16. Iblis yang Berkuasa di Siang Hari

231 44 2
                                    


Siang hari, tetapi rasanya sudah seperti hampir senja. Cahaya matahari samar-samar menembus kanopi pepohonan hutan belantara ini. Rasanya tidak begitu panas, agak sejuk, dan lembap. Aku terengah-engah, berhenti untuk mengambil napas, sesekali menoleh ke sekitar. Mencari di mana Ann gerangan.

Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran Ann. Ada kemungkinan, ia sengaja mencari momen untuk lari ke dalam bahaya, dengan ikut bermain bersama anak-anak itu di dalam hutan. Kemudian, ketika ada bahaya, ia malah menghampirinya. Terlepas dia sempat kaget dan takut ketika mendengar cerita monster yang dituturkan pemburu tadi. Sekelompok pemburu yang lari karena seekor monster di dalam hutan bukanlah suatu hal yang diremehkan. Gobloknya, aku malah menantang maut, lari ke hutan dengan harapan menemukan Ann sebelum terlambat.

Aku membuka tempat peluru di dalam senapan tersebut. Masih tersisa tiga buah peluru. Tiga buah pelor bulat berukuran kira-kira seukuran kacang goreng. Aku mengokang senapan angin itu, yang ternyata cukup membutuhkan tenaga bila tidak terbiasa dengan senapan ini. Sumpah ini cukup berat. Aku berharap tidak salah tembak duluan. Aku kembali berjalan sembari menyandangkan senapan yang kubawa.

Dua hal yang bakal menyulitkanku. Pertama, monster sialan itu. Aku tidak tahu, apakah tiga pelor seukuran kacang goreng dapat menyelamatkanku dari monster misterius yang membuat para pemburu ketakutan. Seukuran apa monster itu? Juga, apakah monster itu kuat? Lincah? Tentu akan merepotkan. Yang kedua, aku masih belum hafal area hutan, meski aku mempelajari ruteku untuk masuk hutan. Merepotkan lagi, bila harus kesasar.

Kira-kira, seratus meter di depan, aku menangkap ada pergerakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kira-kira, seratus meter di depan, aku menangkap ada pergerakan. Aku segera bersembunyi di balik pohon sembari mengintip sesuatu yang bergerak. Aku menyaksikan sosok yang agak pendek yang cukup kukenal. Aku tidak mau cepat menyimpulkan. Sosok itu tengah berjalan sembari keluar dari semak hutan.

Itu Annelies.

"Hoi, Ann!" teriakku. Dia sempat berpaling ke arahku, tetapi ia malah lari dariku.

"Jangan kejar aku!" teriaknya.

"Hoi! Bahaya! Kembali!" Aku mengejar Ann. Dia sedikit lambat, jadi aku dapat mudah mengejarnya.

Di saat aku hampir berjarak barang tiga atau empat langkah, Ann sempat menjerit dan terjerembap ketika ada sosok lain yang tiba-tiba mengagetkannya.

"Gawat!" Aku segera menghampiri Ann yang terjatuh. Kedua matanya merah dan pipinya basah, bekas air mata.

"Ann ... kau tidak apa-apa?" Aku mengguncang pelan bahu Ann.

"I-iya ...,"

Tiba-tiba suara kerosak semak mengagetkanku. Aku berpaling.

Sosok seperti manusia, agak besar, bertelanjang dada, dan hanya memakai celana pendek. Kumal. Berambut panjang hitam gimbal, meringis dengan gigi-giginya yang kuning, serta liur yang menetes menatapku tajam. Tangannya yang berambut lebat urakan dan berotot cukup kekar itu menggenggam sebuah katana. Yap. Katana.

THE BACKWOODS LOST - ARCHIVEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang