19. Gunung Papandayan

188 7 0
                                    

"Bang, gimana kalo misalnya kita mulai ajak Carla traveling?" saran Difa. Di benaknya memang sudah tak sabar untuk memulai petualangannya bersama Carla.

"Kemana?"

Difa berpikir untuk mencari tempat yang indah untuk Carla. Mungkin bisa mengajaknya ke gunung yang mudah didaki atau menikmati pantai.

"Bukannya gunung Papandayan landai 'kan?" tanya bang Irfan yang ternyata sudah punya tempatnya.

"Cocok bang," Difa menjawabnya dengan antusias. "Sekalian abang ikut, disana 'kan ya gampang lah, lagian sekarang udah jadi tempat piknik, jadi ya serba ada dan gak ribet-ribet amat." Dia semakin antusias. "Kenalin dulu aja Carla sama keindahan alam." Sarannya untuk memancing persetujuan dari bang Irfan.

Bang Irfan menganggukkan kepalanya berulang kali. "Boleh tuh boleh."

Difa mencari waktu yang tepat untuk berangkat. Untung saja di bulan ini ada tanggal libur dua hari, Difa memutuskan untuk mengambil tanggal itu. Waktunya satu minggu lagi. Untung mempersiapkan semuanya, Difa lebih dahulu akan mengajak Carla untuk berolahraga.

****

"Hari ini aku temenin kamu latihan launchpadd?" tanya Carla. Kini dirinya sedang duduk di mobil Difa, Difa baru saja menjemputnya sekolah.

"Hari ini aku gak akan suruh kamu temenin latihan, tapi .... " Difa berpura-pura berpikir. "Aku mau ngajak kamu olahraga."

Carla mengerutkan dahinya. Dia kebingungan. "Olahraga?" dia mencontohkan kedua tangannya yang sedang berlari.

Difa menganggukkan kepalanya sambi tersenyum. Dia begitu antusias.

Carla cemberut. Perlahan dia melihat ke bawah, menunjukkan kakinya. Kakinya dibagian bekas luka yang cukup parah.

"Kamu 'kan udah sembuh, jadi kamu bisa jalan cepat." Ujar Difa sambil tersenyum, menyemati Carla.

Carla pun ikut tersenyum sambil memberikan dua jempolnya sebagai tanda setuju.

Akhirnya mereka akan olahraga di Cigugur, tempat lari khusus. Sambil menunggu waktu sore, Difa mengajak Carla untuk makan di luar terlebih dahulu. Setelah selesai, mereka kembali ke rumah untuk mengambil baju ganti, lalu mulai berolahraga.

Baru saja satu putaran mengelilingi lapangan, Carla sudah mengeluh dengan sakit kakinya. Bukan sakit dibagian lukanya, tapi pahanya yang tak biasa berlari ataupun berjalan jarak jauh. Lukanya sudah bukan masalah untuk dirinya dengan segala aktivitas.

"Kalo kamu bisa lima keliling, aku janji bakal kasih kamu kejutan." Begitulah cara Difa untuk menyemangati Carla. Dia yakin, sebenarnya Carla bisa.

"Apa?" tanya Carla sambil mengangkat kepalanya.

"Makanya lari." Difa menarik tangan Carla untuk berlari.

Akhrinya Carla semangat untuk berlari. Disampingnya ada Difa yang selalu mengajaknya berbincang agar tak bosan. Mereka tak berhenti bercanda dan tertawa, sampai mereka waktu yang sudah menjelang malam.

"Udah yuk, langit udah gelap." Difa menghentikan larinya.

Carla terus berlari, namun dia memperlambat larinya. "Ayo dong, kaki aku udah gak sakit." teriaknya dengan semangat.

Difa tertawa kecil. "Ya udah, aku tinggalin kamu, nih." Teriak Difa, jaraknya dengan Carla sudah cukup jauh. Dia meninggalkan lintasan.

PERIHAL MENGIKHLASKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang