0. KKN Ini Akan Terasa Membosankan, Siapa Peduli?

1.1K 82 86
                                    



AKU benar-benar mengutuk diriku sendiri telah ikut serta menjadi bagian dari rombongan yang ada di dalam bus ini. Sembilan belas orangmenjadi pionir dalam hal konyol di kampus kami.

Kuliah Kerja Nyata Terintegrasi, disingkat KKN-Integrasi. Merupakan sebuah program cerdas sekaligus menyedihkan yang dicetuskan oleh rektor universitas kami yang tercinta. Mengumpulkan mahasiswa yang sangat susah menentukan tempat kuliah kerja nyata atau tempat magang, mahasiswa yang tidak mau sama sekali repot dengan KKN-nya, atau—yang paling ngenas—mahasiswa yang sudah pasrah dengan kegiatan wajib setiap mahasiswa angkatan tua.

Untuk kasusku, lebih menyedihkan lagi. Aku baru menyadari bahwa aku harus mengambil KKN untuk semester ini. Sadarnya baru tiga minggu sebelum batas waktu pengumpulan proposal magang. Kegoblokan ini bukan dikarenakan aku malas atau menjadi mahasiswa berperangai jelek yang sering membolos kuliah. Tidak, tidak, dan tidak. Aku adalah orang yang rajin. Aku hanya terlalu sibuk memikirkan topik apa yang kupilih dan di mana aku harus magang, hingga aku terlena lalu mengabaikannya.

Ini adalah tahun percobaan. Universitas menyiapkan tiga kloter untuk KKN-Integrasi. Aku masuk urutan kloter ketiga, KKN-Integrasi pertama. Nyatanya, kami tidak lain dan tidak bukan hanyalah sekumpulan kelinci percobaan kebijakan pendidikan. Kami adalah kelinci-kelinci percobaan yang siap—lebih tepatnya terpaksa—menjadi martir pengembangan kualitas pendidikan perguruan tinggi nasional.

Yah ... tidak usah diperdebatkan soal percobaan itu. Nyatanya, aku sendiri yang akhirnya menginjak ranjau, hingga pada akhirnya aku mengikuti KKN-Integrasi. Aku berada di kloter ketiga. Aku tidak mempermasalahkan KKN-Integrasi, tetapi aku sendiri di antara seluruh temanku satu angkatan dan satu jurusan yang ikut. Yang berarti ... kemungkinan besar, bila KKN-Integrasi gagal, aku adalah orang satu-satunya di jurusanku yang jadi korban produk gagal.

"Yo, kita baru bertemu di KKN-Integrasi ini, 'kan? Namaku Septian Bekti. Aku punya banyak nama panggilan sih, tetapi panggil saja Bekti. Salam kenal!" laki-laki yang duduk di sebelahku menyambutku dan memperkenalkan diri.

"Ah, aku Narendra Surbakti. Panggil saja Rendra," balasku.

"Omong-omong, hari ini kau tampak berdiam diri saja dari kita berangkat? Apa kau menyesal mengikuti KKN-Integrasi ini?" tanya Bekti.

Aku sedikit terperanjat seraya menoleh ke arah Bekti. Hah? Bagaimana dia bisa tahu?

"Ah ... bisa dibilang begitu. Korban percobaan. Namun, bisa dibilang aku tidak terlalu menyesalkan keputusanku untuk ikut ini sih," elakku.

"Yah, mau bagaimana lagi. Kalau mau maju, pasti ada yang dikorbankan. Ah, sudahlah. Kuharap, kita bisa saling bantu waktu KKN nanti, oke?" Bekti mengacungkan jempol. Aku hanya menaikkan alis sebagai tanda setuju, lalu kembali memandang ke luar jendela.

Keadaan di bus cukup ramai dengan ocehan, kasak-kusuk, atau tawa yang meledak gara-gara guyonan receh. Aku cukup mengerti orang yang di sebelahku, Septian Bekti, ternyata adalah orang yang jago melawak. Wajahnya saja sudah tampak seperti pelawak. Tenang, keberadaannya cukup dibutuhkan untuk memecah kebosanan atau kebekuan situasi.

Kelompok ketiga yang berangkat ini rencananya akan mengadakan kerja nyata di sebuah daerah yang berada di Banyuwangi, wilayah paling timur di pulau Jawa. Ah, masih banyak persepsi yang mengatakan kalau Banyuwangi adalah tempat yang cukup terpencil dan bersuasana mistis yang kental, terutama kalau urusan menyantet. Belum lagi kisah tentang Alas Purwo yang menyimpan sejuta misteri lain.

Bicara soal mistis, siapa yang tidak kaget dengan sosok makhluk bermuka seram dan membuat kaget orang? Jin, setan, hantu, poltergeist, makhluk halus, roh. Semuanya tentang kisah yang begitu menyeramkan. Yah, aku sih juga tidak begitu takut dengan yang begitu, tetapi aku takut dengan hal-hal yang membuat kaget. Aku benci akan hal itu. Agaknya film horor zaman sekarang lebih mengandalkan efek kaget—biasa dinamakan jumpscare—daripada sensasi horor itu sendiri. Yah, nilai jual horor telah bergeser menjadi ajang kaget-mengageti. Hitung, berapa banyak film horor yang memakai jumpscare?

THE BACKWOODS LOST - ARCHIVEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang