Bab 37: Rahasia Bu-cap-sah

466 11 0
                                    

Di bawah tanah tiada emas, tiada istana, kereta kuda itu pun tidak kelihatan bayangannya.

Mulut lorong itu memang dibangun secara bagus oleh tangan seorang ahli, tapi keadaan di bawah jauh lebih sempit dan buruk dibanding yang pernah mereka pikirkan.

Lorong yang berbentuk kerucut itu tembus ke sebuah kamar batu. Di kamar bawah tanah itu hanya ada sebuah ranjang, sebuah meja, satu kursi, semua terbuat dari tanah, bagian luar atau lapisan luarnya semua dilapisi batu-batu hitam bulat yang ditata sedemikian rupa bagusnya.

Di kamar bawah tanah inikah tempat tinggal Bu-cap-sah?

Bu-cap-sah adalah pendekar aneh, tokoh silat yang disegani kaum persilatan tanpa tandingan pada masa jayanya dulu, mungkinkah ia bertempat tinggal di kamar batu seperti ini?

Siapa saja yang masuk ke kamar ini pasti kaget, heran, kecewa dan tidak percaya. Tapi bila mau berpikir secara cermat, segera akan paham bahwa tempat ini memang sejak mula sudah begini keadaannya.

Kamar batu ini terletak di dalam lembah mati, lembah mati yang dikenal orang luar sebagai daerah tandus gersang, tiada kehidupan di lembah ini. Bu-cap-sah adalah manusia biasa, bukan malaikat bukan dewa. Walau ia punya otak cerdik, punya tekad, keteguhan iman, keprigelan tangan untuk membuat lorong rahasia sebuah kamar batu di bawah ini, namun secara gaib tak mungkin menciptakan sebuah ranjang batu begitu saja.

Karena Bu-cap-sah ingin tidur di atas ranjang, maka ia harus membikin sendiri dari tanah batu hitam, karena di sini hanya ada tanah batu hitam. Hal ini mudah dimengerti oleh slapa pun.

Hanya ada satu persoalan yang membuat mereka tidak habis pikir, yaitu anak buah yang berjumlah puluhan dengan tubuh kekar gagah, cekatan lagi, bagaimana Bu-cap-sah dapat melatih pemuda-pemuda sebanyak itu di tempat seperti ini? Dari mana ia menarik atau menggaruk pemuda-pemuda sebanyak itu? Lalu di mana pula pemuda-pemuda sebanyak itu tinggal?

Lebih aneh lagi, Bu-cap-sah ternyata tidak mampu membuat atau mendapatkan sebuah ranjang yang normal, ranjang sesungguhnya, entah terbuat dari besi atau kayu. Demikian pula meja kursi yang lumrah juga tidak mampu dibuatnya sendiri. Menarik perhatian pula bahwa di atas ranjang ada selimut, di atas meja juga ada lampu.

Selimut tebal berbulu warna merah di atas ranjang itu ternyata buatan toko terkenal di kotaraja, terbuat dari sutera dan kapas yang kering empuk. Bagian muka selimut tebal itu disulam dengan benang warna-warni menggambarkan burung bangau dihiasi kembang warna-warni.

Lampu di atas meja tanah itu tidak mudah ditemukan pada keluarga biasa, kecuali hartawan yang berkantong tebal, karena lampu kaca itu buatan Persia yang tinggi harganya, lampu kaca yang menggunakan minyak kayu.

Umpama betul di sini tidak ada apa-apa, tiada emas tiada perak, ranjang meja kursi pun terbuat dari tanah, lalu dari mana datangnya selimut apik dan lampu kaca itu?

------------------------ooo00ooo-------------------------

Tiap kali keluar pintu Ji Liok selalu membawa batu ketikan untuk menyulut api, lekas sekali ia sudah menyulut lampu minyak di atas meja. Begitu lampu menyala cahayanya menerangi kamar batu yang lebarnya lima kali lima meter. Mendadak Cia Giok-lun menjerit kaget takut sambil mendekap mulut, langkahnya mundur mendekati Thiat Tin-thian, waktu Thiat Tin-thian menoleh ke arah ranjang, ia pun menyurut kaget. Ia berpengalaman luas, lama berkecimpung di Kangouw, julukannya saja tangan besi, nyali besi, maksudnya sebagai orang tabah pemberani, tak urung kali ini ia pun menjerit tertahan.

Di kamar batu itu mereka melihat sesuatu yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Mereka melihat seorang. Sesuai namanya, lembah mati ini memang tidak pernah dihuni manusia maupun hewan, memang sukar mempertahankan hidup di tempat yang tandus lagi gersang seperti ini, apalagi di kamar bawah tanah yang lembab ini. Tapi kenyataannya seseorang sedang tidur nyenyak di atas ranjang, tidur mungkur menghadap dinding, sekujur badannya tertutup selimut, hanya kelihatan kepalanya. Entah sengaja atau memang terlalu lelap orang ini tidur, kehadiran mereka yang banyak menimbulkan suara ternyata tidak membuatnya terjaga.

Darah Ksatria - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang