Pulang sekolah hari ini aku langsung pergi kearah ruang osis bersama Raissa. Caca hari ini ada acara keluarga katanya, jadi aku memutuskan untuk pergi ke ruang osis ditemani oleh Raissa--teman satu kelasku yang ternyata mendaftar osis juga.
"Akhirnya kamu dateng juga, aku kira gak bakal dateng." Ucap Kak Daffa ketika melihatku memasuki ruang osis.
"Yee Ega mupeng banget mukanya"
"Yaelah Ga adek kelas yang itu jangan di modusin napa, buat gua aja."
"Tumben Ga, bisa modus sama cewe, gua kira lu gay."
"EH CIE AKU-KAMU SI EGA.."
Seketika ruang osis dipenuhi dengan sorak-sorakan yang ditunjukan untuk Kak Daffa dan untuk ku--sepertinya.
"Udah Nad gausah didengerin, emang kadang pada gila semua." Ucap Kak Daffa sambil menuntun ku untuk duduk di sampingnya. Aku hanya tersenyum kikuk mendengarnya.
"Wetss Ega, kenalin dong gebetannya." Kata seseorang kakak kelas yang sepertinya teman dekat Kak Daffa. Aku sering melihat mereka berkumpul di kantin.
"Nad, ini Raka temen gua. Rak, ini Nadila." Aku mengganguk tersenyum tipis ke arah Kak Raka.
Kakak kelas yang bernama Raka itu mengulurkan tangan sambil tersenyum lebar. "Kenalin, babang Raka. Atau kalo mau panggil ayang Raka juga boleh." Kak Daffa langsung menempeleng kepala Kak Raka ketika mendengar perkataannya yang terakhir itu.
Aku tertawa kecil lalu menyambut uluran Kak Raka, "Nadila."
"Wadaw Ga! Gua barusan denger suara malaikat ngomong deh kayaknya." Seru Kak Raka.
Kak Daffa melotot ke arahnya, "heh anjing daritadi ni orang, nyari mati lu?" Katanya sambil tetap melotot ke arah Kak Raka yang sekarang sedang mengacungkan kedua jarinya sambil tersenyum takut.
"Pis Ga, Nadila aman kok gak bakal gua embat agar persahabatan kita terhindar dari zina godaan setan yang terkutuk." Tawa yang daritadi ku tahan akhirnya tidak bisa ditahan lagi.
Bukan hanya aku yang tertawa, tapi Raissa juga. Berbeda dengan Kak Daffa mendenguskan nafas kesal ketika mendengar perkataan Kak Raka. Sepertinya dia sudah biasa dengan tingkah laku sahabatnya yang satu itu.
"Pengurus osis sekarang kumpul bentar, ada rapat sebentar lagi, buat adek-adek calon osis tunggu sebentar yaa!" Ucap ketua osis yang baru saja masuk ke dalam ruang osis.
Kak Daffa menghela nafas pelan, "Nad, aku rapat dulu ya." Aku menganggukan kepala meng-iyakan perkataannya.
Setelah semua pengurus osis keluar dari ruang osis dan aku yang sedang berbincang-bincang dengan Raissa, tiba-tiba mendengar suara seseorang yang tidak asing sedang tertawa geli masuk ke ruang osis.
"Eh ada Nadila! Udah lama gua gak liat nyapa lo!" Tegur seorang perempuan yang bisa kupastikan dari suaranya dia adalah Sarah.
Aku menengok kearahnya sambil tersenyum lebar--walaupun masih jelas dipikiranku bagaimana Alvian memeluk dan mengelus kepalanya.
Aku segera menepis pikiran-pikiran negatif itu, "Eh Sarah, Lo sih, sombong banget sok sibuk sampe gak nyapa gua." Ucapku sambil sedikit tertawa.
Sarah hanya terkikik lalu duduk disampingku dan Alvian yang daritadi diam duduk disampingnya. "Gua kesel banget deh, osis ngumpulnya tiba-tiba gini. Eh giliran udah pada ngumpul pengurusnya ngilang. Pada kemana sih?"
"Pada rapat katanya, trus kita disuruh nunggu disini." Sarah hanya mengganguk-angguk kepalanya mendengar jawabanku.
"Eh ada Raissa, gua gak liat lo tadi. Maaf ya hehehe" Ucap Sarah ketika aku mulai berbincang-bincang lagi dengan Raissa.
"Ah lo mah emang kebiasaan Sar, temen dari sd dilupain. Gapapa gua mah." Balas Raissa dengan nada humor didalamnya.
"Nad gua pindah deh ke samping Raissa, ada yang ngambek tuh." Sarah menyuruh ku bergeser ketempatnya. Tanpa sadar aku menggeser mendekati seseorang--Alvian.
Ketika Sarah dan Raissa sedang asyik bercerita tentang masa-masa sekolah dasarnya, aku disini hanya bisa terdiam tidak mengerti apa yang mereka berdua bicarakan. Karena bosan, aku memutuskan untuk membuka handphone lalu membaca cerita diwattpad. Begitulah kurang lebih yang kulakukan ketika bosan dan tidak tau harus beraktifitas apa.
Aku mendengar orang yang duduk di sampingku ini menarik nafas panjang, "Nad."
Aku langsung mengalihkan pandanganku dari handphone kearahnya, "Lo manggil? Kenapa?"
"Ehm.. gak jadi deh."
Aku mengenyit, maksudnya apa tidak jadi? Selalu saja dia seperti itu.
Jujur saja, aku paling malas ketika mendengar seseorang yang hendak berbicara kemudian menarik lagi ucapannya, "Yaelah Al, kenapa? Gua udah nengok loh."
Dia lagi-lagi menarik nafas panjang, "gua butuh temen cewe yang bisa diajak curhat dan gua ngeliat lo jadi gua kayaknya mau curhat sama lo aja."
Dia menghentikan perkataannya lalu melanjutkannya lagi, "mau gak?" Dia menatapku intens, melihat setiap gerak-gerik yang aku tunjukan.
Aku mau, itu pasti.
Aku memang tipikal orang yang sangat suka ketika orang bercerita kisahnya kepadaku. Tapi, bagaimana dengan Sarah?
"Sarah? Dia ngizinin?" Tanyaku hati-hati.
Alvian menggaguk mantap, "dia pasti ngizinin."
"Oke, kapan?"
***
"Nadila, mau pulang bareng gak?" Kak Daffa tiba-tiba muncul setelah tadi dia menghilang dari kerumbunan pengurus osis yang mengawasi calon osis.
"Loh kak, darimana aja?"
Dia langsung tersenyum lebar, "cieee nyariin aku ya? Baru ditinggal satu jam udah rindu aja nih.." Ledeknya sambil menusuk-nusuk pipiku dengan jari telunjuknya.
Aku menepis tangannya dari mukaku, "ish kak, iseng banget sih."
Bukannya merasa bersalah dia malah semakin gencar menggodaku, "IHHHH KAK DAFFA!!" Mendengar aku yang berteriak kesal Kak Daffa justru terbahak-bahak.
Dia mencubit pipi kanan ku, "Ishh Nad kamu lucu banget sih." Aku hanya merengut kesal ketika mendapat cubitan darinya.
Aku menahan senyumanku ketika tangan Kak Daffa mengamit tanganku. Rasanya, ingin sekali berlompat-lompat di kasur. Mungkin list yang harus kulakukan pertama ketika sampai rumah adalah berlompat-lompat di kasur.
Sepanjang perjalanan dari sekolah ke parkiran ada satu hal yang tidak aku ketahui. Bahwa sebenarnya, dari awal ada seseorang yang memantau ke arahku dan Kak Daffa dengan tatapan pedihnya.
***
Siapa hayo??
Btw chapter ini pendek bgt cuma 900 words hehe, maap keun.

KAMU SEDANG MEMBACA
Nadila
Teen FictionBagaikan ombak yang menyapu habis daratan, kehidupan Nadila yang awalnya berjalan seperti sewajarnya berubah setelah ia dekat dengannya. Lelaki usil yang banyak diidolakan oleh kaum hawa penghuni sekolah, dan kakak kelas tampan yang memiliki sejuta...