"Maka bicaralah, Potter."
Tak ada yang mengerti betapa absurdnya Snape sekarang, termasuk Grace.
Grace hanya menatap pria yang menggunakan jubah hitam itu dengan heran, bertanya-tanya apakah dia benar-benar Snape, seorang pria dingin yang sama sekali tak berperasaan. Tapi tetap saja, Grace tak bisa lagi menahan debaran di hatinya itu dan ekspektasinya yang mulai melambung tinggi.
Mungkin. Mungkin saja, Snape menikmati kehadirannya?
Ekspresi Snape terlihat datar, bosan seperti biasa. "Tak ada yang melarangmu untuk bicara," ucapnya sekali lagi seakan-akan meyakinkan kalau Grace sama sekali tak salah mendengar ucapannya. "Maka, Potter, bicaralah."
Grace mulai berusaha untuk mengucapkan sesuatu, tapi permintaan Snape yang mendadak itu membuatnya tak bisa lagi berpikir secara rasional. Pikirannya kosong. Apa yang harus dikatakannya?
"Ha-Halo?"
Sunyi.
Untuk sekali lagi, mereka berdua terdiam. Canggung.
Snape menghela nafasnya kasar, kemudian beranjak keluar. Sebelum itu, dia menolehkan kepalanya sedikit ke arahnya. Kerutan di alisnya tajam, jelas tertanam di dahinya. Jelas kalau dia kesal. "Pastikan kau membereskan semuanya. Semuanya."
Snape meninggalkan Grace sendiri. Dengan rasa penasaran, bercampur dengan sedikit rasa hangat di hatinya, Grace bertanya-tanya. Snape terasa aneh saat ini. Lebih tepatnya, Snape yang mengutarakan sesuatu tanpa sarkasme atau hinaan seperti orang asing—tapi entah bagaimana, di satu sisi, cukup familiar dengannya.
...
Keesokan harinya berlangsung seperti biasa. Harry menyapa Grace dengan senyum khasnya, Ron dan Hermione terlihat saling membenci satu sama lain, dan Wood yang duduk di sebelah Harry.
"Hai, Oliver," sapa Grace. Hanya Wood yang terlihat normal selain Harry saat ini. Fred dan George bahkan tak muncul di meja makan mereka itu.
"Grace," Wood menyapanya balik dengan senyum. "Fred dan George—dua bedebah itu. Aku rasa mereka merencanakan sesuatu."
"Sesuatu?" Ron akhirnya melepaskan tatapan sengitnya dengan Hermione yang kini berdecak. Untuk pertama kalinya hari itu, dia tersenyum lebar. "Maksudmu, mengerjai Snape?"
Ron tahu akan rencana mereka semenjak Fred dan George mengajaknya untuk ikut, yang dengan bangga, Ron tolak.
Snape? Fred dan George memang terkenal akan kejahilannya, tapi untuk mengerjai Snape? Seorang Snape?
Yah, kau harus memiliki keberanian yang besar. Dan hanya Gryffindor sejati, Fred dan George yang mampu melakukannya.
Grace menelan ludahnya. Tak lama setelah itu, Fred dan George datang ke meja makan mereka, dengan kerah yang diseret Snape dan dilepaskannya dengan kasar.
"Weasley." Snape berdecak ketika tatapan sinisnya menuju ke arah Ron. "Kuharap, kau bisa memberi contoh yang benar untuk mereka berdua."
Snape sempat untuk melirik Grace sebentar, dan tatapannya langsung berganti ke arah Harry yang duduk di sebelahnya. "Potter." Snape menyeringai licik. "Kau keberatan untuk menjaga sikap temanmu ini? Tentu itu bukan urusanmu, tapi—"
Snape mendekatkan telinganya ke arah Harry, mengucapkan beberapa kata penuh dengan kebencian di dalam nadanya. "Bukankah, kalian, para Gryffindor, terkenal akan kesetiaannya selain Hufflepuff?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Always.
FanfictionMungkin, bagi Severus Snape, kepergian Lily dari dunia ini sama rasanya dengan kepergian nyawanya sendiri. Kosong. Hampa. Yang tertinggal dari dirinya sekarang hanya tipikal profesor yang dibenci oleh semua orang, kecuali satu, Grace Potter. Ya, tak...