Part 18

5.9K 342 6
                                    

“Kembar?” Leo mengulang pertanyaan Zarina dengan dahi berkerut. “Emang mirip gitu?” tanyanya.

“Egh, ya mirip sih menurut gue tapi agak beda—”

“Dia bukan kembaran gue!” potong Leo cepat. Zarina tak lagi bersuara, ia sengaja membiarkan teman sekelasnya itu melanjutkan ucapannya.

“Dia abang gue, cuman beda tiga tahun,” tambah Leo.

“Kenapa lo sendiri di rumah?” tanya Zarina penasaran.

Leo tak segera menjawab, pandangannya lurus ke depan, ia mengingat masa-masa yang menyedihkan itu.

“Gue tinggal berdua sama dia dari umur dua tahun gara-garanya nyokap meninggal dan bokap gue merried lagi.” Leo kembali terdiam, kini ia menatap wajah gadis di sampingnya dengan senyum. “Tapi ternyata Lean sama aja kayak bokap, mereka sama-sama nggak nganggep gue ada,” lanjutnya.

Zarina tak dapat merespons, ia terlalu kaget dengan perjalanan hidup seorang Leo Tirtanu yang katanya berandal sekolah, yang selalu kena skors karena berbuat macam-macam bahkan ia hampir di blacklist karena tindakannya.

“Ke-kenapa lo bisa mikir bokap sama abang lo nggak peduli? Mereka pasti sayang sama lo, mungkin cara mereka yang lo nggak ngerti,” ucap Zarina menatap Leo lembut.

Leo mendengus. “Nggak ada orang yang peduli tapi biarin orang itu hidup sendirian. Lo kira hidup sendiri itu enak?”

Tercekat. Zarina tak dapat berkata apa-apa, ia tahu bahwa temannya ini mempunyai masa lalu yang amat pahit.

“Tapi.. seandainya gue bisa milih, gue lebih milih hidup sendiri daripada hidup sama orang-orang yang bermuka dua. Tapi gue nggak bisa Zar, gue nggak akan bisa kabur dari mereka,” ucap Leo kembali menatap Zarina.

Baru saja Zarina hendak bersuara namun Leo sudah lebih dulu membuka mulutnya. “Kalo lo tanya kenapa, mungkin karena gue di sini bakal dibutuhi sama mereka tapi nggak sekarang. Lo tau kenapa gue selalu cari gara-gara di sekolah?” Zarina menggeleng. “Biar gue bisa keluar dari sekolah dan keluar dari rumah ini,” jawab Zero mantap dengan pandangan ke depan.

“Keluar dari rumah ini?” Zarina menatap wajah Leo lekat.

“Iya, bokap nggak bakalan nerima anak brandal kayak gue. Gue di blacklist dari sekolah, itu artinya gue juga di blacklist dari keluarga ini,” jawab Leo kemudian menyesap coklat panasnya.

“Le—”

“Zar, kayaknya ujan di luar udah nggak deres banget. Lo mau ke sekolahan abang lo sekarang?” Leo menoleh menatap Zarina dengan raut wajah tenangnya.

Zarina gelagapan, dengan segera ia meletakkan gelas yang dibawanya ke atas meja. “I-iya sekarang aja,” jawabnya gugup.

Keduanya pun keluar dari rumah besar nan mewah itu. Namun langkah Zarina terhenti ketika ia melihat seseorang tengah berdiri di depan rumah Leo.

“Zero?” pekiknya ketika melihat kembarannya berdiri di tengah hujan. Ia langsung berlari mendekat, begitu pun dengan Zero.

Dengan cepat Zero mencekal lengan kembarannya dan menariknya agar berada di belakangnya. Zarina yang mengetahui itu pun kaget.

“Lo apain adek gue?!” ucap Zero tajam pada Leo.

“Za, dia temen gue!” sanggah Zarina cepat.

“Diem lo Ze!” sergap Zero cepat dan kembali menarik kembarannya ada tetap berada di belakang punggungnya.

“Adek? Ze-Zero? Lo—”

“Nggak perlu lama kan lo buat nginget gue?! Gue pikir lo udah mati, tapi nggak taunya elo cari gara-gara lagi sama gue!” ucap Zero memotong ucapan Leo.

Zero kenal sama Leo?, batin Zarina bertanya.

“Zer, lo belom denger penjelasan gue jadi lo jangan nge stuck gue kalo gue salah!” jelas Leo tak terima.

Zero mendengus. “Penjelasan? Semuanya udah jelas dan gue nggak butuh denger omong kosong lo lagi! Dan satu lagi, jauh-jauh lo dari adek gue!” ucapnya lantang dan berlalu dari hadapan Leo sembari menarik Zarina.

Leo mengacak rambutnya frustasi, ia tak menyangka bahwa kembali bertemu Zero, teman terbaiknya. Dulu.

“Jadi abangnya Zarina.. Zero?”

●●●

Selama perjalanan pulang keduanya tak ada yang memulai percakapan. Namun dalam benak gadis itu adalah bagaimana bisa Zero ada di sana? Dengan pakaian yang sudah basah kuyup seperti ini.

MY TWIN [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang