Setelah itu yang Grace lihat adalah kumpulan fragmen ingatan yang terpisah-pisah. Snape yang selalu berusaha mencari cara agar Lily menatapnya kembali dan Lily yang memilih untuk menghindar. Sampai pada akhirnya ketika pertandingan Quidditch telah selesai dan Gryffindor diumumkan sebagai pemenang, James menyatakan perasaannya kepada Lily di lapangan, di tengah-tengah kericuhan para penonton yang kaget sekaligus heboh.
Ketika Snape melihat Lily yang memeluk James, serta sorakkan dari seluruh penonton Quidditch, tekad Snape untuk bergabung menjadi Death Eaters sudah bulat. Lagipula, kalau dia tidak mendapatkan Lily, apa yang harus dipertahankannya? Persetan tentang moralnya. Setidaknya ketika dia bergabung menjadi Death Eaters, akan ada kumpulan orang yang mengapresiasi kehadirannya. Snape berjalan menjauh dari keramaian dan menuju ke kamarnya yang sempit dan gelap. Lagipula Snape tidak pernah cocok untuk berada di tempat yang penuh tawa, sebagaimana James dan Lily tidak akan pernah memahami sosoknya yang menyedihkan.
Memori selanjutnya adalah Snape yang berumur 20 tahun, di tengah bar yang remang-remang. Setengah mabuk sambil mengaduk-aduk botol whiski sebelum menghabisinya dalam seteguk. James Potter dan Lily Potter, kedua nama itu terngiang-ngiang di kepalanya, dan menusuk dadanya setiap dia memikirkan itu. Entah karena terlalu banyak alkohol atau patah hati, di malam itu juga, tubuh Snape ambruk di tengah jalan. Malam yang paling menyenangkan bagi pasangan James dan Lily yang akhirnya menikah, menjadi malam yang paling menyiksa bagi seorang Snape.
Lily, di lain sisi, tidak pernah mendapat kabar apapun tentang Snape. Terkadang, ketika dia menemukan boneka lamanya atau saat hujan turun deras tanpa henti, maka pikiran Lily akan selalu menuju ke arah Snape. Ada rasa khawatir yang selalu membekas di dalam dirinya. Apakah Snape masih menjadi bagian dari Death Eaters? Bagaimana kabarnya sekarang? Apakah dia baik-baik saja?
Sudah sekitar dua tahun Lily tidak bertemu dengan Snape, begitupula dengan umur pernikahannya bersama James yang hampir terhitung dua tahun. Lily tahu bahwa Snape sudah menjadi bagian dari Death Eaters, bahkan menjadi salah satu tangan kanan dari Voldemort, sedangkan Lily dan James tentu saja menjadi bagian dari Order of Pheonix, berusaha melawan tirani Voldemort. Sebagian kecil dari Lily berharap bahwa akan ada saatnya dia bertemu kembali dengan Snape sebagai sahabat lama, bukan sebagai musuh. Memikirkan itu, Lily menghembuskan napasnya dan mengusap perutnya. Perutnya yang hamil tua membuatnya tidak leluasa untuk bergerak, namun tidak ada yang lebih membahagiakannya dibanding menunggu kehadiran calon bayinya itu.
Sore itu cukup mendung, dengan gemuruh di mana-mana. James tengah sibuk menghadiri pertemuan para anggota Order of Pheonix, sehingga Lily terpaksa untuk tetap bersembunyi di dalam rumah. Desas-desus pengaruh Voldemort yang semakin menguat mulai menyebar ke hampir seluruh pelosok di dunia penyihir. Toko-toko akhirnya pun tutup lebih awal, tidak ada orang-orang yang berkeliaran di luar rumah kecuali penting, tak lagi ada tawa para anak-anak yang berkeliaran ataupun musik yang disetel di pinggir jalan. Semuanya menjadi lebih murung dan lebih sunyi dibanding biasanya.
Lily baru saja ingin menyeduh teh untuk menemaninya menunggu kepulangan James. Namun, tiba-tiba saja ada rasa perih yang menjalar di bagian bawah perut Lily. Lily spontan menggenggam perutnya dan meringis kesakitan. Kakinya langsung kehilangan tenaga dan Lily hampir saja terjatuh ke lantai. Tanpa pikir panjang lagi, Lily menjulurkan tangannya dan tongkat sihirnya otomatis langsung melayang ke arah permiliknya. Lily mengayunkan tongkatnya sambil melafalkan mantra yang terngiang di kepalanya.
"Expecto Patronum!"
...
Sesosok patronous rusa betina muncul di hadapan Snape dengan anggun, menyuruh Snape untuk berjalan mendekatinya. Snape sempat tidak percaya bahwa akan ada sesosok patronous yang menghampirinya. Patronous adalah salah satu sihir murni, sehingga jelas pengikut Death Eaters tidak mungkin bisa melakukan itu. Yang berarti siapapun yang mengirimkan patronous itu bukan dari sisi Voldemort maupun rekan kerjanya. Tapi siapa? Snape malah tidak pernah berkomunikasi siapapun di luar kelompok Death Eaters. Dia tidak punya siapa-siapa selain dirinya. Ketika Snape menanyakan pertanyaan tersebut kepada dirinya sendiri, di benak Snape terbersit nama Lily.
Kemunginan yang hampir tidak mungkin terjadi memang, mengingat kalau terakhir kali percakapannya bersama Lily berujung dengan buruk. Meskipun begitu, Snape rela untuk melepaskan segalanya demi bergantung pada harapan kecil tersebut. Snape langsung berlari menghampiri sosok patronous dan melakukan apparition. Dalam sekejap, Snape berada di hadapan Lily yang tengah meringis kesakitan sambil memegangi perutnya.
Hal pertama yang dilakukan Snape adalah menahan tubuh Lily agar dia tidak terjatuh. Untuk sepersekian detik, Snape serasa kehilangan kata-katanya. Snape tersenyum miris. Pada akhirnya, setelah bertahun-tahun lamanya, Snape dapat bertemu kembali dengan Lily, ketika Lily sudah menjadi istri dari pria yang dibencinya. Kalau itu tidak cukup untuk menyakitinya, seisi rumah Lily dipenuhi dengan berbagai bingkai foto dari pernikahan Lily dan James, serta berbagai peralatan dan ayunan bayi. Lily dan James, keluarga kecil yang bahagia di rumah yang hangat.
"Tidakkah kau keterlaluan, Lil?" tanya Snape, suaranya jelas menandakan dia terluka, meskipun ekspresi wajahnya tetap melembut ketika dia menatap Lily. Bagaimana dia bisa membenci Lily ketika dia masih begitu mencintainya? Entah cinta atau obsesi, Snape sendiri juga tidak paham. Terkadang ada hari-hari baik, di mana dia menjalani rutinitasnya tanpa halangan, tanpa Lily, dan tanpa kenangan yang menyakitkan. Namun, terkadang ada juga hari hari buruk, di mana dia melihat keluarga kecil yang lewat dan membayangkan apa yang terjadi bila itu adalah dirinya dan Lily, atau ketika dia merenung di dalam alkoholnya dan menyesali segala keputusannya di masa lalu.
Snape langsung membawa Lily ke St. Mungo untuk memerika kondisi Lily. Ternyata, Lily hanya mengalami kontraksi pada kehamilannya. Tidak ada yang serius, Lily dan bayi mungilnya sama-sama sehat. Hanya kontraksi yang Lily alami memang cukup menyakitkan, mengingat usia kandungan Lily yang hampir beranjak sembilan bulan. Setelah berdiskusi dengan dokter yang terkait dan benar-benar memastikan kalau Lily benar-benar tidak ada dalam bahaya, Snape kembali menghampiri Lily untuk terakhir kalinya. Di sana, Snape melihat wajah Lily yang tertidur tenang, mungkin untuk terakhir kalinya. Tanpa sadar, seutas senyum berhasil muncul di bibir Snape, meskipun raut wajahnya tetap seperti biasa, muram dan ironis.
Kemudian Snape memanggil patronousnya. Dari ujung tongkat sihirnya, muncul hologram sesosok rusa betina, persis dengan patronous Lily, tanda perasaan Snape padanya.
"Pergi beritahu James," perintah Snape lembut, masih tidak percaya kalau dia mampu mengeluarkan patronous. Sosok rusa tersebut hanya mengangguk kecil sebelum terbang keluar lewat jendela dan menghilang begitu saja. Snape lalu menatap wajah Lily untuk terakhir kalinya, sebelum pergi menghilang tanpa meninggalkan jejak. Pahitnya, ketika hidup memberikan kesempatan kedua, Snape tahu lebih dari siapapun untuk menghindar. Lagipula, tidak ada yang baik yang akan datang dari seorang Death Eater.
Ketika Lily bangun, dia melihat James dengan mata sembabnya. James sempat menangis karena terlalu khawatir akan keadaan istri dan calon anaknya. Kepala Lily masih pusing karena darah rendah, namun dia cukup sadar untuk menyadari sekelilingnya.
"Kau tidak apa-apa?" tanya James khawatir, sambil mengusap pelan tangan Lily. "Untung saja patronousmu menghampiriku, kalau tidak... aku tidak tahu harus bagaimana nantinya."
Lily tersenyum lemah. Saat itu Lily hanya diam dan merenung. Kalau James yang dia panggil ketika dirinya sekarat, kenapa di pikiran Lily hanya muncul bayangan Snape?
KAMU SEDANG MEMBACA
Always.
Hayran KurguMungkin, bagi Severus Snape, kepergian Lily dari dunia ini sama rasanya dengan kepergian nyawanya sendiri. Kosong. Hampa. Yang tertinggal dari dirinya sekarang hanya tipikal profesor yang dibenci oleh semua orang, kecuali satu, Grace Potter. Ya, tak...