Hari demi hari akhirnya Zarina sudah membaik, ia tidak menutup diri lagi setelah kejadian tak mengenakkan itu. Bahkan ia sudah tidak memakai masker. Walaupun Zero dapat melihat ujung bibir kembarannya itu yang sedikit terluka dan lebam namun tertutup oleh bedak.
Gue yakin banget kalo Zarina berantem, tapi sama siapa? Dia bahkan masih anak baru di sekolah masa udah punya musuh, pikir Zero berkecambuk. Ia mengacak rambutnya frustasi. Ah, ia belum pernah seburuk ini sebelumnya.
"Zero?" suara lembut itu membuat si empunya nama mengangkat kepala. Dilihatnya seorang gadis cantik dengan rambut diikat menjadi satu ke belakang, poninya yang rata menutup dahinya, so cute.
"Zero kan?" tanyanya lembut.
"Egh, iya," jawab Zero gelagapan.
Gadis itu tersenyum manis. "Gue Dinda, kita sekelaskan?"
Mm, Zero itu walaupun banyak yang mandang tadi ia tuh orangnya cuek sama sekitar apalagi sama tempat baru, bahkan sekarang ia belum hafal semua nama temennya apalagi temen cewek.
"Egh, iya," jawabnya ragu, karena jujur ia belum pernah liat cewek itu selama sekolah disini dua minggu lebih.
"Gue duduk di depan jadi mungkin lo nggak pernah liat gue." gadis yang bernama Dinda itu menunjuk meja depan paling pojok, tempat yang berlawanan dengan kursi Zero.
"Em, kita satu kelompok kan?" pertanyaan gadis yang bernama Dinda itu membuat Zero menaikkan satu alisnya bingung.
Masa sih?, batinnya bertanya.
Dinda tertawa ringan. "Mapel Analisa Alam Bu Jeha, jangan bilang lo nggak tau Bu Jeha?" tebaknya.
"Em, gue tau, yang paha semua kan badannya?" Dinda kembali terkikik mendengar jawaban Zero.
Bu Jeha itu orangnya gemuk banget, badannya uh paha doang. Kalo jalan toel-toel lantai bisa bergetar dah.
"Eh sorry keceplosan, gue cuma mau ngasih ini ke elo." Dinda menyodorkan secarik kertas. "Tugas buat nganalisis tentang alam di sekitar rumah, lo analisis apa aja yang ada di rumah lo sesuai sama materinya, besok kalo ada jam Bu Jeha kita bahas lagi." Zero terus menatap kertas itu namun batinnya tak henti-henti memuji suara itu.
Suaranya merdu banget. Namanya Dinda, cantik kayak orangnya, batinnya tak menentu.
"Zer, lo denger kan?" Zero segera menatap wajah Dinda.
"Denger kok."
"Em, ya udah itu aja sih. Oya lo tau nggak anggota kelompok kita?" Zero tak menjawab, jujur ia tak tahu mungkin karena seharian ini ia memikirkan Zarina terus. "Gue tebak lo nggak tauk. Anggotanya ada Fika, dia jejeran gue, kapan-kapan gue kenalin, sama Al, jejeran lo kan?"
Zero mengangguk.
"Gue pikir lo nggak tau." Dinda kembali tersenyum.
"Ya udah kalo gitu, makasih ya." Dinda segera melangkahkan kaki menuju mejanya. Sedangkan Zero, cowok itu menatap Dinda yang sudah bercengkrama dengan jejerannya, mungkin Fika.
●●●
Kini Zarina dan Gina sedang berjalan hendak menuju kantin. Entah ada angin apa tiba-tiba hari ini Gina tak membawa bekal seperti biasanya dan mengajak teman sebangkunya ke kantin, dan tentu saja Zarina tak menolak. Selama bersekolah di sekolah barunya ia belum pernah ke kantin atau sekedar keliling sekolah.
"Eh, ketemu lagi sama Adek," sapa empat gadis modis saat mereka melewati koridor kelas 10.
Mereka lagi? Mau apa lagi mereka?!, batin Zarina mulai kalut.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY TWIN [SUDAH TERBIT]
Fiksi RemajaSaudara kembar? Bagi seseorang yang mendengar itu pasti yang ada dibenak mereka, Keren! Wow! Seru! Tapi menurut gue? Nggak sama sekali! Karena gue saat ini merasakannya. Nama gue Zarina Putri Permata Adi dan gue punya kembaran, Zero Putra Pratama Ad...