Ada orang yang sangat menyukai bunga. Tak perduli bagaimana pun suasana hati mereka, mereka akan selalu memetik bunga dan meletakkannya di dalam pot.
Agaknya Siau-hoan tidak menyembunyikan apa-apa atau mempunyai sebuah skandal. Dia benar-benar sudah memutuskan untuk mati demi cinta. Tapi kenapa laki-laki ini harus memaksanya mati? Apa hubungannya dengan gadis itu? Apakah dia sahabat Khu Hong-seng yang datang untuk memaksanya bunuh diri atas nama cinta atau datang untuk membungkam mulutnya?
Berpikir sampai sejauh ini, Ma Ji-liong tiba-tiba melihat sesuatu yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya walaupun dalam mimpi. Mendadak Siau-hoan berjalan mendekat dan duduk di pangkuan laki-laki itu. Dia lalu melingkarkan lengannya di leher laki-laki itu dan menggigit daun telinganya dengan perlahan.
Dengan terengah-engah dia berkata, "Kau ingin aku mati. Aku ingin kau juga mati."
Gaun luarnya tahu-tahu sudah merosot jatuh. Di balik gaun sutera yang ketat itu terdapat pakaian dalam berwarna merah menyala, yang membuat kulitnya tampak semakin putih. Ma Ji-liong benar-benar tidak sanggup menonton terus. Ini adalah skandal orang lain. Dia seharusnya tidak mengorek-ngorek urusan mereka.
Tapi... dia teringat pada Khu Hong-seng yang dirundung cinta di dekat liang itu. Dia ingin berteriak dan memisahkan kedua orang yang hendak 'mati' itu. Dia juga bermaksud untuk melompat masuk lewat jendela.
Tapi dia malah melompat keluar tembok lagi dan mengetuk pintu gerbang. Dia mengetuk beberapa kali sebelum akhirnya mendengar suara Siau-hoan dari dalam, "Siapa itu?"
"Ini aku."
"Siapa kau? Bagaimana aku tahu siapa kau? Apakah kau tidak punya nama?" Nada suara Siau-hoan tidak begitu ramah, tapi akhirnya ia keluar untuk membukakan pintu gerbang.
"Oh, kau!"
Melihat Ma Ji-liong, dia tentu saja terkejut, tetapi ketenangannya kembali pulih dengan cepat. Dengan muka tanpa ekspresi, dia berkata dengan dingin, "Aku tidak tahu kalau Ma-kongcu akan datang lagi. Apakah kau khawatir kalau aku akan kesepian di malam hari? Apakah kau datang ke sini untuk menghiburku sebagai pengganti Khu Hong-seng?"
Kata-kata ini amat menusuk. Mendengar ucapan seperti ini, orang yang mempunyai maksud seperti yang dikatakannya itu tentu akan cepat-cepat pergi.
Sayangnya Ma Ji-liong tidak bermaksud begitu. Dia berkata dengan tenang, "Aku tahu pasti bahwa kau tidak kesepian. Aku cuma khawatir kalau kau akan mati di tangan seseorang."
Wajah Siau-hoan memerah, lalu berubah pucat. Tiba-tiba dia membalikkan badan dan berjalan masuk ke dalam rumah. Lalu dia berkata, "Ikutlah denganku."
Ma Ji-liong mengikutinya. Ternyata gadis itu membawanya ke ruangan tadi. Laki-laki itu telah lenyap.
"Duduklah," perempuan itu menunjuk kursi empuk yang tadi diduduki laki-laki itu. "Silakan duduk."
Ma Ji-liong tidak duduk. Dia tidak melihat laki-laki itu, tapi dia melihat sepasang sepatu kulit itu, sepasang sepatu kulit yang amat indah.
Di kamar itu ada sebuah ranjang. Di belakang ranjang tergantung sehelai tirai kain yang amat panjang. Tetapi ujungnya masih belum menyentuh lantai. Dan sepasang sepatu kulit itu terlihat berada di bawah tirai.
Siau-hoan bertanya, "Kenapa kau tidak duduk?"
"Agaknya kursi ini bukan diperuntukkan buatku," kata Ma Ji-liong.
Siau-hoan tertawa, tapi tentu saja tawanya itu tidak timbul dengan wajar. Dia berkata, "Kau tidak duduk. Lalu siapa yang akan duduk di sini?"
"Agaknya ada seseorang," kata Ma Ji-liong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Darah Ksatria - Gu Long
ПриключенияKhu Hong-seng, Toh Ceng-lian, Ma Ji-liong dan Sim Ang-yap adalah empat pesilat muda yang sedang naik daun di dunia persilatan. Mereka berasal dari keluarga persilatan ternama dan kaya-raya. Di tengah hujan salju, mereka berkumpul di Han bwe-kok, seb...