Loser

3.2K 191 44
                                    


Binta menatap nanar tubuh Vio yang jatuh dengan perlahan. Ia tak perduli apapun lagi. Ia berlari dengan hati yang menjerit sakit. Tubuh Binta gemetar hebat saat ia melihat darah dimana mana. Terutama disela sela kaki Vio, dengan cepat ia merengkuh tubuh yang telah lemas itu.

"Jangan tinggalin aku sayang.. Aku mohon jangan... Bertahanlah demi aku dan demi anak kita". Kata Binta lemah, ia tak menghiraukan kan lagi keadaan sekitarnya. Matanya fokus pada wajah yang terpejam didekapannya. Bahkan ia tak sadar ia telah menjerit jerit histeris.

Saat perawat akan mengambil alih tubuh Vio, ia menolaknya. Ia membaringkan sendiri Vio dibangkar. Saat ia akan ikut memasang alat alat bantu Davi menahan badannya.

"Lepasin aku,,, aku harus selamatin istri ku. Anak aku ada disana lepasiiin brengsek!!!!!!". Rontaan demi rontaan terus Binta lakukan. Sampai akhirnya Binta tertunduk lemas. "Aku mohon kak, aku mohon biar aku disampingnya. Aku takut kehilangan dia, aku gagal menjaganya. Jangan halangi lagi aku ingin menemaninya". Binta menangis pilu, membuat Davi tak tega melihatnya.

Akhirnya Binta satu ambulans dengan Vio. Binta menggenggam tangan Vio erat. Menciumi setiap jari jarinya dengan lembut. Ada sedikit harapan karena alat detektor jantung itu masih bekerja. Setiap kecupannya terselip doa bahwa istrinya akan baik baik saja. "Bertahanlah sayang dan akan ku berikan semua yang kau inginkan". Janji Binta dengan penuh kepastian.

_____

Saat ini setelah sekian lama ia menyesal mengapa ia memilih spesialis gigi dan mulut. Mengapa ia mewujudkan keinginan bodoh dari Vio waktu kecil dulu. Hanya karena gigi Vio berlubang dan tak mau di cabut.

Binta meringis, mengingat semua itu. Kenangan itu terlalu banyak. Dan terlalu indah, ia belum siap mengakhiri semuannya. Ini sudah 4 jam berlalu dan belum ada tanda tanda operasi selesai. Binta mengabaikan segalanya, ia menatap foto Vio saat mereka menikah dengan sedu. Begitu banyak penyesalan disini, begitu banyak kesalahan yang ia perbuat. Ia ingin menebusnya memperbaiki semuanya.

Sebuah tarikan dan pukulan membuatnya terhuyung hingga jatuh. Namun ia tak membalas, ia masih sibuk mencari hp nya yang terjatuh. Dengan lunglai ia kembali menatap foto Vio. Melindungi hp itu agar tak terjatuh lagi. Saat rengkuhan hangat ia rasakan air matanya kembali keluar.

"Kau harus kuat nak, ada kami disini. Kamu nggak sendirian". Kata kata Rama membuatnya kembali terisak.
"Tapi Vii sendirian pah, dia disana berjuang sendiri. Dan aku tak bisa melindunginya. Aku gagal sebagai suami, aku gagal sebagai seorang ayah".
"Vio kuat, Vio dan anak kalian kuat. Papah yakin itu, berdoalah karena itu yang paling Vio butuhkan saat ini". Pelukan Rama menguat.

Miftha yang tadinya merasa marah dan khawatir kini tahu Binta juga terluka kejadian ini. Ia tadi ada dibandara jakarta saat mendapat telefon dari Gina. Perasaannya ternyata benar, adik kecilnya celaka. Dan semua ini didalangi oleh Riski, orang yang sempat ia bantu. Ia agak terkejut dengan fakta ini. Pasalnya ia hanya curiga pada Adit.

Setelah menunggu selama hampir 6 jam lampu ruang operasipun mati. Semua menunggu dengan tegang bahkan Arini pun ada disana. "Kondisi pasien stabil, peluru nya juga sudah dikeluarkan. Kami kehabisan stok darah untuk pasien. Ada yang punya golongan darah yang sama?". Mendengar itu Miftha langsung maju kedepan. "Baik nanti silahkan ikut suster yang ada. Dan lagi siapa suami dari pasien?". Tanya dokter tanpa ragu Binta maju kedepan. Namun rasa takut membuat ia tak berani bertanya.

"Selamat kedua jagoan bapak selamat, mereka sangat kuat. Bahkan saat kondisi ibu mereka sempat kritis mereka tetap bertahan". Kata kata itu membuat air mata Binta kembali menangis. Tubuhnya luruh melemas dan menangis penuh syukur. Tak hanya Binta semua orang yang ada disitu meneteskan air mata.

"Sekali lagi selamat, namun untuk saat ini pasien belum bisa di jenguk. Mungkin besuk siang, saat keadaannya stabil". Kata kata dokter bagaikan angin surga untuk Binta dan semua keluarga yang ada.

Sang dokter meninggalkan keluarga besar tersebut. Fina menghampiri Binta memeluk erat anak laki lakinya. "Maafkan mamah nak andai mamah percaya kata kata Vii. Andai mamah tidak termakan emosi. Semua ini tak akan terjadi, cucu mamah tidak akan celaka". Isakan itu terdengar keras. Binta hanya menganggukkan kepalanya pelan. Bibirnya masih terlalu keluh untuk percaya.

Jika semua lega Miftha malah merasa sebaliknya. Perasaan tak enak dihatinya masih sangat menyesakkan. Dan benar saja beberapa menit kemudian suster yang masih didalam ruangan berhamburan keluar dalam keadaan panik. Tak lama kemudian dokter yang sebelumnya menangani Vii kembali masuk.

Suasana berubah menjadi tegang, Miftha langsung berlari menuju kearah suster yang akan mengambil darahnya. Suasana semakin tegang saat semua orang berubah menjadi panik. Suster sibuk mondar mandir membawa peralatan medis dan darah. Binta tak bodoh ia tahu apa yang terjadi. Vio kembali kritis, setelah ia bersyukur akan kehadiran dan selamatnya calon anak mereka.

'Tidak kah kau ingin berjuang Vii, setidaknya untuk bayi kita. Untuk anak kita yang ingin melihat dunia. Bertahanlah sayang, aku bahkan belum melaksanakan tugasku sebagai seorang suami. Ijinkan aku Tuhan. Aku mohon, biarkan aku menjadi yang lebih baik lagi. Bukan seorang pecundang yang tak tahu harus berbuat apa'. Tangis batin Binta pilu.


__________

Nathan mencubit gemas lengan kembarannya. Ia sendiri merasa jengkel karena Etna tak segera bangun dari komanya. Ia bahkan tidak bisa kemana mana sekarang. Ia penasaran dengan Kabar terakhir mengenai Vio, ia ingin bertemu dengan adik kesayangannya itu.

Namun baru beberapa menit berlalu suara serak membuyarkan semua lamunannya. "Nathan aku hauuss". Suara itu cukup pelan tapi masih bisa di dengar jelas olehnya. Spontan Nathan memberikan air mineral yang ada di botol dan menekan tombol darurat.

"Heii aku tak akan mati, tak usah sepanik itu". Tegur Etna dan sukses mendapat pelototan marah dari Nathan. "Gara gara kau, aku harus menjagamu selama seminggu disini. Kau bodoh atau apa ha? Sudah tahu nggak bisa mabuk sok sokan minum. Kau mau mati, anak mu nanti jadi yatim?". Bentakan itu membuat Etna bingung. "Hei aku nggak minum kok, aku habis dari starbucks sama Adit kemarin. Dan soal bayi, bagaimana kau tahu?". Jawaban Etna membuat Natan tegang.

Satu nama telah berhasil membuatnya khawathir. Saat dokter memeriksa keadaan Etna, dering ponselnya mengalihkan perhatiannya. Arini, nama yang jarang muncul sejak kejadian itu. Agak sungkan ia menjawab telefon dari orang yang menyakiti hatinya.

Tapi saat mendengar suara serak dan isakan, ia langsung paham ada hal buruk terjadi. Dan saat itu sejenak ia merasa terhempas, kabar itu membuatnya susah bernafas.

Etna menatap kembarannya dengan penasaran dan was was. Ikatan batin mereka membuatnya bisa membaca keadaan yang ada. Saat Natan menatapnya ia tahu akan ada luka yang disampaikan saudaranya.

Suara itu pelan terdengar kaget dan tak percaya tapi menyakitkan untuk Etna. Bahkan Etna bingung harus bagaimana, apakah ini kenyataan. Bukan ini kabar yang ia harapkan saat terbangun dari komanya. Ia berharap ini hanya mimpi, namun saat melihat Natan menangis tersedu sedu. Etna tahu ini nyata, kenyataan bahwa adik kesayangan mereka. Koma.

................................

12122016



me and my brothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang