28. Hidayah

129 6 0
                                    

Carla membantingkan tubuhnya di atas kasur dengan pakaian yang masih berseragam. Dia merasa lelah setelah seharian belajar ini. Apalagi lelahnya semalam membuat tubuhnya terasa sakit. Tadi subuh, dia baru pulang dengan masih menggunakan seragam. Semalaman, dia pergi ke Bandung. Menengakan dirinya sendiri. Rasanya lelahnya membuat dia dengan cepat tertidur pulas.

Carla membuka matanya dengan kepala yang terasa pusing. Dilihatnya sudah pukul 5 sore. Dia terdiam, pikirannya tiba-tiba melayang dengan tingkah lakunya selama ini. Rasa seenaknya pada Difa, rasa marah pada keluarga kecilnya yang sampai sekarang belum baik-baik saja. Dia tetap tak mau berbicara untuk basa basi selain sepelunya, tetap tak mau untuk makan bersama, untuk shalat bersama pun dia tak mau. Dia sudah lama tak bergabung dengan anak-anak Opu Daeng, dia menjauh.

Carl tersadar dari lamunannya, tatapannya tertuju pada gantungan panjang di depannya. Pikirannya kini tertuju pada sesuatu yang tergantung itu. Dia berjalan menghampiri gantungan, mengambil dan menghadap cermin untuk dipakainya.

Kerudung. Kerudung yang sedang Carla pasangkan di atas kepalanya. Tangannya merapihkan kerudung dengan pelan dan sabar. Lalu dia tersenyum tipis, walaupun tipis, namun dia terlihat bahagia menggunakannya.

Air mata Carla perlahan menetes. Rasa sesalnya. Sesal dengan apa yang telah dia lakukan. Seharusnya, dia tak melepas kerudung setelah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia teringat dengan pertanyaan Difa beberapa waktu lalu, "kenapa kamu gak pake kerudung lagi?" dia ingat dengan amarahnya hari itu. Amarah yang seharusnya tak dia lakukan pada Difa.

Jika Carla menyuruh Difa untuk menjadi orang yang dia inginkan saja mau, kenapa Carla tak mau menuruti yang sebenarnya Difa inginkan untuk berkerudung. Padahal niat Difa baik, untuk melindungi Carla dan mengajarkan Carla untuk tak berpakaian sembarangan.

Saat itupun, Carla berniat dalam hati. Dia ingin menggunakan kerudung lagi. "Bismillahirohmanirohim." Dia menutup kedua matanya rapat, mengalir air mata membasahi pipinya.

Mbak Putri membuka pintu kamar Carla untuk membangunkan adik iparnya itu, dia terkejut melihat Carla yang menggunakan kerudung. Dia memberanikan diri untuk masuk. "Car," panggilnya pelan dengan perasaan yang tak tersangka.

Carla melihat mbak Putri dari cermin. Dia membalikkan badan dan berlari menghampiri mbak Putri. "Mbak," dia memeluknya. "Aku minta maaf, mbak." Air matanya pecah di bahu mbak Putri. "Aku salah, aku minta maaf."

Air mata mbak Putri ikut menetes melihat Carla. Dia melepaskan pelukkan. Tersenyum melihat Carla yang lebih cantik jika berkerudung. Dia merapihkan kerudung Carla. "Kami cantik." Senyumnya semakin lebar.

Carla tertawa kecil, namun berderai air mata bahagia. Dia memeluk kembali mbak Putri.

"Car," bang Irfan terkejut.

Carla berlari menghampiri bang Irfan, memeluknya dengan erat. "Bang, maafin Carla, Bang." Air matanya semakin deras.

Bang Irfan berkaca-kaca, mengusap kepala Carla. "Udah, udah." Dia menenangkan. "Masih ada waktu untuk kamu perbaiki semuanya." Dia melepaskan pelukan, menghapus air mata Carla.

"Bang," Carla meminta mohon kembali.

"Udah dimaafin." Bang Irfan tersenyum. "Kamu cantik." Pujinya.

Carla hanya tersenyum lebar.

*****

.sd

PERIHAL MENGIKHLASKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang