"Sev," gumamnya, dan jelas-jelas itu adalah kata-kata terakhirnya. Suaranya terdengar lemah, nafasnya seakan-akan dapat berhenti kapan saja. "Ha-Harry... jaga Harry untukku—tolong,"
Severus Snape, dengan rambutnya hitam pekat menutupi matanya yang semakin lama semakin perih. Bukti cintanya pada Lily—membasahi pipinya. Tangannya bergetar, mengelus lembut rambut merahnya, terasa begitu rapuh dan lemah.
Dirinya hanya bisa mendekap erat tubuh yang sudah mulai dingin itu, menangisi hal yang tak bisa diubah. Penyesalan memenuhi pikirannya disertai oleh gemuruh di luar rumah keluarga Potter—James Potter, yang saat ini terbaring di lantai, tak bernyawa juga.
Seharusnya dia bergembira akan kematian James, tapi kenapa? Kenapa yang memenuhi hatinya hanya kesedihannya yang tak berujung itu?
Pada akhirnya, ketika dia memiliki kesempatan untuk memegang satu-satunya wanita yang dicintainya, dia harus rela untuk melepas dirinya pergi.
Kini Snape melangkah ke dalam ruangan Dumbledore. Kekecewaan dan amarah tertulis di wajahnya.
"Kau. Kau bilang kau... kau akan melindunginya," Severus berusaha menahan isakannya. Dia sudah kehilangan segalanya. Segala yang ia miliki—yang membuatnya terus hidup.
Dumbledore membalikkan kepalanya ke arah Snape. Tatapan matanya melembut, penuh simpati.
"Mereka menaruh kepercayaan kepada orang yang salah, Severus," jawab Dumbledore dengan tenang, tapi tak bisa menutup nada kecewanya. "Tapi, anak mereka—Harry,"
"Selamat?" nada sarkastiknya terdengar jelas. "Lily. Lily, ka-kau... kau tahu aku rela memberikan segalanya deminya. Demi nyawanya."
Sejenak Dumbledore terdiam. Dia tahu jelas betapa besarnya pengorbanan Severus untuk wanita itu, yang sekarang hasilnya nihil. "Severus, kalau kau, benar-benar mencintainya," Dumbledore menarik nafasnya dalam-dalam sebelum melanjutkan kalimatnya. "Lindungilah anak itu, Severus."
Untuk beberapa saat Severus Snape hanya bisa membiarkan mulutnya terbuka, tak percaya akan kata-kata yang di lontarkan oleh pria setengah baya itu. Anaknya? Demi Merlin! Bagaimana dia bisa menatap anak itu ketika dia mengingatkannya tentang kesalahan terbesar di hidupnya?
"Melindunginya?" dia hampir tertawa akan kalimatnya sendiri. "Dari apa? Dark Lord sudah tiada, Dumbledore!" Snape menarik rambutnya sendiri. Frustasi.
"Dia. Akan. Kembali." katanya pelan, namun jelas. "Anak itu—Harry, hanya dia yang bisa mengalahkannya. Satu-satunya harapan kita."
"Lagipula bukankah ia satu-satunya peninggalan Lily? Kau tahu jelas Lily hidup di dalam dirinya, Severus."
Kalimat Dumbledore tadi menambah nyeri di hatiny, belum lagi ditambah dengan rasa penyesalan yang menghantuinya setiap kali dia menutup matanya. Kalau saja dia tidak memberitahu ramalan itu kepada Dark Lord, Lily tak akan pernah meninggalkan dunia ini dengan cara seperti ini. Kalau saja.
Ia seharusnya bersama James Potter—pria yang paling dibenci Snape, duduk bersantai di bangku taman dengan keriput di wajahnya. Menua bersama pria itu, melihat anak satu-satunya tumbuh besar, dan dia, Severus Snape, cukup hanya melihatnya dari kejauhan.
Impiannya hanya sesederhana itu. Lebih dari cukup baginya, tahu akan posisi dirinya sendiri di mata Lily.
Dia tahu dia bukan tokoh utama di dalam hidup Lily, tapi setidaknya, bukankah setiap orang boleh berharap?
Dan sekarang? Yang tersisa hanya Harry. Anak yang memiliki wajah sama persis dengan pria yang memandang rendah dirinya, yang mempermalukannya,
Yang membuat hubungannya dengan Lily semakin renggang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Always.
FanfictionMungkin, bagi Severus Snape, kepergian Lily dari dunia ini sama rasanya dengan kepergian nyawanya sendiri. Kosong. Hampa. Yang tertinggal dari dirinya sekarang hanya tipikal profesor yang dibenci oleh semua orang, kecuali satu, Grace Potter. Ya, tak...