27- Penjelasan

142 8 0
                                    

Selama tiga hari, aku dan yang lain bersikap seperti biasa seolah tidak ada yang terjadi. Kami tetap menyapa Sarah, tetap tersenyum, tetap mengajaknya untuk duduk di meja yang sama ketika di kantin. Hanya saja, terkadang Alvian tidak bisa menahan emosi kekecewaannya sehingga dia harus pergi dari hadapan Sarah tanpa berbicara sepatah katapun.

Sarah mendesah pelan ketika lagi-lagi Alvian langsung diam dan pergi saat Sarah ikut duduk. "Eh, Alvian marah ya sama gue?"

Aku menatap teman-temanku yang lain, mengharapkan mereka saja yang menjawab bukan aku. Tapi, mereka sepertinya tidak mengerti dengan tatapan yang ku berikan.

"Kok pada liat-liatan? Bener ya Alvian marah?"

Aku menaikan alisku untuk memberikan Sabita kode yang lebih jelas. Sayangnya, dia mengenyit tidak mengerti.

"Nad? Lo kan deket sama Alvian, masa gatau?" Aku menengok ke arah Sarah dengan wajah seperti tertangkap basah telah melakukan sebuah kesalahan.

"Eh? Gua.. juga gatau Sar, coba tanya sahabatnya aja tuh si Sabita."

Sabita langsung memberikan pelototan kepadaku. "Sab, lo tau?"

"Hah? Eh–anu, gu–gua juga gak ngerti Sar. Kan gua udah gak sedeket dulu lagi sama dia," Sarah tersenyum kecut ketika Sabita menjawab seperti itu. Dia seperti tau bahwa ada sesuatu yang disembunyikan tapi, dia tidak bertanya lebih dalam.

"Oh, yaudah deh gua ke kelas duluan ya semuanya." Sarah berdiri lalu berjalan keluar dari kantin.

Ketika Sarah sudah tidak terlihat di kantin aku langsung menginjak kaki Sabita. "Si bego, lo kenapa bilang gatau?"

Sabita meringis, "Ya elu sih, gua kan gak ngerti harus jawab apa."

"Emang Sabita mah bedonnya kadang gak ketulungan,"

Sabita menjitak Alysa yang sedang menyendokkan makanan ke dalam mulutnya. "Gausah ikut-ikutan lu curut."

"Astagfirullah, daritadi omongan pada gak ada yang bagus apa ya," Caca yang sedari tadi diam menikmati makanannya akhirnya berbicara juga.

"Tau tuh Sabita," aku menunjuk Sabita dengan santainya

"Lo juga Nad." Sabita menahan tawanya ketika Caca menyebutkan namaku. Aku hanya mendengus dan melanjutkan memakan makananku yang sepat terhenti.

Selesai makan, aku dan yang lain memutuskan untuk segera kembali ke kelas. Sisa waktu istirahat sebenarnya masih panjang, karena kelasku saat itu sudah istirahat lebih dulu daripada kelas yang lain. Ketika aku telah sampai di depan kelasku yang masih kosong, aku melihat seseorang sedang menaruh sesuatu ke dalam tasku.

"Eh itu Sarah?" Bisik Alysa saat tak sengaja melihat seseorang dari jendela kelas.

"Sumpah, iya anjir itu Sarah!"

Aku langsung membekap mulut Sabita. "Tolol, jangan kenceng-kenceng."

"Bahasanya Nad," tegur Caca.

Aku melepas bekapan dari mulu Sabita sambil tersenyum kikuk, "hehe lupa Ca."

"Eh—eh, itu dia mau keluar mending kita gep-in atau ngumpet aja?" Tanya Alysa.

Nadila Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang