29. Paprangan Alas Kulon

177 31 20
                                    

Author Notes : Umm ... hey, so untuk yang pertama, mohon maaf atas keterlambatannya. Well, ada suatu hal terkait masalah kesehatan yang membuat saya jadi tidak dapat memposting untuk Chapter 29 di minggu kemarin. Jadi, saya putuskan untuk menguploadnya hari ini. Terima kasih dan selamat membaca :)

_______________________

Aku jatuh cinta kepada Ningsih Soekarliek.

Dua pekan aku berada di Tirtanan, aku jatuh cinta kepada Ningsih Soekarliek. Ah ..., si kroco Ronny, Adrian, Bethlehem, dan Kei terus-terusan membicarakan kecantikan dari kembang desa itu setiap harinya. Kupikir, bahwa aku akan bersaing dengan orang-orang itu. Aku ini wong ndeso dengan muka tampan yang ndeso pula. Rambut pendek, keriting, dan sisinya seperti terserempet bis. Kupikir ini yang menjadi daya tarikku, meski Rendra terus menjulukiku 'Tukang Lawak Paling Ganteng Se-Kelompok KKN'.

Jika orang mendebatku mengenai mengapa aku jatuh cinta kepadanya, tentu saja aku akan berkata hormon di otak, libido tinggi para lelaki-lah yang membuatku jatuh cinta kepada Ningsih. Sungguh hipokrit jika menjawab, "Oh, karena dia bersifat sopan, lembut, baik, ramah." Sifat tanpa raga hanya menjadi sebuah definisi. Lelaki butuh wujud dari sifat-sifat itu. Aku melabelkan sifat-sifat baik itu, sesuai dengan apa yang kulihat dari bentuk manusia bernama Ningsih Soekarliek.

Aku tertawa. Tertawa terbahak-bahak, ketika diinterogasi, "Deskripsikan Ningsih menurut libidomu, Bek." Tentu saja dia cantik! Rendra dan Yamada-san kompak menyebut Ningsih sebagai Yamato Nadeshiko, yang secara harfiah diartikan sebagai 'perempuan yang ideal'. Cantik dalam rupa, bentuk tubuh yang agak kecil, dengan rambut yang tergerai indah. Rapi dan rajin membantu orangtuanya. Ramah malu-malu kepada kami, orang-orang baru. Lalu aku tertawa ketika menyadari, tipeku adalah orang yang seperti itu.

Aku tersenyum. Tersenyum ketika orang akan bertanya, "Jadi, apakah kau berhasil mendapatkan Yamato Nadeshiko-mu?"

Aku tersenyum getir. Getir yang menyisakan sebuah luka yang menganga di kepala. Pak Soedja bercerita bahwa Ningsih berusaha menjadi ibunya yang memiliki sifat serupa. Ningsih merepresentasikan usaha untuk menjadi ibunya, hanya karena dia ingin terus mengingat kebaikan ibunya.

Suatu malam. Ketika pecah teror pertama Kah Raman. Dua belas hari lamanya. Seperempat penduduk Tanah Surga dan Tirtapura korbannya. Yang menemukannya adalah Nan Dase dan Pak Soedja. Ibu Ningsih telah diguna-guna dan dijadikan bonekanya Kah raman sedemikian rupa. Hilang kendali dan jadi bonekanya Kah Raman menyebarkan ilmu gelap nenek tengik itu. Karena tidak tertolong dan situasi yang semakin parah, maka tidak ada pilihan lain selain membunuh istri dari Soedja Soekarliek. Beliau sendiri yang membunuhnya.

Sebelum mati, istri Pak Soedja berkata sembari tersenyum, "Jagalah Ningsih."

Lalu, ketika Ningsih kecil keluar dari tempat perlindungan untuk mencari ibunya, ia hanya menemukan bapaknya sembari memegang bedil.

Ningsih bertanya, "Di mana ibu, pak?"

Pak Soedja hanya menangis sembari memeluk Ningsih kecil. Ia tidak mampu berkata-kata.

Aku terdiam. Terdiam dalam kesakitan dan kehilangan. Semua orang bermuka suram dan nelangsa sore itu. Para lelaki bergeming menatap bumi. Annelies menangis sesenggukan terus sore itu. Rendra sering menengadah sembari menghelakan napas panjang dan memejamkan mata. Pak Soedja mengerang tangis sembari memeluk jasad dari satu-satunya orang yang dikasihinya selama ini. Beliau menjustifikasi dirinya sendiri, bahwa ia adalah produk gagal di dunia yang kejam ini.

25 hari kami berada di Tirtanan, pukul empat sore. Jasad Ningsih Soekarliek dimakamkan di samping makam ibunya, setelah dibersihkan dan disalatkan. Aku bersumpah. Sumpah yang kuikrarkan di Tanah Surga yang ternoda ini. Aku akan membunuh siapa pun yang membuat Ningsih menemui ajalnya. Kah Raman adalah prioritas utama untukku balas dendam. Meski tangan ini ternoda oleh dosa, aku telah bersumpah.

THE BACKWOODS LOST - ARCHIVEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang