26- Sarah

140 7 3
                                    

"Sar! Sarah!" Aku berlari mengejar Sarah yang berjalan pelan dan tampak tak bersemangat itu.

"Sar, lo kenapa?" Tanyaku hati-hati saat berhasil berjalan bersisihan dengan Sarah.

Sarah hanya menggeleng pelan sambil terus berjalan gontai dan menunduk. Ini benar-benar bukan Sarah yang biasanya. Bukan Sarah yang ramah, baik, dan bersahabat. Ini seperti... seperti orang asing yang sedang tertimpa masalah besar. Sudah pasti ada yang tidak beres dengannya hari ini.

"Yaudah deh, nanti kalo lo udah mau cerita langsung ke rumah gua aja atau Line ya! Gua duluan, udah dijemput soalnya hehe," aku melambaikan tangan kepada Sarah yang dibalas dengan senyuman tipis. Sangat tipis bahkan itu terlihat hanya seperti khayalanku saja.

Ada rasa mengganjal ketika Sarah tidak bercerita denganku ada apa yang terjadi. Walaupun memang, aku dan Sarah tidak sedekat itu di sekolah. Tapi, setidaknya ia bisa berbicara bahwa ia sedang mengalami suatu masalah hari ini saja cukup untuk ku. Tak apa lah, mungkin dia terlalu lelah untuk berbicara.

"Nad! Pulang bareng gak?" Tanpa ku sadari Kak Daffa tiba-tiba muncul di sampingku.

"Enggak kak, aku sama ojek hari ini. Lagian kayaknya, Sarah ada masalah deh."

"Hah? Masalah? Masalah apa?" Kak Daffa memegang pundakku yang menyebabkan langkahku ikut terhenti dengannya.

"Gua gatau juga kak, soalnya dia belum mau cerita. Kata temen gua sih tadi pagi dia nangis gara-gara mading gitu deh, gak ngerti juga."

"Trus, Sarah sekarang dimana?" Tanya Kak Daffa yang sangat terasa bahwa ia sedang khawatir dengan adiknya itu.

"Tadi aku liat ada di lorong deket tata usaha."

"Ohh gitu, makasih ya Nadila! Aku kesana dulu, hati-hati!" Aku mengangguk lalu melanjutkan perjalananku menuju tempat dimana para penjemput menunggu.

***

*Author PoV*

Ega atau yang biasa dipanggil Daffa oleh Nadila berjalan ke arah yang ditunjukkan oleh Nadila untuk melihat apakah adiknya baik-baik saja. Ada sedikit rasa khawatir ketika Nadila memberi tahu bahwa adiknya itu seperti sedang bermasalah. Ditambah lagi, adiknya tidak pernah sekalipun menangis di depan umum apalagi di sekolah.

Setelah sampai di depan tata usaha, Ega tidak melihat tanda-tanda keberadaan Sarah. Hanya terdapat satu dua orang yang berlalu lalang disini, dan tidak satupun dari mereka adalah adiknya—Sarah.

'Mungkin saja Sarah sudah menunggu di parkiran, tapi Nadila bilang dia disekitar sini. Mana mungkin Sarah bisa berjalan secepat itu?' Pikir Ega dalam hati.

Akhirnya, Ega memutuskan untuk berjalan disekitar untuk mencari siapa tau adiknya masih disekitar sana. Saat baru saja beberapa langkah Ega mendengar suara adiknya yang sedang berbicara dengan nada yang penuh amarah. Ega mendekati arah suara tersebut. Tanpa disengaja, ia mendengar perkataan Sarah yang cukup jelas.

"Iya! Gua buat bakal buat surat kampret itu lagi! Gua juga bakal neror Nadila terus menerus! Tapi.."

Ega tak sengaja menyenggol pot bunga yang digantung di dinding dan menyebabkan suara jatuh yang cukup besar untuk memberhentikan teriakan Sarah. Ega langsung berlari menjauhi tempat gelap tersembunyi disamping tangga—tempat ia mendengar suara adiknya.

Hari itu, Daffa Ega benar-benar kecewa dengan adik yang sangat ia sayangi dulu.

***

Nadila Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang