Bab 31: Penjahit Luar Biasa

410 8 0
                                    

"Tadi aku sudah bilang kubawa, tentu ada di sini."

Toa-hoan, Cia Giok-lun, Thiat Tin-thian dan Ong Ban-bu menyaksikan penjahit ini tidak membawa apa-apa, bertangan kosong, tetapi sambil bicara ia berputar satu lingkaran. Waktu ia menghadap pula ke arah mereka, tangannya sudah memegang dua blok kain. Satu blok kain sutera di tangan kanannya berdasar merah, malah tersulam kembang mawar kuning emas.

Sudah tentu Toa-hoan berempat berdiri melongo. Tak ada di antara mereka yang melihat jelas dengan cara apa penjahit ini menyembunyikan dan mengeluarkan dua blok kain sutera itu. Seperti main sulap saja, tahu-tahu bahan pakaian sudah tersedia. Beruntun penjahit itu mengeluarkan lagi sebungkus pupur wangi, gincu dan minyak wangi. Sukar orang membayangkan dan rasanya tidak masuk akal, barang sebanyak itu entah di mana ia sembunyikan.

Thiat Tin-thian berkata setelah menghela napas, "Sungguh tak dinyana, kami gembong-gembong silat yang sudah kawakan berkecimpung di Kangouw juga dapat kau kelabui dengan cara yang begini sepele. Aku rasa saudara tentu seorang kosen juga."

Dengan senyum manis penjahit itu menggelengkan kepala, katanya, "Aku bukan orang kosen, sedikit pun aku tidak kosen. Yang pasti kau berperawakan lebih tinggi gede dibanding aku. Orang yang bertubuh gede akan makin gagah dan enak dipandang bila mengenakan pakaian karyaku." Dari atas sampai bawah ia memperhatikan tubuh Thiat Tin-thian, "Hanya sayang pakaian yang melekat di tubuhmu sekarang jelek jahitannya, tidak cocok dengan potongan tubuhmu. Lain kali kalau ada waktu, akan kubuatkan beberapa perangkat pakaian untukmu."

"Kalau tidak salah tadi aku mendengar kau bilang membawa juga tandu pengantin?" tanya Thiat Tin-thian.

"Kalau sudah tiba saatnya, tandu pengantin pasti akan ke mari," demikian ujar penjahit itu. "Mempelai laki dan perempuan saja tidak gugup, tidak ingin lekas kawin, kenapa justru kalian yang terburu nafsu."

Mendengar penjahit ini bicara tentang 'mempelai laki dan perempuan', roman muka semua orang pun berubah hebat. Terutama Cia Giok-lun, tubuhnya bergoncang dan berkeringat dingin.

Dugaan mereka tidak keliru. Ambisi Bu-cap-sah tidak kecil. Jika ia mempersunting puteri tunggal Bik-giok-san-ceng, Bik-giok Hujin pasti bisa mati saking marahnya. Toa-hoan juga harus bunuh diri dengan menumbukkan kepala ke dinding karena gagal menunaikan tugasnya.

Mendadak Thiat Tin-thian bertanya kepada Toa-hoan, "Apakah kita biarkan saja orang ini membuat pakaian untuk nona Cia?"

"Tidak boleh, jangan beri peluang dia bekerja di sini," sahut Toa-hoan.

"Adakah penjahit di dunia ini yang tidak bisa membikin pakaian orang?"

"Kurasa ada, hanya dengan satu macam cara untuk membuat penjahit tidak bisa bekerja."

"Dengan satu cara? Lalu penjahit macam apa yang takkan bisa bekerja itu?"

"Penjahit yang sudah putus jiwanya."

Ternyata penjahit itu bersikap tenang dan wajar. Dengan asyik ia mendengarkan percakapan mereka dengan tersenyum ramah, seperti orang linglung yang tidak mengerti apa arti percakapan mereka. Akhirnya dia berkata, "Aku bukan penjahit mampus. Sekarang aku masih segar bugar, penjahit bagus yang selalu bekerja penuh gairah."

"Sayang sekali, betapapun penjahit bagus akhirnya akan mampus juga," demikian jengek Thiat Tin-thian. Perlahan ia mengulurkan tangannya ke depan. Luka-lukanya sudah hampir sembuh. Di mana telapak tangan besinya terangkat, ruas tulang tubuhnya mendadak berkeratakan seperti petasan.

Umpama penjahit itu orang pikun, manusia goblok, pasti juga paham apa maksud perkataan Thiat Tin-thian. Mendadak ia berseru sambil mengangkat sebelah tangan, "Tunggu dulu, aku masih ingin bicara."

Darah Ksatria - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang