dan jangan lagi

3.3K 196 2
                                    

Vio berjalan cepat menuju kearah taksi berada. Sepertinya ia harus rela tidak bertemu Alvin dulu. Karena anak itu bisa sangat sensitif jika melihat Vio menangis. Vio tak mau berbohong pada Alvin karena ia tahu ia tak bisa.

Saat ia akan masuk kedalam taksi seseorang menarik tangannya dan membuat tubuhnya menabrak sesuatu. Vii merasakan tubuhnya dipeluk oleh orang ia benci dan ia rindukan,Binta.
Vio hanya diam sesaat ia tak membalas ataupun menolak. Saat pelukan itu agak mengendur. Vio buru buru melepaskan dekapan Binta.

"Terimakasih untuk pelukan terakhirnya, aku harus pergi. Alvin menungguku". Vio buru masuk kedalam taksi yang akan ia masuki tadi. "Tidak, jangan pergi lagi". Erang Binta tegas dan tanpa basa basi ia mengangkat tubuh Vii. Tentu saja itu membuat Vio meronta. Namun bukan Binta namanya jika ia tak bisa membuat Vio diam.

Sesampainya dimobil Binta membuka pintu penumpang dan meletakkan Vio dengan lembut. "Aku mohon untuk kali ini saja biarkan aku menjelaskan segalanya". Kata Binta lembut dan pelan.

Vio hanya bisa pasrah, ia hanya menuruti kata hatinya. Mungkin dengan berbicara masalah mereka akan sedikit berkurang. Bukankah ia harus dewasa, dan sekarang saatnya.

Binta membawanya ke rumah mereka, setelah ia turun dan masuk tanpa bantuan Binta. Saat sampai di ruang keluarga Vio langsung duduk disofa. Ia sangat lelah hari ini semuanya seperti ingin menyiksanya seharian penuh.

"Surat cerai mungkin akan datang 3 hari lagi paling lambat. Kau tak perlu datang ke persidangan. Soal anak anak biar aku yang jelaskan. Aku juga anak anak akan tinggal dirumah bunda setelah Alvin keluar dari rumah sakit". Kata Vio sambil menutup kedua matanya.

"Kau akan tetap disini bersama anak anak, ini rumah mereka. Rumah kita". Kata Binta dingin, sepertinya Vio tak mempermasalahkannya. Ia hanya diam sambil mengangguk angguk. Kepalanya terasa agak pening karena stres yang ia rasakan selama ini.

"Jangan dekatkan jalang itu pada anak anak, aku tak suka dan tak ikhlas. Jangan singgung tentang dia jika kau masih ingin melihat mereka setelah perceraian". Kata Vio lagi dan kali ini Binta benar benar marah.

"Tak akan ada perceraian Vio, aku tak akan mau menceraikanmu. Dan jangan libatkan Mayank lagi dalam urusan ini". Mendengar Binta kembali membela wanita itu membuat Vio terluka da emosi. Tanpa ia sadari ia menangis tanpa suara. Masih fokus pada rasa nyeri yang ia terima. Vio tak memperhatikan Binta mendekatinya.

"Maafkan aku Vii, maafkan aku. Atas semuanya, terutama tamparan itu. Aku tak bermaksud melakukannya, aku terbawa emosi. Karena Vio yang ku kenal tak pernah berkata kasar". Kata Binta sambil berlutut di depan Vio. Ia memandang Vio penuh penyesalan. Namun Vio masih terdiam, tak mudah memaafkan kesalahan yang baru saja dilakukan seseorang.

"Aku maafkan Binta, tapi aku tak ingin disakiti lagi. Sakit rasanya saat orang yang paling kita percaya lebih memilih orang asing daripada istrinya. Jadi aku ingin sendiri bersama si kembar". Vio menatap Binta dibalik airmatanya.

"Tidak, tidak ada perceraian Vio. Dan jika kau ingin menjanda baiklah. Bunuh aku atau tunggu aku mati dulu baru kau bisa bebas". Tegas Binta yang membuat Vio teringat kata kata bundanya. Ia tak ingin menyesal, ia takut rasa bersalah itu mengahantui masa depannya.

"Aku memaafkanmu Bint, tapi aku takut terluka lagi. Semua masih nyata, keegoisan mu, dan keras kepalamu masih mendominasi". Vio kembali menangis. Dan Binta langsung memeluknya erat. Menyediakan bahunya untuk sandaran sang istri.

Binta seakan terhenyak kapan ia terakhir memeluk dan menenangkan istrinya. Kapan terakhir kali ia mendengarkan keluh kesah istrinya. Kapan ia membantu pekerjaan rumah padahal ia sendiri yang ngotot tak mau memakai Art.

Selama 3 bulan terakhir ia sibuk dengan pengangkatan jabatannya di rumah sakit. Ia sibuk ikut seminar kesana kemari dan Vio tanpa protes atas kesibukannya. Ia ingat pertengkaran terakhir mereka hanya karena Vio meminta Binta untuk berlibur bersama diakhir pekan.

Bukankah itu juga idenya dan kenapa ia malah mencaci maki Vio. Mengapa ia malah menyalahkan Vio dan berkata kasar padanya. Padahal ia tahu betapa repotnya mengurus si kembar yang mulai aktif. Kenapa ia buta akan jabatan dan uang jika keluarga kecilnya malah berantakan.

Binta mengeratkan pelukannya ia menangis karena merasa bersalah. "Maaf..... Maaf... Maafin aku Vii aku khilaf. Memang kamu berhak marah padaku. Semua salahku keserakahanku merusak segala yang kamu jaga. Maafkan suamimu yang pecundang ini Vii. Ampuni aku, jangan tinggalkan aku kalian alasan aku untuk tetap waras". Binta mulai merancau tak jelas.

Disinilah titik lemah Vio, ia tak bisa menghadapi airmata Binta. Ia begitu lemah akan air mata itu. Bukankah disini ia juga salah, ia terlalu emosi hingga ia gengsi untuk meminta maaf dan memaafkan.

"Tapi bagaimana dengan Mayank Bint? Bagaimana hubungan kalian?". Tanya Vio bingung. Binta tersenyum simpul, benar kata mamahnya Vio cemburu dan Binta suka itu.

"Dia hanya anak dari atasanku dirumah sakit Vii. Aku selama ini tak sadar jika ia mengikuti ku. Aku terlalu fokus pada karir sehingga aku tak tahu apa motif dirinya mendekati ku". Jelas Binta dengan yakin. Vio sendiri tak melihat adanya kebohongan dari mata Binta.

"Jadi jangan lagi ada kata perceraian, semarah apapun kita, sehebat apa pun pertengkaran kita nanti aku harap tak ada kata kata cerai". Pinta Binta dengan sangat, dan sekali lagi Vii dibuat luluh oleh Binta.

_______

31122016

Hadiah akhir tahun buat yang nunggu vio ma Binta. Makasih udah mau ngikutin cerita ini sampai akhir. Maaf jika endingnya nggak segreget yang kalian imajinasikan 😉😇😁

Billiz

me and my brothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang