*Author POV*
Perempuan berseragam putih, dengan lambang OSIS berwarna coklat itu menatap kepergian seseorang yang baru saja berlari meninggalkannya.
Banyak kata menyangkut dipikirannya, yang tak sempat terucap. Karena tanpa diketahui siapapun kecuali dirinya, ada seseorang menatap mereka dari kejauhan. Tatapan yang penuh isyarat untuknya, agar tidak berkata macam-macam kepada perempuan yang menabraknya.
Maaf.
Setidaknya kata itulah yang ia sempat tersampaikan. Sebenarnya, dia tidak hanya meminta maaf karena tabrakan tak sengaja itu, tapi ia juga meminta maaf karena perilakunya beberapa bulan terakhir. Namun, maaf yang kedua hanya terucap dalam hati. Tidak tersampaikan.
Dia dilarang.
Oleh seseorang yang sangat jahat tanpa alasan yang jelas.
"Well Sarah, you do a great job. Tadi gua liat lo gak ngomong apa-apa ke kucrut itu. Bagus-bagus. Pertahankan," ia menepuk pundak Sarah yang sekilas mungkin mereka terlihat seperti dua orang yang bersahabat.
Kemudian, orang itu maju selangkah lebih dekat untuk membisikkan secara lembut, "sampe gua tau lo ngomong macem-macem ke Nadila, foto lo bakal gua pajang lagi di mading tanpa di sensor. Oke cantik?" Senyum iblis terpampang jelas dari wajahnya.
Sarah tak berkutik, ia hanya bisa diam menunduk menelan ludahnya sendiri tanpa sekalipun melirik ke arah manusia setengah iblis di depannya.
"Kalo orang ngomong tatap dong, punya etika kan?"
Ragu-ragu ia menjawab, "maaf." Seraya perlahan menaikan kepalanya menatap orang tersebut.
"Nah gitu dong, udah ah gua mau caw dulu. Nanti ada yang liat bahaya, bye loser."
Setelah berjalan dua langkah membelakangi Sarah, ia berbalik.
"Oiyah, masih ada pekerjaan yang belom selesai ya," setelah menjentikan jari telunjuknya ia memutar kembali badannya, lalu pergi meninggalkan perempuan malang itu sendiri.
Dua kali.
Dua kali sudah ia menatap kepergian seseorang, dengan raut wajah yang terlihat sama, dengan perasaan yang berbeda. Kepergian pertama, ia menatap penuh penyesalan yang tertahan. Kepergian kedua, ia menatap penuh kebencian yang tertahan. Ia harus tetap dalam perannya yang seolah jahat. Karena ada seorang iblis yang menahannya untuk berbuat apa yang seharusnya ia perbuat.
*Author POV off*
***
"Nadila! Gila lo kemana aja daritadi jir?!" Teriakan Sabita membuatku memutarkan kedua bola mata.
"Kepo ah."
"Si anying, nanya doang gua. Lagian dicariin ke kantin sama UKS gaada sih," balasnya sambil memakan batagor tanpa saus kacang yang sering ia curi di kantin.
"Nad, gua nyariin lo sampe ke masjid. Soalnya kata Caca kali aja gitu lo tobat."
"Loh, trus sekarang Caca dimana? Kok kalian cuma berdua?" Sedaritadi aku memang tidak melihat keberadaan Caca disekitar, yang ada hanya Alysa dan Sabita.

KAMU SEDANG MEMBACA
Nadila
Teen FictionBagaikan ombak yang menyapu habis daratan, kehidupan Nadila yang awalnya berjalan seperti sewajarnya berubah setelah ia dekat dengannya. Lelaki usil yang banyak diidolakan oleh kaum hawa penghuni sekolah, dan kakak kelas tampan yang memiliki sejuta...