“Ya udah.. Bunda sama Ayah pergi tapi kalian hati-hati ya, kalau ada apa-apa langsung telepon Bunda,” ucap bundanya kembali mewanti-wanti.
“Tenang aja Bun, kan ada Dokter.” Zarina tersenyum hingga gigi putihnya terlihat.
“Ya udah hati-hati ya kalian, besok pagi Bunda sama Ayah kesini soalnya nanti bisa pulang sampai larut.. kan nggak mungkin Bunda ke rumah sakit,” ucap bundanya. Kedua anak kembarnya pun mengangguk setuju.
Akhirnya saudara kembar itu pun berada di dalam satu ruangan tersebut dalam diam. Kini Zarina tengah mengutak-atik ponselnya dengan beberapa buku terbuka di atas meja.
“Ze?” panggil Zero namun tak ada jawaban. “Ze!” panggilnya lagi namun kembali tak ada jawaban.
Zero pun mulai geram, diambilnya buah apel di meja dekat ranjangnya kemudian dilemparnya apel tersebut.
“Argh!” Zarina menatap kembarannya dengan dahi berkerut. “Apaan sih lo?! Gue lagi sibuk ngerjain pe-er nih!” sergapnya menatap tajam Zero.
“Ngerjain pe-er apa mainan Hp heh?!”
“Ck, gue kan lagi nanya Gina gimana cara ngerjainnya,” jawab Zarina meletakkan ponselnya, disandarkan tubuhnya di sofa. “Capek gue.”
“Lo tanya caranya apa jawabannya heh?!” ucap Zero dan hanya mendapat lirikkan dari kembarannya itu.
Zarina pun beranjak dari sofa dan duduk di kursi samping ranjang Zero. “Za, lo belom cerita sama gue kenapa lo bisa kayak gini,” ucapnya.
“Kayak gini gimana?” tanya Zero tak paham.
“Ck, kenapa lo bisa kecelakaan sampe kayak gini?” tanya Zarina serius.
Zero menghela napas, ia kembali mengingat kejadian sebelum ia mengalami kecelakaan itu yaitu ketika ia dan tim basketnya baru saja menyelesaikan pertandingan basket di sekolahan Zarina.
Pada saat itu Zero berada di parkiran untuk mengambil motornya namun ia teringat pada Zarina, tidak mungkin bukan ia meninggalkan kembarannya. Akhirnya ia kembali hendak mencari Zarina dan mengajaknya pulang namun niatnya terhenti ketika seseorang mencegah jalannya.
“Zer, ijinin gue buat cerita sedikit!” ucap Leo kala itu.
Zero menaikkan satu alisnya dengan sorot mata tajam dan detik berikutnya ia berlalu dari hadapan Leo.
“Lo nggak tahu apa-apa tentang kematian Nadin! Tapi dengan mudah lo memfitnah gue sebagai pembunuhnya?!” teriakkan Leo membuat langkah laki-laki yang membisu itu terhenti, Leo tersenyum tipis. “Gue sama sekali nggak punya niat ataupun rencana buat bunuh Nadin! Nadin maksa gue berhenti in motor karena dia lupa mau ngasih handphone lo yang dia bawa karena waktu itu lo nitip Hp lo ke Nadin kan?”
Leo terdiam beberapa saat, ia ingin tahu apa respons Zero saat mendengar sebagian ceritanya namun Zero masih membisu membelakanginya. “Padahal gue udah bilang sama Nadin biar nanti gue yang ngasih ke elo tapi dia pengen tanya sesuatu ke elo Zer.” Zero menolehkan sedikit kepalanya ke samping. “Dia pengen tahu siapa cewek yang nge-chat elo!” detik itu juga Zero membalikkan tubuhnya menatap Leo dengan jarak sepuluh meter dan secara bersamaan sebuah ponsel meluncur dari tangan Leo dan berhenti tepat di depan sepatu Zero.
Zero menatap ponsel di bawahnya dengan nanar. Ponsel lamanya ketika ia masih di Bandung, layar ponselnya pun sudah retak.
“Awalnya Nadin keserempet karena dia turun dari motor gue, dia lari dan nyebrang tapi gue emang nyesel karena gue nurutin kemauan Nadin buat berhenti in motor! Nadin ditabrak truk dan gue liat secara langsung dengan mata gue sendiri!” Leo melangkah perlahan. “Sialnya gue nggak bisa ngapa-ngapain Zer! Gue nggak bisa jadi penyelamat Nadin! Dan lo tahu siapa cewek yang nge-chat elo?” ia menatap tajam wajah Zero yang sudah pucat.
![](https://img.wattpad.com/cover/91945605-288-k557166.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MY TWIN [SUDAH TERBIT]
Novela JuvenilSaudara kembar? Bagi seseorang yang mendengar itu pasti yang ada dibenak mereka, Keren! Wow! Seru! Tapi menurut gue? Nggak sama sekali! Karena gue saat ini merasakannya. Nama gue Zarina Putri Permata Adi dan gue punya kembaran, Zero Putra Pratama Ad...