Chapter 43 : Bersamanya

28.9K 1.2K 22
                                    

"Kau adalah duniaku, kau yang kupunya. Kau adalah pondasi dalam perasaanku, jadi tak ada yang bisa mengganti tempatmu dalam duniaku"- Unknow

Ansefa Side

Aku menghela nafas dan berjalan malas. Aku harus ke ruang latihan lapangan basket sekarang.

Kenapa hidupku selalu seperti ini? Moodku sudah hancur.

Aku tak mau latihan, tetapi jika itu terjadi aku akan dimarahi habis habisan oleh Syl. Aku tak mau itu terjadi.

Aku melewati koridor dan aku benar benar malas.

Aku sedang malas.

Tetapi saat aku menatap kearah lurus, langkahku terhenti.

Aku terdiam, tubuhku kembali tegang.

Wajah itu..

Aku aku..

Ia menatapku terkejut. Dadaku berdetak nyeri, ada rasanya aku tersesak. Nafasku seperti sangat sulit.

Dia membuatku membuka luka lamaku.

Aku melangkah melewati dirinya dan menatap lurus kearah depan tanpa mengatakan apapun. Tanganku terkepak kuat.

Saat aku melintasi dirinya, aku bisa menghirup aroma tubuhnya. Masih sama seperti dulu.

Ia sangat kacau.

Saat aku melintasi dirinya, ada rasanya aku ingin menyapa dirinya tetapi sepertinya tenggorokanku sangat kering.

Saat aku selesai melewati dirinya, aku menghirup udara sebanyak mungkin. Tubuhku gemetar, aku takut.

Sangat takut.

Aku tidak memiliki mood untuk bermain basket, sungguh.

Sesampainya aku dilapangan basket, secepat mungkin aku menghampiri Sylvester. dadaku sudah bergemuruh hebat, tubuhku sudah gemetar.

Aku...

"Sylvester!" panggilku, walaupun aku memanggilnya, tetapi sayang, suaraku mengecil. Aku lemah sekarang. Untung saja Syl mendengar kearahku, jadi aku tak perlu memanggilnya berulang kali.

Aku..

"Kau kenapa Ansefa? Wajahmu terlihat pucat?" kata Syl khawatir yang membuatku menggeleng. Aku ingin menangis sekarang, sungguh ini menyakitkan.

Aku..

Aku tak bisa menepis ini.

"Kau duduk saja disana, jika kau ingin pulang atau-"

"Aku menemanimu"

"Tapi kau-"

"Aku menemanimu! Apakah kau tak mendengar itu?!" bentakku kesal, ia hanya terdiam. Ia sangat khawatir denganku, tetapi sisi lain ia mengangguk kecil. Aku melangkah lemas menghampiri kursi penonton dan duduk melihat Syl berlatih basket. Aku yakin, Syl sebenarnya ingin menghampiriku. Ia khawatir.

Aku terdiam, pikiranku kembali tepat pada lorong itu. Tepatnya Ceo itu.

Ia benar benar sangat kacau, benar benar kacau. Aku ingin menghampiri Ceo itu dan memberikan pundakku untuknya karena nyatanya melihat dirinya seperti itu membuatku terpukul. Tetapi lain sisi aku sangat sakit hati dibuatnya.

Dan parahnya, Logikaku dan perasaanku kembali berperang.

Logikaku mengatakan jika aku bodoh bila aku mendekati Ceo itu dan memberikan pundakku untuknya. Secara, Ceo itu telah mencampakkanku. Tetapi perasaanku mengatakan jika aku harus memberikan pundakku karena ia membutuhkan diriku.

That's My Old ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang