17. Nan Dase

230 44 0
                                    

Kisah ini kembali kututurkan, sesuai dengan cerita Soedja Soekarliek. Salah satu warga Desa Tirtanan yang sempat bertemu denganku dan Ann di hutan. Sesaat setelah aku dan Ann berhasil kabur kembali ke desa, Pak Soedja masih berada di hutan. Orang yang bernama Sumual, residivis Nusakambangan yang sedang dicari-cari, karena lepas dari selnya. Dia adalah salah satu pelaku pembunuhan berantai di daerah ibu kota.

Pak Soedja bertemu dengan para penduduk desa lain, mengejar Sumual. Termasuk di antaranya adalah Pak Kepala Desa Kusno. Kelompok yang memburu Sumual bukan main-main. Mereka terdiri dari 25 orang bersenjata lengkap. Sepuluh orang di antaranya adalah Orang-Orang Suku Bersarung yang sudah andal melacak keberadaan seseorang, terutama Nai, yang menjadi 'ajudan' Nenek Ketua.

"Sial, ke mana dia?" umpat Pak Kusno, ketika bertemu dengan Pak Soedja.

"Iblis jadi-jadian itu? Dia kabur ke dalam hutan," tutur Pak Soedja seraya menunjuk ke arah dalamnya hutan. Hari semakin siang, seharusnya para pemburu bisa dengan mudah menemukan manusia berbahaya. Pak Soedja segera memungut senapan angin miliknya, ikut mengejar bersama warga lain.

"Kita tidak boleh biarkan dia berkeliaran di daerah ini, Soedja!" tutur Pak Kusno.

"Lima orang pemburu tidak dapat menghadapinya, Pak Kades!" sanggah Pak Soedja, seraya mengokang senapan anginnya.

"Apa dia memang kriminal?" tanya Pak Kusno tidak kepada siapa-siapa.

"Kriminal?" Pak Soedja mengerutkan dahi.

"Anak-anak itu memberitahuku kalau ada orang yang kabur dari penjara, kira-kira sepekan yang lalu. Tahanan itu kabur dan nyasar di tempat ini," ujar Pak Kusno.

"Apa dia berbahaya?"

"Iya, pelaku pembunuhan berantai di ibu kota."

Pak Soedja menghela napas, seraya berkata, "Tidak heran. Saya dan remaja bernama Rendra itu hampir dibunuhnya."

Perburuan semakin sengit, ketika salah seorang dari warga melihat Sumual. Semua orang langsung terpaku pada satu titik, di mana Sumual akhirnya kelihatan punggungnya dari kejauhan.

"Nai, bagaimana?" seru Pak Kusno pada Nai yang ada di depannya.

"Dia ke sana!" Nai menunjuk ke arah depan. Dari kejauhan, manusia gondrong berbahaya itu tampak lari dari kejaran beberapa warga. Beberapa suara tembakan senapan angin terdengar. Di luar dugaan, Sumual ternyata cukup gesit, berkelit dari tembakan warga.

Di saat Pak Soedja dan Pak Kusno hampir mendekati Sumual, Pak Kades berseru, "Menyerahlah, Sumual!"

"Sial ... dia cukup gesit juga ...," geram Pak Soedja.

Dari hutan yang menjadi tempat perburuan Sumual, warga desa kini mulai menapaki rawa kecil di tengah hutan. Kelembapan yang tinggi, kubangan air yang seiring ditemui, tanah-tanah lembek dan licin yang mengakibatkan seseorang mudah terpeleset ketika salah injak.

Tanpa diprediksi, tiba-tiba Sumual berbalik arah dan menerjang Pak Soedja. Celakanya, hanya ada seorang Pak Kades paruh baya. Nai dan yang lainnya tertinggal di belakang.

"Keparat!" umpat Pak Soedja. Sumual dan Pak Soedja saling tangkis. Sumual telah menghunuskan belatinya, tetapi Pak Soedja menahan tangan Sumual. Mereka berdua berjibaku, saling menyerang dan menahan.

"MATI KAU!" Hentakkan keras Sumual, hampir membuat Pak Soedja oleng. Ujung belati yang digunakan Sumual sempat menyayat pakaian beliau.

"Soedja!" teriak Kepala Desa Kusno. Sumual sempat terkecoh dan kuda-kudanya melemah, sehingga hal itu dimanfaatkan Pak Soedja untuk mendorong Sumual. Sumual terjatuh dalam kubangan lumpur, yang ternyata adalah lumpur isap. Perlahan-lahan, tubuh Sumual tertelan lumpur isap tersebut. Sumual yang meronta malah membuatnya terserap semakin dalam.

THE BACKWOODS LOST - ARCHIVEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang