Chapter 6 : Arnold

49.2K 2.6K 8
                                    

Seorang gadis kini tengah berjalan lesu, dan menggelengkan kepalanya kesal.

Bagaimana ia bisa menyetujui itu tanpa ia pikirkan kembali? Kenapa bisa seperti itu? Pikirnya kacau.

Ia menikah dengan seseorang yang tidak ia kenali. Ia bahkan tidak mengetahui namanya. Bagaimana bisa ia menyetujuinya begitu saja? Memang, pikiran gadis itu tengah kalut karena Patrick menjadi bahan sanderaan.

Kenapa pria itu mau melakukan hal yang laknat?

Gadis itu memilih untuk melangkah menuju sebuah kedai yang sederhana. Pikirannya cukup kacau hari ini.

"Ansefa?!" pekik seseorang memanggil namanya, ia membalikan tubuhnya dan tanpa sadar ia tersenyum kearahnya.

"Arnold? Kaukah itu?" ada secercah harapan muncul dari wajah ansefa.

Arnold. Sahabat yang tumbuh bersama Ansefa dari kecil. Bahkan, Ansefa sendiri sudah menganggap Arnold adalah kakaknya sendiri.

"Mau kemana kau? Mau kutemani?" ucap Arnold yang membuat Ansefa tersenyum cerah. Setidaknya, ia bisa melihat wajah pria yang sudah ia anggap kakak itu.

"Kedai Lapaz, apa kau mau ikut?" tanya Ansefa semangat, yang di setujui oleh Arnold.

***

"Kau sepertinya memiliki banyak masalah saat ini" ucap Arnold kepada Ansefa. sekarang mereka memilih untuk bercakap cakap dan duduk disebuah kedai yang cukup sederhana. Ansefa hanya tersenyum kecil dan menatap cangkir tehnya.

"Kau terlalu peka terhadap perasaanku, Arn" ucap Ansefa yang membuat Arnold tertawa keras.

"Aku tahu, aku hafal tentang raut wajahmu. Aku tumbuh besar bersamamu" ucap Arnold yang membuat Ansefa tersenyum. Apakah harus ia menceritakan masalah hidupnya?

"Entahlah, aku sedikit malas menceritakan masalahku sekarang. aku ingin menikmati waktu santaiku bersamamu" ucap Ansefa, Arnold hanya tersenyum.

'Gadis kecil ini tidak berubah' batin Arnold senang. Ia menatap kearah wajah Ansefa, dan ia kembali tersenyum.

Ia memiliki adik angkat yang cukup manis.

"Apakah kau bisa melupakannya?" ucap Arnold yang membuat senyum Ansefa menghilang. Ia terdiam sebentar, dan tergantikan dengan senyum sinis.

"Tidak, justru semua bertambah parah. Aku semakin trauma mendekati pria manapun. Aku menyadari satu hal jika semua pria hanya memandang fisik ketika ia menyukai seseorang" ucap Ansefa sinis saat ia teringat tentang patrick. Patrick jauh memilih Sarah yang jauh lebih cantik daripadanya dan itu membuat Ansefa cukup kecewa.

"Jangan berkata seperti itu, Ansefa. Mungkin kau hanya-"

"Tidak Arn. Aku pikir aku membutuhkan jeda untuk mencari tambatan hatiku, belum lagi seseorang pria gila tengah mendekatiku." ucap Ansefa semakin lesu. Pria itu memang tampan, tetapi ia sangat membenci pria itu. Benar benar membenci pria itu.

"Katakan, ceritakan saja" ucap Arnold yang membuat Ansefa menggeleng.

"Sudah kukatakan, Jangan membahas sesuatu yang tak mau ku bahas saat diriku tengah menikmati waktu santai bersamamu, Arn" ucap Ansefa yang membuat Arnold tertawa. Ansefa yang melihat ekspresi Arnold hanya mendengus kesal dan menatap sekelilingnya. Tetapi walau seperti itu, ia senang melihat Arnold tertawa karenanya.

Setidaknya, untuk hari ini ia dapat merasakan perasaan yang utuh~

***

Seorang pria tengah menatap kearah ponselnya, menunggu panggilan seseorang mungkin?

'Drrttt'

Ponselnya bergetar, pria itu tersenyum. Benar, ada satu panggilan yang ia terima. Tentu, dengan senang hati ia mengangkat ponsel itu.

"Bagaimana ia hari ini?" tanya pria itu, mengetuk jari di meja dekat dirinya dengan senyum yang mengerikan.

"Aku melihat ia tengah berbincang dengan seorang pria di kedai Lapaz. Entahlah, mereka tampak sangat dekat" ucap pria itu dari seberang sana membuat tangan Ceo itu mengepal kuat.

"Bersama pria lagi?" ucap ceo itu pelan, namun dipenuhi emosi. Ia menghela nafas, berapa pria yang harus ia jauhkan dari Wanita-nya?

"Apa kau tau inisial pria itu?" tanya Ceo itu penasaran.

"Yang kutahu, ia bernama Arnold. Ia kakak angkat nona Ansefa" ucap pria itu dari seberang sana membuat Ceo itu menggerutu kesal.

"Kau urusi pria itu nanti, saat mereka menyelesaikan konversasi mereka. Jangan menunjukan beberapa indikasi yang membuat Ansefa curiga!" ucap Ceo itu memperingati.

"Baik tuan" ucap pria itu dari seberang sana.

"Bagaimana dengan Patrick? Apa sudah kau urusi?" tanya Ceo itu lagi memastikan eksistensi yang dianggap menganggunya itu.

"Sudah, tuan" jawab pria itu santai dari seberang sana, Ceo itu hanya tersenyum puas.

"Kau memang sangat bisa kuandalkan.." ucap Ceo itu akhirnya.

That's My Old ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang