Our

3.7K 187 12
                                    

Miftha dan Binta menatap kearah yang sama walaupun yang ada dikedua angan mereka berbeda. "Miftha aku minta pertimbangkan semuanya. Aku pengen kamu jadi wali Vio". Kata Binta pelan sambil meneguk kopinya. "Harusnya aku yang bicara seperti itu, kamu yang harusnya mempertimbangkan segalanya. Minta lah pada om Rama, beliau pasti setuju apalagi menyangkut tentang Vio".  Miftha menghembuskan nafas panjang.

"Apa aku harus memberitahu semua orang tentang dirimu Miftha? Aku mohon untuk kali ini saja sebelum terlambat". Pinta Binta dengan memelas. "Dan bagaimana dengan si curut Tia itu? Jika memang dia hamil. Apa yang akan kau lakukan?". Tuntut Miftha sambil memandang Binta dengan tajam. "Ya Tuhan Miftha aku bahkan berani bersumpah jika aku hanya melakukannya dengan Vio". Erang Binta putus asa. Spontan Miftha langsung melotot. "Kauuuuu, dasar bajingan brengsek!!!!!". Tanpa diduga bogem mentah bersarang di pipi Binta.

Binta hanya meringis, ia bahkan lebih pantas mendapatkan lebih dari itu. "Maka dari itu Miftha aku memintamu untuk menikahkan aku dan Vii". Binta memandang Miftha dengan sendu. Miftha masih terdiam tak membalas tatapan Binta. "Aku tahu aku brengsek, aku merusak sesuatu yang harusnya aku jaga. Aku mengikari janjiku padamu, maka dari itu aku ingin tanggungjawab. Please bantu aku, aku mohon untuk Vio dan mungkin anak yang ada di rahimnya sekarang". Kata kata Binta seakan menyadarkannya. Miftha menatap Binta tajam, namun Binta hanya bisa pasrah.

"Jikapun aku setuju, kau tak memikirkan bagaimana perasaan Vio? Apakah ini pernikahan yang ia impikan? Apakah ia bahagia?". Pertanyaan itu membuat Binta termenung.

........

Sementara itu di sisi lain kota tepatnya di sebuah restoran. Seorang wanita paruh baya sedang menatap objek didepannya dengan haru. Sedangkan yang diperhatikan merasa agak risih.
"Kamu sudah besar sayang, kamu cantik mirip seperti ayah kamu". Kata ibu itu lirih, sementara Vio hanya membuang wajahnya. Ya Vio dan Bundanya bertemu lagi setelah sekian lama.

"Kenapa, kenapa baru sekarang anda mencari saya? Dimana anda selama ini? Dimana anda saat ayah meninggal?. Atau memang kekuasaan dan harta dari laki laki itu lebih berharga daripada saya?". Tanya Vio dengan lirih namun terasa sangat menyakitkan.
Wanita itu menelan lidahnya dengan susah payah, inilah saatnya untuk menceritakan segalanya.

"Jika aku menjelaskan segalanya maukah kau mendengarkannya nak?, aku tak memintamu untuk percaya namun coba untuk dengarkan saja". Vio hanya bisa mengangguk pelan, ia memang butuh penjelasan. Agar bayang bayang itu hilang, agar semua yang menghantuinya pergi.

"17 tahun lalu keluarga kita baik baik saja. Tentu kau bisa mengingatnya kan? Pekerjaan ayahmu lancar, dan posisiku sebagai perawat pun tanpa hambatan. Namun satu tahun kemudian. Ayahmu mulai curiga padaku, ia mudah sekali cemburu. Semua yang berurusan dengan rumah sakit ia mulai membencinya,bahkan kami mulai bertengkar tentang hal itu". Ia mulai mengambil nafas panjang bagian ini selalu membuatnya merasa malu.

"Malam itu ayahmu sudah melarangku untuk pergi. Namun karena pihak dari rumah sakit kekurangan anggota malam itu. Aku terpaksa pergi, saat ayahmu tugas malam dan kalian tertidur pulas. Andaikan aku tahu jika semua ini akan terjadi aku akan memilih tidur. Mengabaikan sisi kemanusiaanku, namun semua telah terjadi. Malam itu malam paling terkutuk dihidupku. Malam dimana aku kehilangan suami dan kehormatanku sebagai istri". Terdengar is akan pelan, Vio secara reflek menggenggam tangan itu lembut.

"Aku diperkosa oleh sahabatku sendiri dan sahabat ayahmu. Tepat saat semua selesai ayahmu datang, tanpa rasa bersalah orang itu tersenyum pada ayahmu. Tanpa kata ayahmu membawaku pulang. Membilas seluruh badanku membersihkannya dan memelukku semalaman. Aku menyalahkan diriku sendiri nak. Aku mulai depresi, kau ingat saat kau ulang tahun? Aku hanya diam bukan? Rasa itu sungguh sakit nak".

"Malam itu ayahmu menceritakan kelebihannya, dan itu sebabnya kenapa ia melarangku bekerja. Ia juga merasa bersalah, amat bersalah. Saat ia akan melaporkan hal ini pada polisi, aku melarangnya. Aku malu nak, sangat malu. Nama keluarga kita akan tercoreng jika itu terjadi. Dan puncaknya pada saat aku meminta cerai pada ayahmu". Wanita itu kembali terisak pelan, ia meremas tangan Vio.

me and my brothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang