28- Rumah Alvian

141 5 2
                                    

Ketika sampai di dalam rumah Alvian, aku tidak melihat siapa-siapa disana. Bahkan, rumah tersebut bisa dibilang seperti tak berpenghuni.

"Al, rumah lo kok sepi banget ya?" Aku sengaja untuk masuk belakangan untuk bisa bertanya kepada Alvian.

"Ortu gua kerja, kakak gua kuliah di luar negeri." Balasnya sambil mengunci kembali pintu yang terbuka.

Aku mengangguk, "trus lo sendirian gitu setiap pulang sekolah?"

"Iya. Kenapa? Mau nemenin?" Alvian menaik turunkan alisnya yang tebal itu.

Aku mengenyit sambil memutar bola mataku, "ogah." Kemudian berlari mengikuti teman-teman lain yang sudah lebih dulu masuk ke dalam rumah Alvian.

"Ck, malah kabur." Aku masih bisa mendengar gumaman Alvian walaupun sudah berlari dari hadapannya.

"Nadila! Kenapa kesana? Sini!" Seru Sabita dari taman belakang. Ya, rumah cowok usil yang satu ini memang bisa dikategorikan besar. Aku sendiri bingung, mengapa aku belum melihat pembantu di rumah sebesar ini.

Aku berjalan ke arah Sabita dan yang lain lalu duduk, tepat di depan Kak Daffa.

"Oke, jadi ceritanya gimana Nad?" Tanya Kak Daffa saat Alvian sudah duduk di sampingku.

Aku melirik Sabita, Alysa, dan Caca secara bergantian. Lalu, aku melirik ke arah Kak Daffa. "Sarah, istirahat kedua naro kotak yang isinya kecoa kak ke dalem tas gua."

"Dia tau darimana lo punya phobia kecoa?" Suara Alvian yang meninggi membuatku sedikit ciut. Padahal aku tau bahwa suara itu bukan ditunjukkan untukku melain kan untuk Sarah yang sudah menaruh kecoa di dalam tasku.

"Bentar deh, darimana lo tau Nadila punya phobia kecoa? Perasaan yang tau kita-kita doang deh," sambar Sabita sambil merebut makanan ringan yang Alvian pegang.

"Y—ya kan gua ngekepoin Nadila, hehehe" Alvian menatap ke arahku mengacungkan jari telunjuk dan tengah untuk membentuk lambang peace ditangannya.

"Dasar," Aku menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum kecil.

"Halah, back to topic woy!"

Aku melirik Sabita yang jengkel, lalu melanjutkan cerita yang sempat tertunda. "Oke-oke, abis itu Sabita nahan Sarah biar gak kabur. Sarah disitu sepenglihatan gua sih, mukanya panik banget gitu deh. Nah abis itu, Alysa masuk nyamperin gua trus dia ngeliat kecoa yang ada di kotak itu gerak. Otomatis, dia teriak. Trus, Sarah gatau gimana langsung ngelepasin pegangan Sabita dan kabur."

"Iya, pas gua mau kejar kata Nadila gausah. Bedon emang dia mah," Sabita melirikku dengan muka masam.

"Kalo menurut gua sih, Nadila bener tentang gausah di kejar. Ngapain juga, kan kita masih bisa nyamperin dia nantinya," Ucap Caca.

"Gua setuju sama Caca," sambar Alysa.

Sabita mengenyit kesal, "parah banget sih gak ada yang mihak ke gua."

Semua langsung menertawakan Sabita diiringi oleh ejekan-ejekan untuk dirinya. Hanya satu yang tak ikut mengejek. Bahkan, tertawa pun tidak. Alvian yang seolah sadar Kak Daffa tidak sama sekali bersuara langsung bertanya. "Ega, diem aja lo daritadi. Ngapa dah?"

Kak Daffa tetap diam seolah tidak ada yang berbicara kepadanya. Aku tau, pasti ada yang menganggu pikirannya saat ini. Dan pastinya ini ada sangkut pautnya dengan adiknya yang sedang dibicarakan. Sebenarnya, aku merasa tidak enak dengan Kak Daffa. Tapi, semua perbuatan Sarah sudah mendorongku untuk tidak mendiamkan lagi kegiatan apapun itu yang menganggu ku.

Nadila Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang