23. Laki-Laki Itu Selalu Ada

174 6 0
                                    

Bang Irfan mengetuk pintu kamar Carla. "Car bangun," dia mencoba membuka, namun ternyata pintunya dikunci. "Kan mau sekolah." Lanjutnya.

Tiba-tiba pintu terbuka dari dalam. Carla keluar dengan pakaian yang sudah rapih, padahal ini masih pukul 5 kurang pagi. Bang Irfan hanya terdiam melihat adiknya yang sudah begitu siap.

"Ini 'kan masih shubuh, dik." Ujar bang Irfan.

"Aku mau liat sunrise." Carla mengunci pintu kamarnya, lalu berjalan meninggalkan bang Irfan yang masih berdiri di depan pintu kamarnya.

"Kamu gak sholat dulu, Car."

Carla menghentikan langkahnya, menoleh pada bang Irfan dengan tatapan tajam beberapa detik. Dia kembali berjalan meninggalkan bang Irfan.

Mbak Putri hanya terdiam melihat tingkah Carla yang tak seperti biasanya, tak bersikap sekejam itu pada abangnya. Dia menghampiri bang Irfan, mengusap bahu suaminya. "Semuanya butuh proses, Bang."

Bang Irfan hanya menjawab dengan senyum kecewa.

Carla keluar untuk mengambil mobilnya di garasi. Dia mengendari mobilnya ke arah rumah Difa. Dia turun dari mobil setelah menghentikan mobilnya di depan rumah Difa, lalu berteriak sesuka hati untuk memancing Difa keluar.

Tak lama pintu terbuka. Seorang laki-laki yang berciri fisik Difa yang membukanya. Dia terkejut melihat Carla yang sudah rapih dengan pakaian sekolahnya. "Dif, ayo ikut!" ajaknya.

Difa mengerutkan dahinya bingung. "Kemana? Ini masih gelap." Dia memperhatikan langit.

"Kita liat sunrise di atas Toga." Jawab Carla dengan antusias. "Ayo!" dia menarik tangan Difa untuk segera masuk ke dalam mobil.

"Gue belum mandi." Difa merapihkan rambutnya. Tubuhnya sudah berjalan beberapa langkah dengan tarikan Carla. "Maksa banget sih!" dia agak kesal.

Carla terdiam. Dia melepaskan tangan Difa. Bibirnya cemberut. "Ya udah." Semakin cemberut.

Difa membuang nafas pasrah. Entah apa yang harus dia buat untuk tak membuat Carla badmood. Namun rasanya perempuan cantik ini memang ingin melihat sunrise.

"Ayo!" Difa menarik tangan Carla pelan.

Melihat ajakan Difa, Carla tersenyum lebar, mereka begitu antusias menaiki mobil. Dalam perjalanan, dia terus berulang kali menyuruh Difa untuk mengebut, jika tidak, sunrise tidak akan dapat terlihat.

Difa menghentikan mobil Carla yang dikendarainya. Carla dengan cepat turun dari mobil, lalu berlari kecil untuk melihat sunrise lebih jelas. Namun sayang, sunrise sudah muncul beberapa detik lalu. Carla memasang wajah bete. Badmood.

Difa menghampiri Carla. Dia berjalan dengan pelan, kepalanya tertunduk sambil memainkan handphone-nya. Dia melihat kaki Carla sudah di depan sendal swallow yang dipakainya. Dia mengangkat kepalanya pelan. "Kenapa?" dilihatnya Carla sudah cemberut.

"Lo sih, brengsek!" Carla mendorong bahu Difa dengan keras sampai Difa tak bisa tertahan dan hampir jatuh. Dia berjalan cepat dengan perasaan kesal.

Difa melihat ke arah matahari yang sudah muncul. Kini dia tau kesalahannya. Dia mengejar Carla yang sudah masuk ke dalam mobil. Dia bingung akan berbuat apa, Carla semakin cemberut, mulutnya semakin ke depan seperti bebek. Namun dalam hatinya dia tertawa, terlihat lucu jika Carla memasang wajah seperti itu.

PERIHAL MENGIKHLASKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang