Seakan ada kekuatan ajaib saat Kak Surya mengucapkannya. Dia mencariku bukan karena dia menyanyangiku. Dia kembali bukan demi aku.
Apa serendah itu aku di matanya?
"Gue saranin lo pasang telinga lo baik-baik. Seenggaknya, lo masih punya telinga buat mendengar semua ucapan yang selama ini membusuk dalam hati gue."
Aku meneguk ludahku. Entah kenapa, instingku mengatakan bahwa aku harus memegang persaiku lebih kuat lagi.
"Bisa gak sih, sekalii aja, lo itu gak nyusahin ayah sama bunda? Jangan karena lo punya kekurangan, lo bisa meminta apapun yang lo sukai. Gue udah banyak mengalah buat lo. Gue tau diri, mewujudkan mimpi gue sendiri dengan usaha gue sendiri. Bukan kayak lo, mimpi ketinggian tapi apa? Lo gak berusaha sendiri. Lo ngemis-ngemis di depan ayah dan bunda untuk mengabulkan permintaan lo, mewujudkan mimpi lo. Ah, gue jadi ingat masa lalu, tiga tahun yang lalu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Fajar
Teen FictionFirst story of Sky Trilogy Hanya tiga hal yang membuat Senja penasaran: bumi, pemandangan senja, dan sosok Fajar. Copyright © 2016 by lavendelion. All rights reserved.