48. Sayonara, Sampai Berjumpa Pulang

113 18 2
                                    


Oke, untuk yang pertama saya kesal karena saya terpaksa menulis pengumuman ini dua kali, entah kenapa server tidak menyimpan pengumuman saya ketika saya sedang browsing di tab lain. Oh, mengganggu suasana di pagi hari saja ini.

Jadi ... gini. Saya terpaksa untuk menulis ulang—dan mempublikasikan ulang—chapter 48, setelah saya tertabrak konsep baru yang sama matangnya. Bagi para pembaca yang telah membaca Chapter 48 sebelumnya, mungkin kalian akan menemukan perbedaan besar pada akhir cerita, jadi saya sarankan untuk membaca ulang bab ini. Bagi yang belum ... ya tidak apa-apa sih.

Okey ... dalam bulan-bulan ini saya kebanjiran banyak project, dan beruntung Part 3 TBL sudah selesai, tapi .... Yha. Saya tertabrak sebuah konsep baru yang sebenarnya akan saja jadikan ... (apa? Spin-off? Alternate Story?). Nah, setelah saya baca part 3 lagi ... rasanya saya berpikir kalau part 3 nanti bakal terasa aneh dan  terasa berat kalau dipahami para pembaca. Mau tidak mau, karya yang terkesan aneh dan nanggung itu pun akhirnya saya rombak dan saya memulai ulang part 3 yang baru (Oh, tidak masalah baru lagi ...). Ya, 24 bab dengan 2k-2,5k/bab nya bahkan ada kemungkinan kalau babnya malah nambah (Oh, oke ...).

Jadi ... maafkan atas ketidaknyamanan dan sedikit penundaan ini. Saya usahakan TBL part 3 akan tepat waktu. Akhir kata, selamat membaca (kembali).

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

48 Hari kami di Tirtanan.

Benar saja, setelah aku mengetahui rahasia dari Tirtanan itu, malam harinya, tiba-tiba seluruh anggota kelompok KKN-Integrasi dipanggil di rumah Kades Kusno. Para pembimbing KKN sudah menyambut kami untuk segera masuk di ruang tamu lesehan yang cukup luas itu. Aku melihat Prof. Abram, bersama dengan Bu Utari dan Dr. Baek terlihat berbincang serius. Aku bisa menebak, apabila penuturan dari Sitaresmi benar, maka sudah pasti Prof. Abram yang mengetahui rahasia di balik Tirtanan—juga bagaimana ia keluar dari tempat ini—akan menginformasikan satu hal.

"Kita akan keluar dari Tirtanan besok lusa," ujar Prof. Abram setelah menenangkan para anggota KKN dan menyampaikan pengantar.

Kontan, seluruh anggota terkejut mendengarnya. Rasa yang tercipta dalam ruangan itu bercampur menjadi satu. Senang, gembira, merasakan kebebasan yang sempat terenggut, berpelukkan dengan suka cita, berteriak-teriak mereka akan pulang.

Mereka tidak akan pusing lagi dengan hilangnya sinyal di daerah ini. Mereka tidak akan pusing harus mandi di sungai. Mereka tidak akan pusing harus bergulat dengan sawah dan ternak warga. Mereka tidak akan takut terjadi pertempuran atau teror di desa lagi. Mereka bisa kembali ke mall, toko buku, pusat perbelanjaan, dan ingar-bingar peradaban post-modernisme. Kenyataan bahwa mereka dapat kembali ke kota, meninggalkan Tirtanan adalah satu hal yang sangat menyenangkan. Setelah hampir dua bulan mereka diambang pintu hidup-mati dalam mempertahankan diri dari ganasnya alam liar Tirtanan.

"Bagaimana cara kita keluar dari sini, Pak?" Satu pertanyaan terceletuk dari Ferdyan.

Lalu, Prof. Abram mulai menjelaskan, hampir persis seperti penuturan Sitaresmi padaku, mengenai rahasia di balik Tirtanan.

"Dalam dua hari ke depan, matahari berada tepat di puncak titik ekuator, atau yang biasa disebut equinox. Di hari itu, selama beberapa menit, selubung gaib yang menyelimuti Tirtanan akan terbuka, membuat dunia ini terhubung dengan dunia kita yang ada di luar. Hal itu dikarenakan ada refraksi dari sebuah paku bumi yang berada di jantung Hutan Timur," ungkap Prof. Abram.

Kemudian pertanyaan-pertanyaan untuk meminta Prof. Abram melanjutkan penjelasan mulai dilontarkan oleh beberapa orang.

"Kapan kiranya waktunya, Prof?" tanya Adrian.

THE BACKWOODS LOST - ARCHIVEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang