24- Akhirnya

134 9 3
                                    

Jika kalian betanya-tanya, adakah jawaban dari si pengirim email itu?

Jawabannya adalah tidak. Dia tidak sama sekali berani menjawab balasanku waktu itu. Ini adalah waktu terlama dia tidak memberikanku ancaman-ancaman sejak pertama kali dia mengirim email. Mungkin setelah dihitung-hitung sudah sekitar satu bulan email itu tidak lagi masuk ke dalam inbox ku. Aku harap email itu benar-benar tidak akan pernah muncul lagi ke depannya. But, who knows?

Alvian dan Kak Daffa sudah membantuku semaksimal mungkin untuk mencari si pengirim itu. Walaupun, sampai sekarang kami masih belum menemukan si pengirim. Tapi, hikmah yang bisa diambil adalah, Kak Daffa dan Alvian sekarang menjadi teman yang cukup dekat bahkan bisa dibilang sahabat? Entahlah, mereka sudah jarang bertengkar.

"Nad, besok ada waktu? Aku mau ngasih tau sate padang yang enak nih. Sekalian ada yang mau diomongin."

"Ohh, ada kok kak." Kak Daffa tersenyum mendengar jawabanku. Barusan Kak Daffa memang mengantarku pulang. Seperti biasa, Alvian dan Kak Daffa bergantian mengantarku pulang dari sekolah.

Aku sendiri bingung, apa itu tidak merepotkan?

"Oke deh, sampe ketemu besok Nad. Jangan lupa bales LINE ya!" Aku menatap motor Kak Daffa yang lama-kelamaan mengecil dari pandangan.

Aku masuk ke dalam rumah, kemudian ke dalam kamar. Yang mengejutkan adalah, di kasurku sekarang ada seorang perempuan yang sedang tertidur. Wajahnya tertutup oleh selimut tebalku. Aku memutuskan untuk keluar dari kamar, mengambil pisau dapur.

Jangan berpikiran aneh dulu. Ini hanya untuk berjaga-jaga mungkin saja dia penjahat? Entahlah, abangku yang mengajariku untuk bertindak seperti ini jika ada yang mencurigakan.

"Hmm.. Nadila? Lo udah sampe ya?" Ucap perempuan itu, wajahnya yang tadi tertutup oleh selimut sekarang tertutup dengan rambut. Yang kupikirkan sekarang adalah semoga dia memiliki wajah, kalo tidak aku akan benar-benar menusuknya. Eh? Tapikan hantu gak bisa ditusuk ya? Halah, hentikan pikiran liarmu Nad.

"Siapa lo?!" Tanyaku sambil mengacungkan pisau.

Perempuan yang semula menutupi wajahnya dengan rambut, sekarang sudah terlihat jelas wajahnya yang panik melihatku membawa pisau. Ternyata itu,

"Sarah?! Lo ngapain?"

"Nadila?! Lo mau ngapain?!"

Yap, kami mengcapkan kalimat itu berbarengan.

"Gua mau kasih info penting sama lo, lagian gua udah nge-LINE kok. Lo aja yang belum read." Aku segera mengecek handphone untuk memastikan apa benar ucapan Sarah. Dan ternyata benar.

"Oiya ya, hehehe."

Sarah menggeleng sambil tersenyum, "sekarang, mendingan lo taro dulu deh pisau nya. Nanti ada setan lewat aja, pamali."

Aku menuruti perkataan Sarah, walaupun aku tidak percaya dengan kata pamali. Karena diadatku tidak ada pamali. Aku keterunan Palembang jika kalian bertanya-tanya.

"Oke, mau cerita apa?" Aku duduk di pinggir kasur dengan kaki disila menghadap ke Sarah yang sekarang duduk bersandar di headboard bed.

"Gua kayaknya tau penulis email itu."

Satu kalimat yang membuatku tertarik.

***

"Jadi, gua ngeliat hp kakak gua kemaren. Trus,"

"Kakak lo yang ngirim email?!" Potongku.

"Ish, bukan. Dengerin dulu sampe selesai." Aku membekap mulutku dengan kedua tangan kemudian mengangguk.

"Nah setelah gua baca chat lo sama abang gua di grup, kayaknya gua tau deh itu siapa yang ngirim." Jelasnya. Aku sebetulnya tidak mengerti apa yang dimaksud dari abangnya. Memang, kakaknya Sarah itu siapa?

"Tunggu, abang lo emangnya siapa?"

"Eh? Lo belum tau ya?" Aku menggeleng saat Sarah bertanya kepada ku.

"Abang gua tuh Ega, dia lagi deket kan sama lo? Cieee,"

"Ohh Kak Daffa?" Sarah yang mendengar ucapanku langsung menatapku dengan pandangan usilnya.

"Loh? Punya nama kesayangan toh rupanya? Adu-duh, so sweet banget."

"Sarah ihh, fokus dulu ke masalahnya. Penasaran nih gua," ucapku yang berusaha mengalihkan perhatian.

"Halah, alesan mengalihkan pembicaraannya bisa banget ya. Oke, serius lagi deh." Sarah mengambil nafas panjang lau kembali berbicara.

"Jadi, kan gua baca. Menurut gua, dia tuh orang terdekat lo Nad. Gua belom bisa mastiin siapa, yang jelas pasti anak seumuran kita jarang kan ngasih tau email pribadi? Nah, bisa dipastikan dia deket banget sama lo makanya bisa dapet email lo."

Dekat dengan ku? Siapa? Sabita, Alysa, Caca jelas tidak mungkin. Lalu siapa? Atau mungkin teman SMP? Tapi, tahu darimana mereka tentang Alvian dan Kak Daffa? Ah, terlalu banyak pertanyaan di otak ku sekarang.

"Terdekat? Siapa? Gak mungkin dong kalo Caca, Sabita, dan Alysa."

"Bukannya gua mau berpikiran jahat ya, tapi apa sih yang gak mungkin untuk jaman sekarang?" Untuk pertama kali aku melihat Sarah memutar mata, mungkin dibalik sifat anggunnya terdapat sifat normal perempuan lainnya.

"Iya juga sih,"

"Eh bentar deh, lo ngapain ke rumah gua susah-susah cuma demi ngomongin ini? Kan bisa tunggu di sekolah," tanyaku setelah terdiam beberapa detik.

"Gua les dideket sini, trus masuknya jam 5. Eh, ini jam berapa?! Nad, gua duluan ya ini udah jam 5 ternyata." Sarah berlari keluar dari kamarku dan sepertinya menuju tempat lesnya. Aku mengikuti Sarah sampai depan rumah sambil terbahak-bahak.

"Bye Nadila!" Seru Sarah setelah keluar dari rumahku.

"Hahaha, iya bye!"

Aku menutup pintu seraya memikirkan perkataan Sarah, siapa orang terdekat yang dimaksud?

***

Part terpendek yang pernah di post wkwk, keep updating yash.

Ps. Ini belum di edit jd langsung dipost

Nadila Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang