Bagaimanapun juga, dia tahu jelas kalau aroma itu hanya berasal dari Snape, dan dia sendiri, sama sekali tak keberatan untuk mencium aromanya setiap hari.
Bagus, Grace. Kau kini terdengar seperti seorang cabul sekarang.
"Snape," kini giliran Grace untuk mengeluarkan suara seraknya, memanggil namanya dan untuk pertama kalinya dia melihat Snape tersenyum, membuat rasa nyeri di rusuk dan punggungnya hilang begitu saja.
Senyum tertulus Snape yang pernah dilihatnya.
Senyumnya benar-benar tulus. Bukan senyum kecil yang selalu muncul ketika mengejeknya itu atau ketika menghina Harry dengan segala sarkasmenya, bukan. Saat ini Snape terlihat bahagia, bahkan hanya dengan senyuman tipis di bibirnya.
Ekspresinya melembut, benar-benar berbanding terbalik dengan tipikal ekspresinya yang selalu monoton. Mata Snape yang basah dan sedikit bengkak membuat Grace bertanya-tanya, kenapa?
Semuanya seakan-akan Snape baru saja selesai menangis. Tunggu, Snape tak mampu untuk menangis, 'kan?
Tetapi semua itu—tatapan lembut dan senyumannya, sayangnya, tak berlangsung lama. Snape dengan cepat langsung beranjak dari tempatnya, seakan-akan tersadar oleh sesuatu, dan kembali pada raut wajahnya yang datar, dingin seperti biasa.
Tidak. Dia. Bukan. Lily.
Grace hanya bisa menghela nafasnya, kecewa. Hatinya baru saja berdegup lebih kencang ketika dirinya dihadapkan oleh senyuman Snape dan rasanya dia harus bisa menyerah akan melihat senyuman tulus di wajah Snape untuk kedua kalinya.
Tunggu, bagaimana bisa dia berada disini?
Grace mengernyitkan alis matanya, kemudian tiba-tiba teringat apa yang terjadi sebelumnya. Ah, Harry, Ron, Hermione, dan Troll.
Snape masih memandang sinis Grace, teringat lagi akan perbuatan "bodohnya" tadi. Dia membencinya.
'Tidak,' gumamnya, berusaha untuk menyadarkan dirinya sendiri. 'Semuanya terjadi hanya karena kemiripannya dengan Lily, Severus. Tak lebih. Di depanku hanyalah seorang bocah arogan yang tak tahu diri dan berpikir kalau dia adalah segalanya—
Tipikal Potter.'
"Aku akan membawamu ke Madam Pomfrey," ucap pria itu tiba-tiba, lagi-lagi kembali ke nadanya yang biasa. Monoton. Snape lalu menyilangkan tangannya dan melirik Grace tajam dari sudut kanan ruangannya. "Kau bisa berdiri?"
Jujur, perkataan Snape tadi lebih terdengar sebagai pernyataan daripada pertanyaan itu sendiri.
Snape sebenarnya tahu jelas jawaban dari pertanyaannya, tapi dia tetap memerlukan suatu alasan yang logis untuk setiap aksinya, 'kan? Lagipula dia tak mau lagi membiarkan dirinya bertindak hanya karena dorongan emosinya yang tak berguna itu.
"Harry! Hermione! Ro-Ron!" pekik Grace, tak mempedulikan pertanyaan Snape tadi. Keringat mulai bercucuran di dahinya. Bagaimana dia bisa melupakan hal sepenting ini? Apakah mereka selamat?
"Me-Mereka baik baik saja?"
Snape mengangguk kecil dan mendengus, melirik tajam Grace yang menghela nafasnya. Emosi kemudian menyembul keluar dari Snape begitu saja.
"Apa yang kau lakukan tadi disana, Potter?"
Grace sedikit tertegun ketika mendengar nada Snape yang tiba-tiba menjadi rendah dan dingin. Dia entah kenapa masih tak terbiasa dengan perilaku dingin Snape. "A-Aku... ada Troll dan kemudian—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Always.
FanfictionMungkin, bagi Severus Snape, kepergian Lily dari dunia ini sama rasanya dengan kepergian nyawanya sendiri. Kosong. Hampa. Yang tertinggal dari dirinya sekarang hanya tipikal profesor yang dibenci oleh semua orang, kecuali satu, Grace Potter. Ya, tak...