menunggu

3.2K 208 18
                                    

Sebulan genap Vio terbaring diranjang ini, sebulan pula Binta menemaninya tanpa mengeluh. Tak jarang Binta sendiri yang merawat Vio. Jika weekend tiba Binta menemaninya dengan membacakan buku ataupun menyalakan musik klasik. Tak jarang ia melibatkan Vio saat ia menonton televisi.

Keadaan Vio yang sempat kritis membuat Binta trauma. Ia sering menatap was was detektor jantung yang sampai sekarang masih berbunyi. Siang ini ia harus memberikan keterangan sebagai saksi. Semua orang sibuk kecuali Arini, gadis itu pasti akan datang menjenguk atasannya.

Dan disinilah Arini dengan sketsa favoritnya, menunggu atasannya membuka mata. Ia rindu tingkah cerewet Vio saat ia meninggalkan gambarnya sembarangan. Katanya ini aset terpentingnya, ini salah satu investasi masa depan. Ya hobi Arini memang menggambar, design baju pernikahan sampai baju baju adat. Namun ia tak berani mewujudkan mimpi itu. Bukan karena tak mampu, ia hanya ingin disisi orang yang ia hormati dan ia sayangi.

Vio adalah orang yang menyekolahkannya sampai bangku SMA. Orang yang mau mengurus anak panti asuhan seperti dirinya. Vio orang yang membagi uang jajannya untuk membayar uang sekolah Arini. Ia tak tahu apa motif Vio, tapi saat ia bertanya. Jawaban itu begitu mengharukan. Menolong itu tak ada alasan khusus yang penting tulus dan ikhlas, itu sudah cukup.

"Bangun lah mbak, bangunlah untuk suami dan calon anak mbak. Mbak hobi banget tidur, Arini janji kalau mbak sadar Arini akan ikuti apapun saran dari mbak Vio". Arini mengusap wajah Vio yang agak kurusan dengan prihatin.

..................

Etna tertatih tatih menghampiri ranjang tempat Vio dirawat. Kamar ini sudah diganti oleh Rama, agak mirip kamar Vio. Bahkan bantal yang Vio pakai dari rumah. Keadaan Vio yang tidak memungkinkan dia untuk dirawat dirumah. Membuat Rama berinisiatif mengubah kamar Vio senyaman mungkin.

Etna mengusap dahi Vio lembut dan dengan penuh kasih ia mencium kening adiknya. Setetes air mata tak kuasa ia tahan. Setelah sekian lama masa pemulihannya Etna baru bisa menjenguk adiknya. Bahkan hanya dia yang tidak tahu kalau Vio dalam masalah sebesar ini.

"Kenapa kau harus tidur disaat aku sadar Vii, kenapa kau bungkam saat kau tahu Tia merusak segalanya. Kenapa aku sendiri yang tak tahu apapun tentang masalah ini. Kakak macam apa aku ini Vii, untuk melindungimu saja aku tak mampu. Bangun lah gadis nakal, kau harus hadir di pernikahan ku lusa. Ya aku dan kak Davi melangsungkan pernikahan di tanggal yang sama". Etna menghela nafas panjang, ia memperhatikan wajah Vio yang agak kusam.

"Aku merindukanmu sayang, kami semua merindukanmu. Terutama mamah dan Binta, bahkan Binta sudah menyiapkan kamar untuk jagoan jagoannya. Aku kalah langkah Vii, sepertinya aku harus belajar dari Binta. Untuk menjadi ayah yang baik dan suami yang baik ia jagonya. Jadi bangunlah aku mohon, kami merindukanmu my little angel". Etna kembali menangis, jadi begini rasanya menunggu sesuatu yang tak pasti.

Fina sendiri ada diluar, ia tak berani melihat wajah Vio. Padahal Binta sudah meyakinkan jika Vio tak marah padanya. Tapi Fina yang marah pada dirinya sendiri. Demi dirinya anak dan calon cucunya celaka. Ia bahkan tak menghiraukan permohonan Vio, ia juga masih ingat kata kata kasar yang ia ucapkan.

Doa selalu ia panjatkan, ia memohon pada Tuhan untuk anak perempuannya. Namun sepertinya Tuhan sedang menghukumnya dengan komanya Vio.

Rengkuhan hangat itu kembali ia rasakan, suara serak suaminya begitu menenangkan. Tanpa sadar tangisnya kembali pecah. Rasa sesal dan takut menghantuinya. Dan sekarang ia butuh tempat untuk bersandar.

Namun matanya membulat sempurna saat ia melihat siapa yang datang dengan Miftha. Wanita itu orang yang membuat Vio terluka dulu. Dengan amarah yang ada ia bangkit dan menghadang langkah wanita itu. "Mau apa kau kesini?". Tanya Fina sinis. "Tentu saja menjenguk anak gadisku dan cucu cucu ku". Jawab wanita itu santai dan jawaban itu membuat Fina naik pitam.

me and my brothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang