Ch. 28

988 139 13
                                    


Grace duduk di pondok Hagrid, dengan segelas cokelat hangat dan marshmallow yang mengambang di atasnya. Tempat itu terasa hangat seperti yang Grace ingat. Meskipun kalau boleh jujur, terasa sedikit panas karena Hagrid menyalakan tungku besarnya di pondoknya yang kecil. Api unggun menyala ganas di bawah tungku besar tersebut, sesekali memercikkan api ke sekitarnya.

"Tungku itu untuk menghangatkan telur dan meneteskannya," jelas Hagrid, wajahnya memerah dan berkeringat karena panas, tetapi terlihat seperti seorang calon ayah yang tak sabar menantikan kehadiran anaknya. Grace sama sekali tidak keberatan dengan temperatur di gubuk kecil itu. Mungkin saat ini, yang paling dibutuhkannya adalah kehangatan yang lebih.

"Ahir-akhir ini aku selalu membuat orang kecewa." Grace mengaduk cokelat hangatnya, sembari menuangkan keresahannya kepada Hagrid. Dalam satu hari, rasanya dia sudah kehilangan segalanya yang dia miliki. Dada Grace masih terasa sesak setiap kali dia mengingat cara Snape yang menepis lengannya dan berteriak ke arahnya. Hagrid hanya bisa menatap Grace khawatir. Saat ini saja, Grace masih terlihat baik-baik saja, meskipun kadang suara yang serak Grace sesekali terselip dari lidahnya. Hagrid tidak tahu pasti apa yang harus dilakukannya untuk menghibur Grace. Hagrid menghargai privasi Grace, namun di lain sisi Hagrid berharap, setidaknya Grace dapat mengatakan apa yang dia rasakan sepenuhnya kepada Hagrid. "Entahlah Hagrid, aku tidak tahu. Aku terus-menerus kehilangan orang-orang terdekatku."

Grace menghela napasnya dalam. Punggungnya terasa berat. "Wood, Harry, Hermione... dan Profesor Snape. Semakin aku ingin mempertahankan mereka, rasanya malah semakin aku mengecewakan mereka."

Hagrid tahu akan kondisi Grace. Di Hogwarts, hanya segelintir profesor, termasuk Dumbledore, dan Snape yang tahu tentang apa yang terjadi pada Grace. Selebihnya dari itu, kondisi Grace dirahasiakan dari umum, begitupula dengan keputusannya untuk meminum ramuan Draught of Living Dead yang sama saja seperti bunuh diri. Ada perasaan yang menggantung di benak hati Grace. Pada awalnya, dia merasa, kalau dia bisa menghadapi semuanya. Bersikap normal, dan pergi dengan tersenyum kalau dia benar-benar harus meninggal saat itu juga. Namun, semakin lama, ketika tubuhnya sendiri semakin rapuh, rasanya Grace semakin tidak tega untuk pergi.

Pipi Grace perlahan basah. Hagrid, yang setengah panik dan setengah kaget, segera merogoh sakunya untuk mencari sapu tangan. Hagrid berhasil menemukan sapu tangannya, namun ketika dia melihat sapu tangannya yang penuh dengan ingus Fang, Hagrid menelan ludahnya. Dia lupa untuk mengganti sapu tangannya setelah mengelap hidung Fang yang terkena flu tadi. Pada akhirnya, Hagrid hanya bisa menyimpan kembali sapu tangan ke sakunya dan berusaha menghibur Grace dengan caranya sendiri.

Hagrid baru saja ingin memunculkan bunga untuk menghibur Grace lewat payung ajaibnya, namun seketika sebuah ketukan terdengar di pintu gubuk Hagrid. Tidak lama kemudian, sebuah nada bariton mengikuti. Terdengar familiar di telinga Grace. Suara Snape. "Hagrid. Aku butuh bantuanmu."

Hagrid hampir menjatuhkan payungnya karena kaget. Punggung Grace seketika menjadi tegak. Gawat. Tidak ada satu pun dari mereka yang dapat menebak kedatangan Snape yang tiba-tiba. Hagrid dan Grace saling menatap satu sama lain, tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Kemudian suara Snape kembali muncul, memecahkan keheningan di antara mereka bertiga.

"Aku akan masuk sekarang."

Keheningan seketika berubah menjadi panik. Snape bukan tipikal orang yang suka melanggar privasi seseorang. Malah dibanding segala sesuatu di dunia ini, Snape lebih tahu pentingnya privasi dibanding siapapun di dunia ini. Snape tidak suka mengusik orang lain, sebagaimana dia tidak suka diusik. Namun entah kenapa, hari ini rasanya, Snape bersikap lebih kasar dibanding biasanya. Pintu gubuk Hagrid perlahan mulai terbuka. Grace yang kaget dengan refleks berteriak. Grace belum sanggup melihat Snape lagi. Tidak setelah dia melihat ekspresi Snape kepadanya sore ini.  "Tunggu dulu!"

Always.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang