Chapter 11 : Sebuah Rahasia

43.3K 2.5K 25
                                    

Dua orang kini tengah terduduk ditaman sekolah. Suasana tidak begitu ramai, sehingga mereka tidak takut untuk berdua.

Tentu, ia adalah Ansefa dan Ceo itu.

Mereka tenggelam dalam masing masing pikiran mereka, tak ada yang berniat untuk membuka konversasi sehingga keheningan menguasai mereka.

Ada banyak hal yang ingin disampaikan pada Ceo itu, tetapi apakah hal itu akan diterima oleh seorang Ansefa?

Awalnya, Ansefa tak mau mengikuti perintah Ceo itu saat Ceo itu mengajaknya ketaman. Gadis itu lebih senang berada di sekitar temannya terutama Frinco dan Diana. Tetapi karena Ceo itu menyeret paksa Ansefa, dengan terpaksa Ansefa mengikutinya.

"Ansefa.." ucap Ceo itu akhirnya menyerah. Ansefa menatap kearah Ceo itu seolah berkata 'apa?'. Tahu maksud Ansefa, Ceo itu membetulkan posisi duduknya dan kembali menatap kearah Ansefa serius.

"Apakah kau tak berniat untuk membuka diri pada seseorang?" ucap Ceo itu tenang membuat Ansefa mengerutkan keningnya. Apa maksud Ceo itu?

"Apa maksudmu? Aku sudab membuka diri kepada setiap orang" ucap Ansefa yang membuat Ceo itu berdecak frustasi. Tak tahukah Ansefa maksud dari perkataan Ceo itu?

"Maksudku bukan dalam hal segalanya, tetapi.. Cinta! Hal cinta!" ucap Ceo itu yang membuat Ansefa tersenyum kecil. Jadi itu maksud Ceo itu?

"Kau tahu? Perasaanku telah membeku. Aku telah menutup cintaku rapat rapat" ucap Ansefa sinis yang membuat Ceo itu menatap Ansefa tak percaya. Apa maksudnya?

"Bukan seperti itu tetapi, bisakah kau memberikan kesempatan pada orang itu? Orang yang mencintaimu dengan tulus?" ucap Ceo itu yang membuat Ansefa tertawa. Apa?

"Aku tak tahu.. Ini perasaanku. Biarkan semua berjalan sesuai keadaan" ucap Ansefa yang membuay Ceo itu tak puas. Kenapa bisa seperti ini? Pikir Ceo itu.

"Kau harusnya memberi kesempatan pada orang lain" ucap Ceo itu, Ansefa hanya tersenyum sinis kearah Ceo itu.

"Aku memiliki trauma terhadap cinta. Sulit untukku memulihkan trauma tersebut. Maka itu, sulit untukku membuka kesempatan untuk orang lain" ucap Ansefa yang membuat Ceo itu mendapat titik terang.

Jadi itu masalahnya?

"Ku pikir kau gila. Umur kita terpaut cukup jauh dan kau menyukaiku? Banyak wanita yang menyukaimu. Kau kaya, kau tampan. Banyak wanita yang jauh lebih cantik dariku. Kencanilah mereka" ucap Ansefa yang membuat Ceo itu tertawa. Ansefa hanya cemberut dan menatap Ceo itu tak suka. Apa maksudnya menertawakannya?

"Aku memang dikelilingi oleh wanita cantik, tetapi layaknya sebuah bintang, kaulah yang paling bersinar terang diantara bintang bintang itu" ucap Ceo itu yang malah giliran membuat Ansefa tertawa. Ceo itu sedang merayunya pikirnya.

"Jangan mengatakan itu." ucap Ansefa pelan, Ceo itu hanya tersenyum kearah Ansefa.

"Ah, maaf Ansefa aku harus pergi. Maaf" ucap Ceo itu yang membuat Ansefa tersenyum. Ceo itu berdiri dari duduknya dan menatap kearah Ansefa cerah.

"Sampai jumpa" ucap Ceo itu lembut dan melangkah pergi tanpa mendengar balasan dari Ansefa. Ansefa menatap kepergian Ceo itu dengan bingung, aneh menurutnya.

***

Ansefa melangkah melewati koridor sekolah, hari ini ia akan kelapangan indoor untuk bermain basket untuk sementara. Tetapi sepertinya, permainan basketnya akan ia tunda terlebih dahulu.

Ia melihat Patrick tengah terduduk sedih di kursi penonton. Kesedihannya begitu jelas nampak di raut wajahnya. Ansefa tentu tidak perduli dengan hal itu.

Tetapi apakah akan terus seperti itu?

Dengan terpaksa, Ansefa melangkah menuju Patrick. Ia memilih duduk disamping Patrick dan menemani Patrick. Awalnya, Patrick tidak menyadari kehadirannya. Tetapi setelah mengetahui kedatangannya itu membuat Patrick cukup terkejut.

"Kau disini? Bersama siapa?" tanya Patrick, Ansefa tersenyum. Wajah Patrick saat itu terlihat sangat terkejut.

"Bersama kau" ucap Ansefa pelan, Patrick hanya menghela nafas.

"Kau kenapa? Kau terlihat sedih" ucap Ansefa yang membuat Patrick terdiam. Ia menatap kearah Ansefa sebentar dan tersenyum.

"Aku baik. Sarah menjagaku dengan baik" ucap Patrick yang membuat Ansefa hanya mengangguk. Walaupun ada perasaan sakit, ia memilih untuk bertindak seolah ia baik baik saja.

"Maaf, sepertinya aku salah. Aku harus pergi" ucap Ansefa berdiri dan hendak melangkah.

"Tunggu.." ucap Patrick menghentikan langkah Ansefa. Patrick mendongakkan kepalanya menatap Ansefa yang tengah berdiri membelakangi dirinya.

"Apakah.. Kau masih memiliki perasaan padaku?"

Deg!

Pertanyaan apa yang dilontarkan oleh Patrick? Ansefa yang mendengar itu hanya tersenyum sinis.

"Aku sudah bilang padamu jika aku sudah memiliki kekasih. Jadi, jangan ganggu aku" ucap Ansefa sebelum ia melangkah pergi meninggalkan Patrick sendiri.

Sebenarnya, ia masih ada perasaan. Tetapi rasa sakit hati sudah menutupi segalanya yang membuat dia harus mengubur perasaanya sedalam mungkin. Ini gila.

####

Seorang pria tengah menatap sebuah foto wanita yang sedang tersenyum. Pria itu tersenyum, dan mengelus wajah wanita itu seakan ia mengelus wajah wanita itu.

"Aku merindukanmu" ucap pria itu, dan sesekali menatap foto itu dengan perasaan sedihnya.

"Bagaimana kau disana? Apakah kau baik baik saja?" ucap pria itu seakan berbicara dengan wanita dalam foto tersebut. Aneh, tetapi itu nyata

"Aku merindukanmu, sangat." ucap pria itu, tetapi tak lama ia mencengkram erat foto wanita itu sehingga foto itu memiliki banyak lekukan.

"Tetapi aku sangat membencimu" ucap pria itu dipenuhi rasa dendam. Dengan sigap, pria itu langsung merobek foto itu menjadi beberapa bagian dan membuangnya kesembarang tempat. Ia duduk disalah satu kursi dan memejamkan matanya, mengangkat kepalanya dan mengepalkan tangannya kuat.

"Tetapi aku mencintai wanita lain yang jauh lebih baik, Thessa" ucap pria itu sinis, dan tak lama ia tersenyum layaknya orang yang gila.

"Dan parasnya sangat mirip denganmu, Thessa"

That's My Old ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang