Carla meminta Difa untuk tak menjemuputnya. Semalam dia sudah meminta seseorang menjemput dirinya untuk berangkat sekolah bersama yang kebetulan satu sekolahan. Difa disebrang sana terus memaksa akan menjemput, dia tidak ingin ada orang lain yang menjemput Carla.
"Siapa yang mau nganter kamu sekolah?" tanya Difa dalam pesan line. Dia mengirimkan pertanyaan itu sebanyak 21 kali. Namun Carla tak berniat untuk membalasnya.
Carla menaiki motor yang dikendarai Alan. Saat mereka berdua berjalan bersama untuk masuk ke kelas masing-masing, semua orang melihat mereka. Mereka berdua menjadi topik di sekolah. Bagaimana tidak, Carla sudah diketahui semua orang dia dekat dengan Difa dan benar-benar dekat, namun sekarang dia bersama Alan.
"Kenapa lo deket sama dia?" begitulah pertanyaan teman-temannya.
Jawaban Carla singkat. "Dia baik." Dengan disertai senyuman, lalu dia meninggalkan si penanya untuk tidak terus bertanya.
"Gue kenal sama dia," Anggun menunjuk keluar yang berarti menunjuk Alan. "Selama gue sama Sendi, gue kenal dia yang sifatnya ancur." Ujarnya kesal.
"Dulu, dia bareng sama gue," Carla menujuk dirinya. Dia ikut kesal. "Gue bareng sama dia, gue kenal dia sebelum lo kenal duluan." Ujarnya dengan sinis, lalu meninggalkan ruangan kelas.
Carla tahu Alan. Dia tahu nakalnya Alan. Namun semua rasa waswas itu terbuang dengan pandangan Alan secara fisik. Dia bukan mencari apa-apa dari Alan, hanya ingin dekat. Itu saja cukup untuk membuang rasa rindunya pada saudara Alan yang sudah tiada.
*****
Carla duduk di depan kursi kelas. Menunggu Alan menghampirinya untuk pulang bersama. Handphone-nya terus berdering, mendapat panggilan dari Difa. Dia tahu, Difa pasti akan memaksa menjemputnya. Kini sudah 24 kali Difa menelepon, namun tak ada yang dia jawab sama sekali.
Dalam pesan line, Alan bilang kalau dia keluar akan cukup lama. Namun Carla tetap akan menunggu. Dia menunggu sendirian, teman-temannya sudah pulang duluan. Dia tetap duduk di atas kursi. Tiba-tiba seseorang dari belakang memegang lengannya. Carla menoleh.
"Dif," Carla terkejut. "Kok kamu,"
"Aku bisa dapetin kamu dimana pun." Potong Difa, lalu dia duduk di samping Carla.
"Ayo pulang, sekolah udah sepi." Ajak Difa.
Carla terdiam. Dia mencari alasan untuk tak pulang bersama Difa. Rasanya tak mungkin dia harus mengatakan akan pulang bersama Alan. "Hmmm," gumamnya sambil mencari alasan.
Dengan berat hati, Carla tersenyum dan menganggukkan kepalanya sebagai tanda iya. Akhirnya dia pulang bersama Difa. Tangannya dengan terpaksa mengetik pada Alan, karena hari ini tak bisa pulang bersama.
Difa mengajak Carla ke rumah. Bu Rima semalam menyuruh anaknya untuk mengajak Carla makan siang bersama di rumah. Carla menerima, kebetulan di rumah tidak ada siapa-siapa.
Carla masuk ke dalam kamar Difa. Kamarnya begitu acak-acakan. Dimana-mana ada foto Carla, foto perempuan yang dia cintai, namun belum siap untuk mengungkapkan perasaannya.
"Maaf aku gak,"
"Kamu 'kan fans aku." potong Carla, kemudian dipecahkan oleh tawa.
Difa yang awalnya merasa takut Carla akan marah, namun dia ikut tertawa dengan jawaban Carla.
Carla duduk di kasur Difa sambil melihat fotonya yang paling besar. Dia berpikir keras. Apa Difa secinta ini apa dirinya? Melakukan semua yang diinginkannya. Mengorbankan waktu untuk dirinya untuk selalu berada di sampingnya. Laki-laki itu memang baik untuk dirinya, tak ada yang kurang. Namun, dirinya belum siap untuk membuka hati pada siapapun. Rasa bersalahnya muncul, salah memperlakukan Difa dengan menyuruh dia seperti laki-laki yang diinginkannya. Seharusnya tak sejahat itu. Namun, bagaimanapun dia belum bisa sepenuhnya untuk Difa.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERIHAL MENGIKHLASKAN
Подростковая литератураTak ada hal yang harus Carla tolak jika dia datang kembali. Walau sudah berulang kali perjuangannya tidak dihargai. Jika dia menolak. Mungkin itu adalah hal paling bodoh selama 3 tahun ini dia perjuangkan dan menunggu. Laki-laki itu datang tanpa keb...