Toh Ceng-lian pun juga roboh. Sebelum terjatuh, darah merembes dari sudut mulutnya. Tapi dia masih berjuang untuk bangkit. Di atas meja masih ada arak di dalam guci lainnya. Ia merangkak ke sana dan menenggak arak itu. Sambil tertawa dengan keras, dia berkata, "Arak bagus. Arak bagus." Suara tawanya terdengar melengking dan menyedihkan.
"Ini arak yang amat bagus. Walaupun aku tahu arak ini beracun, aku tetap meminumnya. Kalian berdua lihat, bukankah hari ini aku minum sampai mati?" Ketika suara tawanya lenyap, dia pun terjungkal ke dalam liang itu. Dia tidak mau membiarkan Sim Ang-yap memakai liang itu sendirian. Langit tiba-tiba berubah menjadi gelap, angin dingin terasa mengiris kulit, tapi kedua pemuda itu tidak akan pernah merasa kedinginan lagi.
Khu Hong-seng dan Ma Ji-liong mengawasi kematian kedua orang itu dengan ketakutan, mereka merasa diri mereka sendiri pun seperti akan ambruk juga. Perubahan ini terlalu mendadak, terlalu mencekam dan terlalu menakutkan.
Setelah sekian lama, Khu Hong-seng pelan-pelan mengangkat kepalanya dan menatap Ma Ji-liong. Tatapan matanya lebih dingin daripada angin. Sorot matanya tajam seperti pisau, seakan-akan dia hendak merobek dada Ma ji-liong dan mengorek hatinya. Kenapa dia memandang Ma Ji-liong seperti itu? Ma Ji-liong sudah pulih kembali ketenangannya. Toh Ceng-lian adalah temannya, yang baru saja mati dengan tiba-tiba tepat di hadapannya. Tapi dia tidak kelihatan sedih. Kematian Toh Ceng-lian sangat aneh. Tapi dia pun tidak kelihatan terkejut.
Agaknya dia tidak perduli apakah orang lain hidup atau mati, atau bagaimana mereka bisa mati, karena dia masih hidup. Karena dia masih tetap Ma Ji-liong, yang selamanya dijuluki Pek-ma Kongcu Ma Ji-liong.
Khu Hong-seng menatapnya. Tiba-tiba dia bertanya, "Kau benar-benar tidak pernah minum?"
Ma Ji-liong tidak menjawab. Jarang sekali dia mau menjawab pertanyaan orang. Biasanya, dialah yang bertanya dan memberikan perintah.
"Aku tahu kau juga minum arak. Aku pernah melihatmu minum, dan minummu itu tidak sedikit," kata Khu Hong-seng.
Ma Ji-liong tidak mengiyakan dan juga tidak menyangkal.
Khu Hong-seng berkata, "Kau bukan cuma pernah minum, tapi kau juga sering minum. Bahkan kau sering mabuk. Saat berada di rumah makan Tin-cu-hong di Hangciu, kau minum siang dan malam selama tiga hari berturut-turut. Kau mengusir semua tamu di rumah makan Tin-cu-hong itu karena mereka semua jorok, tidak setimpal untuk minum denganmu." Dia berhenti sejenak dan kemudian melanjutkan, "Menurut cerita orang, kau pernah menghabiskan seluruh persediaan arak Li-ang-ciu di rumah makan Tin-cu-hong itu, arak simpanan sebanyak 20 kati setiap gucinya. Dan kau menghabiskan empat guci. Sampai saat ini, belum ada yang berhasil memecahkan rekormu itu."
Ma Ji-liong berkata dengan dingin, "Guci terakhir bukan berisi arak Li-ang-ciu. Rumah makan Tin-cu-hong itu cuma punya tiga guci arak Li-ang-ciu yang tulen."
"Setelah menghabiskan enam puluh kati arak simpanan, kau masih bisa membedakan bahwa guci terakhir bukan berisi arak yang tulen. Kemampuan minum arakmu benar-benar bagus."
"Kemampuanku minum arak memang bagus," kata Ma Ji-liong.
Khu Hong-seng berkata, "Tapi.... hari ini kau tidak menyentuh arak setetes pun." Sorot matanya semakin dingin. "Kenapa hari ini kau tidak minum? Kau tahu ada racun di dalam arak ini, bukan?"
Ma Ji-liong tetap tutup mulut.
Khu Hong-seng meneruskan, "Kau datang ke mari bersama Toh Ceng-lian. Kau tentu tahu di mana dia memesan makanan dan arak. Kau menyuap seseorang untuk meracuni arak itu. Itu benar-benar urusan yang amat mudah."
Walaupun Ma Ji-liong tidak membenarkan, anehnya dia pun tidak menyangkalnya.
Khu Hong-seng berkata, "Aku sudah bertekad hendak mati daripada masuk ke Bik-giok-san-ceng. Sekarang Toh Ceng-lian dan Sim Ang-yap sudah tergeletak mati seperti ini, maka Bik-giok Hujin tidak perlu memilih lagi. Paduka yang mulia ini tentu akan menjadi menantunya." Lalu dia menyeringai dan berkata, "Hal ini benar-benar menggembirakan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Darah Ksatria - Gu Long
AvontuurKhu Hong-seng, Toh Ceng-lian, Ma Ji-liong dan Sim Ang-yap adalah empat pesilat muda yang sedang naik daun di dunia persilatan. Mereka berasal dari keluarga persilatan ternama dan kaya-raya. Di tengah hujan salju, mereka berkumpul di Han bwe-kok, seb...