22. Hanya Butuh Waktu

195 6 0
                                    

 "Car, bangun." Mbak Putri mengetuk pintu untuk membangunkan Carla agar segera sholat shubuh karena waktu yang sudah semakin siang.

Carla mendengar ketukan itu, lalu dia melempar bantal ke arah pintu. "Berisik!" teriaknya.

Bang Irfan yang mendengar teriakan dari ruang tamu, melangkah menghampiri pintu kamar Carla. "Car, ayolah. Jangan ngeluh, gitu." Bujuknya.

Tak ada jawaban Carla. Bang Irfan dan mbak Putri mencoba lagi, namun tetap tak ada respon. Berkali-kali mereka terus lakukan, Carla tetap tak bangun, sampai akhirnya mereka berhenti dan kembali ke ruang tamu.

"Dia wajar Bang buat marah," ujarnya saat Putri sedang merapihkan dasi yang dipakai bang Irfan. "Dia berhak marah sama kita."

"Terus kita harus gimana?" tanya Bang Irfan dengan lemas walau masih pagi hari. Dia tak punya semangat karena melihat Carla yang tak ada semangat.

"Kita tunggu sampai dia tenang. Nanti dia pasti bakal baik-baik aja."

****

Carla membuka kedua matanya. Dilihatnya jarum jam menunjukkan angka 11. Dilihatnya dari tirai sudah terang. Dia menghampiri jendela, membuka tirai. Kepalanya terasa sakit, bahkan dia lupa dengan apa yang sebelumnya terjadi. Dia terdiam dengan dahinya mengerut, berpikir keras.

Setelah beberapa saat kemudian. Carla baru teringat dengan apa yang telah terjadi. Dia menyusap dahinya. Berpikir, apa yang selanjutnya gue lakukan setelah semuanya kayak ini?

Seharusnya Carla sekolah saat jam segini seperti anak-anak pada umumnya. Namun dia rasanya belum mau untuk sekolah, belum mau untuk keluar dari rumah, apalagi bertemu dengan teman-temannya. Bahkan untuk bertemu dengan orang-orang di rumah pun malas. Terlalu sakit hati untuk semuanya diterima.

Carla keluar dari kamarnya. Dia yakin tak akan ada siapa-siapa. Dia menuruni tangga, masuk ke dalam ruangan dekat dapur. Kuncinya sudah menempel. Dia membuka ruangan, keadaannya masih sama seperti kemarin. Dia melihat setiap figura yang terdapat foto dirinya bersama Restu. Mengusap setiap foto, tanpa dia sadari air matanya mengalir membahasi pipinya.

"Kenapa kamu harus pergi?" Carla mengusap kaca figura yang terdapat foto dirinya dan Restu di atas pohon.

Begitu banyak momen yang sering Carla dan Restu ambil saat mereka bersama, apalagi jika ada view yang indah. Setiap tournament futsal Restu selalu memenangkannya dan selalu ada foto berdua yang kedua tangan mereka memegang piala juara 1. Setiap momen monthsarry yang selalu dirayakan, selalu ada foto bersama.

Tiba-tiba perasaan rindu muncul. Ingin bertemu dengan sosok dalam foto. Carla tak bisa melakukan apa-apa selain melihat foto. Akhirnya dia hanya dapat memeluk figura dengan air mata yang terus mengalir. "Aku kangen."

Carla melihat figura yang besar, terdapat foto dirinya dan anak-anak. Dia ingat, foto itu diambil saat dia 3 monthsarry di acara car free night yang dirayakan bantuan dari Opu Daeng. Anak-anak memang selalu ada untuknya. Saat keluarga kecilnya pergi, anak-anak yang mengisi rumah. Namun kini dia merasakan benci pada anak-anak karena kebohongannya. Rasanya dia tak mau untuk bertemu dengan mereka lagi. Namun dia baru sadar, tak ada temannya selain mereka. Mungkin banyak diluar sana yang dia kenal, namun bukan berarti dia bisa menjadi teman yang baik seperti Difa dan teman-temannya. tapi untuk saat ini, dia memang tak ingin bertemu dengan siapa-siapa.

****

Difa mengetuk pintu kesekian kalinya. Berulang kali dia bergantian dengan Aisyah untuk mengetuk pintu kamar Carla. Namun Carla tak membukanya. Lama kelamaan dia risih. Akhirnya Carla membuka pintu. Dilihatnya Opu Daeng sudah ada di depan kamarnya. Sendi, Agung, Fajar dan Ali memegang baligho yang tertulis "CARLA KITA MINTA MAAF. KITA SAYANG CARLA."

PERIHAL MENGIKHLASKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang