4. Principle of Closure

341 61 9
                                    

Bagaimana seorang pemburu profesional bisa mengenali hewan buruannya—misalkan rusa—meski itu berada di jarak puluhan meter, di balik dedaunan, dahan pohon, atau semak? Karena pemburu tersebut tentu sudah tahu kalau itu hewan rusa, meski tertutup dedaunan atau pohon. Mereka tidak perlu mendekat, melihat rusa secara utuh hanya untuk mengatahui apakah itu rusa atau bukan. Contoh yang lain, adalah ketika kamu dengan hebatnya mampu membaca dengan benar, kertas fotokopian yang memuat materi ujianmu. Walaupun beberapa hurufnya hilang atau buram, kau masih bisa membaca. Hal itu sering disebut principle of closure. Kecenderungan manusia untuk menyelesaikan pengalaman yang belum lengkap.

Hal itu yang kami alami sekarang.

Biru laut. Kotak abu-abu.

Walau tertutup pepohonan, kami bisa tahu apa yang ada di depan. Itu bus kami. Kaleng bergerak yang membawa kami ke dasar jurang dan menerobos hutan. Hampir 2 jam 47 menit kami menyusuri hutan, kami hanya berputar-putar. Aku tidak perlu mendekat untuk mengetahui kalau di depan itu bus. Warna kontras yang kami kenal di antara pepohonan itu sudah terpatok di pikiran setiap orang, kalau itu adalah warna bus yang kami tumpangi.

"Sial, kenapa kita hanya berputar-putar!?" Des—pria cerewet yang ingin kutendang bokongnya itu—untuk kesekian kalinya mengomel.

"Sekarang, sudah dibilang dari awal, kalau kita semua tidak boleh panik. Itu syarat pertama ketika kau tersesat di tempat semacam ini," tegurku.

"Ta-tapi ... kami benar-benar ketakutan!" sanggah satu orang dari pihak perempuan.

"Justru di saat kita benar-benar ketakutan, hal semacam ini bisa terjadi," jelasku pada perempuan itu.

Bethlehem yang mulai paranoid, langsung mencicit, "A-apa ini ulah dari roh halus?"

Aku mengernyitkan dahi, seraya mencibir, "Beth, ketakutanmu terlalu berlebihan. Tanpa navigasi yang bagus, tanpa adanya pengetahuan tentang daerah ini, kita seperti berjalan dengan mata tertutup."

"A-apa maksudnya?" tanya Beth.

"Kita hanya berbekal kompas. Semua GPS mati. Tidak ada yang bawa peta daerah ini. Meskipun kita punya orang dengan pengalaman penjelajahan alam yang ahli, kemungkinan besar kita tersesat, lalu berputar-putar di hutan ini masih besar ...," jelasku.

"Lalu ... sekarang bagaimana, Tuan-Sok-Tahu!?" cibir Des. Aku mendengus ketika ia memanggilku dengan panggilan 'menjijikan' semacam itu. Kautahu, aku benar-benar ingin menghajar Des. Sayangnya, aku masih sayang dengan ketenangan. Terlalu repot bila berurusan panjang dengan orang semacam dia, apalagi di saat aku berada dalam kelompok magang yang seharusnya tidak kuinginkan.

"Tidak ada cara yang lebih simpel daripada tenang, menurutku." Adrian mulai angkat bicara.

"Whoa-whoa! Dari kemarin kalian bicara tenang, tenang melulu! Mana bisa kita tenang, ketika kita dalam keadaan kesasar di tengah hutan seperti ini!?" Des mulai kehilangan kesabaran.

"Justru karena dengan semakin panik, semakin besar kemungkinan kalian akan tersesat! Bahkan berputar-putar kembali ke tempat semula! Sedikit kepanikan dan hilang konsentrasi bisa buat kalian melenceng beberapa derajat dari haluan!" Ronny berbadan tambun—yang tampaknya sudah muak dengan Des—mulai ikut menimbrung persoalan. Menyalahkan Des tentunya. Muka Des sudah seperti orang kesal dengan lipatan murung di beberapa sudut wajah yang mulai terlihat.

"Yang teman kalian katakan benar. Sudah bapak ingatkan dari awal untuk tidak panik dalam kondisi sekarang." Sebelum semuanya bertambah ricuh, Profesor Abram menengahi.

"Profesor, bagaimana ini? Teman-teman mahasiswa sudah berjalan cukup lama, malah kembali ke tempat ini? Kita tidak bisa terus-terusan tinggal di tempat seperti ini. Apa kita akan mencoba untuk kembali mencari jalan keluar?" tanya Pak Baek. Mayoritas orang mulai menampakkan raut muka resah, gelisah, atau kesal.

THE BACKWOODS LOST - ARCHIVEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang