Vio menatap cemas keluar jendela mobil, ia tak siap bertemu keluarga besar kusumo. Ia merasa gugup dan gelisah, apalagi dengan pertengkaran kemarin. Perang dingin pasti ada dan lagi mimpi mimpi semlam mengganggunya. Vio menghela nafas panjang. Beban fikirannnya bertambah berat akhir akhir ini. Belum selesai masalah perkebunannya ia harus siap siap berkorban perasaan.
Vio memeluk Binta erat, menenggelamkan kepalanya di dada Binta. Binta yang heran hanya mengelus kepala Vio lembut. Saat ini hanya Binta kedua orang tuanya yang berangkat. Davi Gina Etna dan Natan tidak memungkinkan mengubah jadwal mereka.
"Tenang sayang mamah pastikan pakde dan keluarganya tidak sedang berkunjung nanti" kata kata mamahnya membuatnya terenyuh. "Makasih ma, Vio cuma sedikit pusing" jawab Vio pelan. Binta mencium kening Vio lama, Vio merasakan kesejukan langsung saat itu juga.
Saat mereka sampai Vio terus berdoa semoga semua lancar hari ini ia benar benar gelisah. Perasaanya benar benar tak enak, ada yang salah saat ini. Vio menghela nafas lagi, Binta semakin mengeratkan pelukannya.
Kamar nomer 1557 terlihat sepi papah dan mamahnya dulua mengetuk pintu. Mereka lega karena yang membukanya om Adam. "Oooommm" pekik Vio sambil memeluk omnya. Adam hanya tersenyum sambil menerima pelukan ponakannya ini.
"Ponakan kamu cewek Vio dan kami ingin kamu memberinya nama." Vio melongo saat mendengarnya. Yang benar saja menamai bayi bahkan dalam mimpinya pun ia tak berani. Nama itu bagi vio benar benar sakral. Vio merengut saat melihat bibi Rosanya tersenyum jahil.
"Baik lah baik lah hemmm gimana kalo catherin?"
"Aku ngga mau anakku dipanggil kucing Vio" protes Rosa
"Kalau joselin?"
"Sudah terlalu banyak."
"Stevani? Maya? Aurel? Intan? Putri?"
Rosa masih menggeleng pelan, ia menatap Vio penuh tuntutan.
Vio benar benar frustasi, tiba tiba ia ingat nama yang ia inginkan untuk anaknya nanti. Tapi ia ragu apa mereka suka.
"Kanaya anggraini sadam artinya kebaikan kesetiaan Rosa Adam"
"Hooooreee anakku punya nama bagus juga makasih aunty Vio"
Teriak Rosa lebay, sedangkan Adam hanya tersenyum.
Binta menatap Vio penuh arti, bukankah itu nama favorit Vio. Vio yang merasa diperhatikan tersenyum penuh yang berarti ia ikhlas memberikan nama itu.
"Om laen kali siapin nama cewek ma cowok om, nah kalo lahirnya beda kan ngga bingung" usul Vio. Memang sejak awal UsG jenis kelamin si calon bayi cowok. Eeh ngga taunya pas keluar berubah jadi cewek.
"Habis bibi mu itu kekeh kalo yang keluar cowok" bela Adam sambil menggendong kanaya.
"Boleh pinjem Rain om?" Tanya Vio yang membuat semua bingung. Saat sadar Vio langsung tertawa, dan menjelaskan jika itu nama tengah Anggraini............
Vio menelusuri koridor RS dengan santai. Ia pamit ketoilet sebenarnya tapi karena hatinya tak enak jadi ia jalan jalan di sepanjang koridor RS itu. Akhir akhir ini ia sering dibuntuti walaupun ia tak yakin tapi ia merasa ada orang yang mengawasinya. Sejak insiden di Jogja kemarin, tapi ia tak begitu ambil pusing karena ia yakin itu hanya feelingnya.
Vio menengok ke samping kanan karena ia merasa diperhatikan dan benar saja seorang wanita mungkin 50 taunan memperhatikannya. Saat Vio menatap balik matanya ia bergetar hebat. Bayangan bayangan itu kembali tapi bukan dimimpi. Melainkan seperti potongan film yang terjadi didepannya. Terasa nyata dan menyakitkan.
Dada Vio terasa panas, udara disekitarnya seakan menghilang. Teriakan minta tolong dan kesakitan memenuhi pendengarannya. Entah kenapa hati Vio terasa sakit, sangat sakit. Vio mencoba mengambil nafas disisa sisa kesadarannya. Tanpa ia sadari ia meneteskan air mata. Dan tanpa perlawanan tubuhnya luruh tak berdaya.
Binta mencoba menghubungi Vio namun nada sambungnya sibuk. Dan saat itu juga sang papah mendapat telefon.
"Vio kamu dimana?"
"Maaf apa ini keluarga nona Vio?"
"Benar saya papahnya anda siapa?"
"Bisakah anda menuju ke RS Sehat, saudari Vio tak sadarkan diri beberapa waktu lalu?"
"Apa jangan bercanda? Kamar nomer berapa saya akan kesana"
"Melati nomer 2768"Binta menatap papahnya lama. "Mamah tunggu disini ya papah mau pastiin sesuatu" kata papah sambil mengusap kelapa istrinya dengan sayang. "Vio tak kenapa kenapa kan pah?". Papah hanya bisa mengangguk dan tersenyum samar.
Binta mengikuti sang papah dengan cemas. Seharusnya ia tak membiarkan vio sendirian.
"Ini bukan salah mu Binta. Mungkin Vio memang kecapekan" ucap papahnya. Binta hanya mengangguk pelan walaupun hatinya masih menyesal.
Sementara itu di kamar dimana Vio dirawat. Vio sedang debat dengan sang dokter. Ia meminta agar keluarganya tak diberi tahu tentang penyakitnya. Awalnya itu sangat susah sampai Vio berjanji akan ke psikiater nanti. Apa yang ia takutkan terjadi, ia mulai tak normal lagi. Jika dulu ia bisa dengan pindah rumah, sekarang apa?. Untuk mandiri saja ia tak boleh.
Tepat saat vio menghela nafas Binta menerobos masuk dan memeluk dirinya erat.
"Kenpa kau selalu bisa membuatku mati ketakutan Vio, kenapa kau selalu sukses membuatku cemas?" Cerocos Binta.
"Karena aku selalu dihati kamu Binta, dan tenang lah aku hanya kelaparan hingga pingsan" canda Vio yang membuat ia dipelototi oleh Binta.
Binta mengecup kening Vio lama, ia merasa ada yang disembunyikan oleh Vio. Tapi ia memilih untuk tidak menekan Vio sekarang. Yang penting Vio baik baik saja untuk saat ini.
"Kau tau siapa yang membawamu kesini Vio?"
Vio menggeleng lemah dan bertepatan dengan itu papahnya masuk membawa bubur ayam. Menghirup aromanya membuat Vio tersenyum girang. "Makasih papah, Vio mau donk disuapi" kumat nie kalo sakit manjanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
me and my brothers
RomanceBanyak typo banyak kesalahan tp ini asli buah dr otak saya walaupun harus diperes dulu. Untuk reader setia Terimakasih untuk vote nya dan kesetiaannya untuk mengikuti cerita ini. Untuk yang baru mau baca silahkan tanpa vote tak masalah asal ngga di...