Chapter 2 : Pertemuan

81.3K 3.9K 31
                                    

Ansefa Side

Aku melangkahkan kakiku kesal, bagaimana bisa? Bagaimana bisa ia mengajukan syarat yang terdengar aneh?

Aku menggelengkan kepalaku kuat, besok sepulang sekolah aku akan mencoba untuk datang keperusahaan itu dan meminta pekerjaan darinya. Aneh, sungguh.

Aku menghela nafas, melangkah melewati beberapa gang kecil.

'Tak tak tak tak'

Hey? Aku mendengar suara langkahan sepatu seolah mengikutiku. Aku menatap sekelilingku, tetapi aku tak menemui siapapun. Aku mempercepat langkahku, tetapi suara langkahan kakiku itu seperti semakin cepat. Aku yakin, jika aku berbalik tak akan ada gunanya karena nyatanya ia akan bersembunyi.

Tetapi sesampainya dirumah, aku bisa bernafas lega. Setidaknya, aku bisa selamat dari kejaran langkah misterius itu.

Aku membuka pintu rumahku, dan menutupnya kembali, melepas jaketku dan menaruhnya sembarangan diatas sofa. Aku memilih terduduk di sofa dan memejamkan mataku.

Aku kesal, marah. Bagaimana bisa kampus itu mengajukan persyaratan diluar akal sehat? Apakah ini karena sesuatu? Ah! Lupakan! Masalah apa yang menyangkut tentang diriku? Memang siapa aku?

Aku membuka mataku, dan menatap kearah jam yang berada didinding ruangan ini. Waktu sudah menunjukan pukul 20.00 yang berati aku harus membersihkan diriku. Aku bangkit dari duduk malasku, dan melangkah untuk membersihkan diriku.

Setelah itu, baru aku tidur~

####

Esoknya, aku menduduki sebuah jok mobil dan menatap kearah jendela mobil disebelahku. Orang orang berlalu lalang, dan beberapa toko sudah kulewati. Cahaya matahari mulai menembus indra penglihatanku, aku menatap kearah arlojiku sebentar dan waktu sudah menunjukan pukul 9.00. Apakah taksi ini akan sampai tepat waktunya?

Hari ini, tujuan utamaku adalah Achila.Inc, sebuah perusahaan yang kuketahui cukup besar. Yang aku tahu, itu adalah sebuah perusahaan property dan industri terbesar di negara ini. Aku hanya menghela nafas, ini sulit bagiku.

'Drrrttt'

Aku yang merasakan ponselku bergetar dengan cepat aku merogoh saku celanaku. Aku mengambil ponselku dan menatap kearah layar ponsel.

Ini dari Patrick.

Entah kenapa, dadaku mulai bergemuruh, ada rasa senang mulai menyeruak di dalam diriku. Dadaku mulai berdetak dengan kencang, tetapi tanpaku sadari jariku mengangkat telfonnya.

"Ha-hai?" tanyaku gugup. Astaga, rasanya benar benar aku ingin berteriak keras.

"Ansefa? Itu kau?" tidak! Ia memanggil namaku dengan lembut dari seberang sana. Apa yang harus aku lakukan?

"Y-ya Patrick, ada apa?" tanyaku senormal mungkin, walaupun dadaku sangat kontradiksi dengan kondisi yang kuciptakan.

"Kau ada waktu malam ini? Kau ada dimana? Mau kujemput?" aku terdiam mendengar perkataanya.

Ia berkata apa barusan? Apa aku tak salah dengar?

"He-Hey! Ada apa ini Path? Tak biasanya kau bertanya demikian" ucapku sedatar mungkin. Astaga, pria ini!

Aku tak mendengar jawaban dari seberang sana, dan aku memilih untuk menghela nafas. Jujur, Patrick adalah temanku dan aku menyukainya. Ia memiliki sifat yang membuatku nyaman. Tetapi, mendengar ia berkata seperti itu barusan membuatku aneh, tetapi nyaman.

"Sudah, katakan saja nanti malam kau ada dimana?" tanyanya, aku hanya tersenyum. Aku benar benar ingin berteriak.

"Aku ada di perusahaan Achila.Inc." ucapku

'Tut'

Eh? Kenapa ia memutuskan sambungan teleponnya? Apakah hanya ada keperluan itu saja?

Tetapi tak lama saat Patrick menutup telfon tersebut, aku sudah sampai didepan perusahaan Achila. Inc. Tanpa berkata apapun, aku memberikan uang kepada sang supir dan melangkah pergi memasuki perusahaan itu.

Aku menatap kearah gedung perusahaan itu, sangat tinggi. Kudengar, perusahaan itu memiliki banyak cabang di pelosok dunia, dan ini adalah kantor pusatnya bukan? Aku memiliki komentar positif terhadap gedung perusahaan ini. Diluar, tampak dengan desain yang menarik dan cukup unik. Aku menyukainya.

Aku memilih untuk kembali melangkah dan memasuki perusahaan itu. Saat aku memasuki lobby utama, banyak pelayan yang menyapaku dengan ramah dan tentu sopan. Aku cukup menyukai pelayanan yang diberikan disini.

"Maaf, nyonya?" tanya seorang pelayan, aku hanya menaikan sebelah alisku. Seorang wanita memanggilku saat ini.

"Ya?" tanyaku, ia tersenyum ramah kepadaku.

"Maaf, tapi ada keperluan apa anda disini?" tanya pelayan itu, aku hanya memutar bola mataku kesal. Bagaimana ini? Katanya aku disuruh kesini, tetapi saat aku tiba mereka malah bertanya.
Aneh.

"Pertama, perkenalkan namaku adalah Ansefa, dan-"

"Ceo sudah menunggumu dilantai 12, nyonya" aku hanya menatapnya datar tanpa mengatakan apapun. Sepertinya wanita ini tidak memiliki tata krama sehingga ia senang sekali memotong pembicaraanku seperti ini.

"Terima kasih" kataku datar dan melangkah pergi. Aku melangkah menuju lift, dan menekan tombol 12. Aku menatap arlojiku sebentar dan tersenyum lega.

Aku tepat waktu saat ini.

Sesampainya di lantai 12 pintu lift terbuka, dan aku disuguhi oleh pemandangan seorang wanita dengan meja kerjanya. Sku memilih keluar dari lift dan berdiri didepan meja kerja gadis itu dengan ramah.

"Permisi" ucapku sopan, wanita itu menatapku sebentar tetapi tak lama ia tersenyum kearahku.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya sekertaris itu sopan.

"Aku Ansefa dan-"

"Ceo sudah menunggu anda, nyonya" lagi lagi aku hanya terdiam saat ia memotong pembicaraanku lagi. Dasar.

"Terima kasih" ucapku dan mengetuk pintu CEO gila itu. Tempat meja kerja wanita itu tidak jauh dengan pintu si Ceo itu.

"Masuk!" pekik seseorang dari dalam, tanpa membuang waktu aku membuka pintu itu dan memasuki ruangan itu.

Aku melihat seorang pria duduk membelakangiku dan memegang sebuah kertas. Aku yakin ia memegang kertas.

"Duduklah" ucapnya yang membuatku terdiam. Suaranya terdengar sangat berkharisma dan gentle. Aku senang. Tanpa membuang waktu, aku menduduki kursi yang ada didepan meja kerjanya, dan tak lama setelah itu ia memutar kursinya dan menunjukan wajahnya seraya menaruh kertas diatas mejanya.

"Nona Ansefa.." ucapnya, aku hanya mengangguk. Ia menatapku sebentar dan aku yakin ini tatapan penilaian terhadap penampilanku.

"Kau terlalu sederhana, Ansefa" ucapnya, dalam hati aku sudah menggerutu kesal. Memang siapa dia yang mengomentari hidupku.

"Aku ingin langsung keintinya saja, Pak Ceo. Katakan, kenapa aku harus kesini? Kenapa?" tanyaku tak sabar dan sedikit kesal, sedangkan ia menunjukan ekspresinya yang tenang. Apakah ia tidak terkejut dengan perkataanku yang kurang ajar ini?

"Hari ini kau mulai bekerja" aku terdiam mendengar perkataanya. Tunggu, hari ini?

HARI INI?

"YAK! apa kau gila?!! Aku belum memiliki pengalaman kerja, dan kau tahu jika aku ini tidak sopan! Bahkan aku tidak memberikan dokumen apapun padamu!" bentakku kesal, sedangkan ia hanya menatapku dengan senyum yang sulit kuartikan. Bodoh.

"Kau mau terima, atau kau tak bisa masuk ke universitas impianmu?" ancamnya, aku hanya menghela nafas. Kampus impianku kini menjadi senjata baginya sehingga aku tak bisa berkutik. Bodoh.

"Terserah kau saja" ucapku kesal. Aku bahkan muak menatap wajahnya walau ia terlihat tampan.

"Tugasmu cukup mudah nona. Temani aku disini"

"APA?!"

That's My Old ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang