Seperti biasanya, malam itu Ma Ji-liong menggelar tikar untuk tidur di lantai di pinggir ranjang. Tapi dia tidak bisa tidur.
Agaknya Cia Giok-lun juga tidak bisa tidur, mendadak ia bersuara, "He, kau belum tidur?"
"Hampir saja pulas, tapi belum tidur."
Orang yang sudah tidur mana mungkin diajak bicara.
"Kenapa kau tak bisa tidur?" Cia Giok-lun bertanya. "Apa kau sedang memikirkan persoalan orang itu?"
"Persoalan apa?" sengaja Ma Ji-liong balas bertanya.
"Bila opas itu pernah meyakinkan ilmu silat, mengapa kau tidak menduga kalau dulu ia seorang begal atau penjahat besar? Orang yang tiap hari membeli garam itu adalah komplotannya, kehadirannya di sini mungkin sedang merencanakan sesuatu?"
"Maksudmu melakukan kejahatan? Apa sangkut-pautnya dengan membeli garam?" bantah Ma Ji-liong. "Apa pula sangkut-pautnya dengan kita?"
"Siapa tahu dia menaksir tokomu dan akan merampoknya habis, membeli garam hanya untuk mencari tahu seluk-beluk tokomu ini."
Tak tahan Ma Ji-liong bertanya, "Ada barang penting atau berharga apa di toko kita yang harus direbut orang lain?"
"Hanya ada satu."
"Satu yang mana?"
"Akulah yang mereka incar."
"Kau kira mereka hendak merebut atau menculik dirimu?" Kali ini Ma Ji-liong tidak bisa tertawa, karena ia maklum rasa kuatir Cia Giok-lun memang beralasan.
Mendadak Cia Giok-lun menghela napas, katanya, "Mungkin kau memang tidak tahu siapa aku sebenarnya, tapi kau harus percaya, jika aku jatuh ke tangan kawanan penjahat itu........" Suaranya menjadi lemah, lidah seperti kaku, seolah-olah membayangkan akibat yang mengerikan, sorot matanya tampak panik dan takut. Sesaat lamanya baru ia mendesah pula, "Selama ini aku tidak habis pikir, kenapa kau berbuat begini terhadapku, tapi setelah hidup bersama dalam rumah ini sekian bulan, aku juga sudah melihat dan tahu, kau bukan orang jahat, sukalah kau menolong aku mencari tahu asal-usul orang itu."
"Bagaimana aku harus mencari tahu asal-usulnya?" tanya Ma Ji-liong.
Mendadak Cia Giok-lun tertawa dingin, katanya, "Kau kira aku tidak tahu bahwa kau juga pandai silat, umpama betul kau adalah pemilik toko serba ada ini, dulu kau pasti pernah berkecimpung di Kangouw, mungkin seorang terkenal di Bulim, aku menilai ilmu silatmu tidak rendah."
Ji-liong menunduk bungkam. Seorang pesilat kosen yang sudah belasan tahun berlatih ilmu silat, banyak segi dan kondisi yang berbeda dengan orang biasa. Ia percaya apa yang dikatakan Cia Giok-lun memang benar, setiap hari orang selalu memperhatikan gerak-geriknya. Maklum Cia Giok-lun memang benar, setiap hari orang selalu ia perhatikan, tiada buku yang dapat ia baca di rumah ini.
Cia Giok-lun menatapnya sekian lama, lalu katanya, "Kalau kau tidak melaksanakan permintaanku ini, aku akan........"
"Kau akan apa?"
"Sejak saat ini aku akan mogok makan dan minum, yang pasti aku sudah tidak ingin hidup tersiksa seperti ini."
Akal bagus dan tepat. Sudah tentu Ma Ji-liong tidak akan membiarkan dia mati kelaparan.
"Bagaimana?" desak Cia Giok-lun.
"Kapan aku harus melakukannya?"
"Sekarang, sekarang juga harus kau lakukan," sejenak ia berpikir, lalu menambahkan, "Kau harus berganti pakaian hitam, menutup kepala dengan kain hitam pula. Jika jejakmu ketahuan orang dan dia mengejarmu, jangan langsung lari pulang. Aku tahu kau pun tidak suka kalau asal-usulmu diketahui orang, benar tidak?" Ternyata perempuan ini juga paham lika-liku kehidupan kaum persilatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Darah Ksatria - Gu Long
ПриключенияKhu Hong-seng, Toh Ceng-lian, Ma Ji-liong dan Sim Ang-yap adalah empat pesilat muda yang sedang naik daun di dunia persilatan. Mereka berasal dari keluarga persilatan ternama dan kaya-raya. Di tengah hujan salju, mereka berkumpul di Han bwe-kok, seb...