Bab 38: Bu-cap-sah Palsu Ternyata........

695 11 0
                                    

Setiap orang harus bernapas, kamar di bawah tanah ini pun perlu udara segar, maka dibuat sebuah lubang angin di langit-langit kamar. Karena adanya lubang angin yang tembus ke kamar bawah tanah ini, maka mayat Bu-cap-sah yang meninggal entah kapan sudah membusuk sejak lama, kini tinggal kerangkanya saja.

Sebatang bambu besar dipotong sepanjang yang dikehendaki, setiap ruas bambu itu dibikin lubang, bambu besar yang sudah berlubang itu pun dijadikan lubang angin yang menyerap hawa segar di luar ke dalam kamar batu di bawah tanah ini. Suara pembicaraan yang mereka dengar datang dari lubang angin di langit-langit kamar itu.

Pertama kali mendengar suara itu, mereka sukar membedakan orangnya, tapi menyusul terdengar pula suara orang bertanya dengan nada kaget dan heran, "Sandiwara? Siapa yang main sandiwara? Main sandiwara apa?"

Suara orang ini cukup lantang, mereka cukup kenal suara itu, karena yang bicara adalah Ma Ji-liong. Dengan siapa Ma Ji-liong berbicara?

"Sudah tentu kau dan aku yang bermain sandiwara."

"Jadi kau bukan Bu-cap-sah?" tanya Ma Ji-liong.

"Siapa bilang aku Bu-cap-sah," orang itu tertawa. "Kau membayar lima ribu tahil perak supaya aku berperan sebagai Bu-cap-sah, kenapa kau pura-pura pikun malah?"

"Aku menyuruh kau berperan sebagai Bu-cap-sah dengan bayaran lima ribu tahil perak?" melengking suara Ma Ji-liong, heran dan gusar.

"Siapa lagi kalau bukan kau."

"Kenapa aku harus bersandiwara segala?"

"Supaya orang banyak beranggapan kau sebagai manusia terbaik yang tiada bandingan di kolong langit, sebaliknya aku adalah tokoh jahat yang tiada bandingan di jagad. Sengaja permainan sandiwara ini dibuat ribut dan ruwet, rencana telah kau atur sedemikian rupa sehingga di tengah kekacauan, mereka saling gontok dan bunuh. Setelah mencapai babak akhir, kau memberi kesempatan kepada pengawal Persia itu untuk membabat kepala mereka dengan golok melengkungnya, dalam permainan ini aku kan hanya boneka belaka."

"Ke mana orang-orang yang membongkar rumah-rumah penduduk itu?"

"Lho, mereka kan orang-orangmu, siapa yang tidak tahu Thian-ma-tong punya duit, besar pengaruhnya, pekerjaan apa yang tidak bisa dilakukan orang-orang Thian-ma-tong?" dengan tertawa orang itu berkata lebih lanjut. "Sungguh aku amat kagum padamu, entah bagaimana kau dapat merangkai cerita khayal itu, tapi mereka memang percaya bahwa di lembah mati ini ada emas, kau memang seorang cerdik."

Ma Ji-liong bungkam.

Dengan tertawa orang itu berkata pula, "Lebih lucu lagi, aku ini orang biasa, orang lemah, memikul air segantang juga tidak kuat, maka kau buatkan alat jepretan untuk menyambitkan batu hitam, kau suruh aku menyimpan alat jepretan itu dalam lengan baju, supaya orang beranggapan aku memiliki tenaga luar biasa, memiliki kepandaian menimpuk yang tepat dan telak."

Lama sekali baru terdengar Ma Ji-liong bertanya, "Apa betul kau tidak pandai main silat?"

"Main silat sih bisa sedikit, gerakan cakar kucing saja, tapi kalau dibanding kau, Pendekar Besar Ma Ji-liong, jelas bedanya seperti langit dan bumi."

Ma Ji-liong manggut-manggut, "Cara bagaimana kau dapat mendengarkan percakapan kami di dalam toko?"

"Mendengar percakapan apa?" orang itu balas bertanya. "Sepatah kata pun aku tidak mendengar percakapan kalian."

"Jadi bukan kau yang berbicara di luar waktu itu?"

"Sudah tentu bukan."

"Memangnya siapa kalau bukan kau?"

"Mana aku tahu, yang benar tidak ada orang bicara di luar waktu itu." Orang itu membela diri, "Aku jadi heran. Kecuali pemain watak yang ulung, kau juga sebagai pengatur laku dalam permainan sandiwara ini, seluk-beluk organisasinya juga hanya kau yang tahu. Aku hanya pemain kecil, apa yang kutahu tidak sebanyak yang kau kuasai." Setelah menghela napas, orang itu menyambung, "Apa pun yang telah terjadi, sandiwara ini harus segera diakhiri, nona Toa-hoan dan Hwesio gundul itu berada di dalam gua, lekas kau ajak mereka keluar saja. Kali ini kau berhasil berperan sebagai orang gagah, pendekar besar yang membela dan menolong gadis cantik, Hwesio gundul musuhmu itu pasti akan takluk dan kagum serta tunduk lahir batin kepadamu. Aku hanya pemain bayaran, sebab dan akibat permainan sandiwara ini tiada sangkut pautnya dengan aku, namun lima ribu tahil adalah imbalan yang kurang setimpal untuk perananku. Kalau kau berhati baik, tolong tambah bayaranku......"

Darah Ksatria - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang